32

83 5 0
                                    

"Kalian suka sama kakak gua?"

"Iya."

"Gak."

Dua jawaban iya dan dua jawaban tidak. Calvin dan Harry menjawab iya, sedangkan Cadey dan Cakra sudah pasti menjawab tidak.

Calvin dan Harry saling menatap. Begitu juga dengan Cadey, Cakra, dan Reza yang menatap mereka berdua secara bergantian.

Harry tersenyum tenang, berbeda dengan Calvin yang menatap sangar Harry.

"Bosen hidup?" Tanya Calvin dingin.

"Santai," Harry lalu terkekeh. "Gua gak nyadar kemaren, kirain gua lu cuman mirip sama dia ternyata lu emang dia. Ketua TCA."

"Terus?"

"Gua cuman suka Ara sebagai adik gua. Gua punya adik perempuan, kalo dia masih hidup mungkin sekarang seumuran sama Ara dan tingkahnya juga sama kayak Ara." Jelas Harry.

Ah, akhir-akhir ini ia sering sekali mengucapkan kalimat yang panjang.

"Gua gak nanya kisah lu." Balas Calvin dingin.

"Adiknya kakak kenapa emang?" Tanya Reza penasaran.

"Meninggal karena suka bergadang terus makan makanan yang gak sehat sama gak pernah olahraga." Jawab Harry dengan senyum kecil.

"Wah, untung gua sering olahraga." Kata Reza.

Kruyuk

"Pfttt, udah makan dulu dek. Nanti lagi ngobrolnya." Titah Cadey ceria dan Reza pun menuruti.

Selesai makan, Reza dengan polosnya bertanya. "Kok muka dia tiba-tiba jadi gelap sih? Padahal tadi pas ada kak Rora muka dia terang." Tanyanya sambil menatap Calvin.

"Kak Ara tuh ibarat lampunya dia, jadi kalo gak ada kak Ara ya dia gelap. Analoginya sih gitu hehe." Cadey yang menjawab. Reza mangguk-mangguk mengerti.

"Btw TCA udah pensiun?"

"Vakum." Koreksi Cakra.

"Lho? Kata anak-anak pensiun?"

"Vakum bang, duitnya masih ada sisa lima puluh juta. Kalo udah abis baru mulai lagi."

"Uhuk! Uhuk! Demi apa lima puluh juta? TCA? Pensiun? Vakum? Kalian udah pada kerja?" Bingung Reza.

"Iya, udah kerja. Reza mau ikut kerjaan kita juga? Lumayan lho sekali kerja bisa dapet lima puluh sampe seratus juta." Kelakar Cadey, ia langsung mendapatkan tatapan tajam dari yang lainnya terutama dari Calvin.

"Gila, emang kerjaan kalian ngapain?"

"Mukulin anak orang." Jawab Cakra santai.

"WATT? KALIAN PREMAN? Wah gak bisa nih, gua harus bilangin kak Rora buat jauhin kalian." Ucap Reza serius.

Cadey tertawa. "Becanda doang, Reza."

"Bener cuman bercanda?" Ia menatap Harry. Harry pun mengangguk sambil tersenyum sebagai jawaban. Karena tampang yang bisa dipercaya adalah tampang Harry.

"Nih, cas hp kamu dulu sana." Titah Harry.

"Siap kak," lalu Reza pun berjalan menuju tempat casan.

"Tangan lu udah sembuh bang? Waktu itu kena bacok Calvin kan?" Tanya Cadey, penasaran.

Ah iya, Cadey dan Cakra tidak selalu memanggil Calvin bos dan Calvin tidak mempermasalahkan hal tersebut. Namun mereka dominan memanggil Calvin dengan panggilan 'bos'.

Back to point, di SMA ini Harry memang terkenal sebagai murid yang sangat teladan dan taat aturan. Tapi di beberapa tempat ia terkenal sebagai petarung yang tidak bisa dikalahkan. Saat itu SMA HILTA dan SMA KARA terlibat tawuran dan Harry berada di pihak yang berbeda dengan TCA. Harry berada di tim SMA HILTA dan TCA berada di tim SMA KARA. Secara singkat, ya begitu lah mereka saling kenal.

"Ya untungnya gak sampe harus diamputasi sih," jawab Harry.

"Bagus lah kalo gitu. Lain kali jangan nekat lawan Calvin sendirian ya bang," balas Cadey dengan senyumnya.

Harry tersenyum. "Kalian gak jadi sma di luar negeri? Jadi cuman si Ciko doang yang bakal sma dan kuliah di Milan?"

Meski yang terkenal hanya TCA namun Harry tahu bahwa mereka memiliki satu teman lagi, itu pun karena teman tersebut tidak takut pada mereka. Ya, siapa lagi jika bukan Ciko.

"Kita mengikuti bos yang bucin tingkat maksimal, bang." Cadey tersenyum.

"Ohhh, iya sih. Keliaatan dari gerak-geriknya." Kata Harry.

>•~•<

"Ara adek lu cakep dah, jadi uke gua boleh gak?" Kelakar Rion.

Aurora menatap Rion dengan tatapan yang menjijikkan. "Sorry, gue homophobic. Tapi kalo leher lu siap digorok pake gergaji sama papi gue sih silahkan aja."

"Anjer ngeri banget, belom bahagia eh udah pindah alam." Balas Rion.

"Mau gue bilangin ke papi gue?" Tawar Aurora.

Rion dengan cepat menjawab. "Gak lah anjir bercanda doang gua et dah."

Aurora tersenyum meremehkan. "Lagian pertanyaan ada-ada aja."

"Ya kan biar gak garing gitu kita jalan berdua gini," kata Rion.

Mereka memang sedang berjalan di lorong sekolah, berdua. Menuju kantin. Reza memberitahu bahwa ia menunggu Aurora di kantin bersama Calvin saja. Dan Rion ke kantin untuk membayar hutangnya selama satu minggu pada tukang minuman.

"Kan emang tiap hari lu garing apalagi pas ngelawak, gak banget. Mending main game aja lu mah."

"Iya sih, kan cita-cita gua jadi gamers bukan pelawak."

"Oh, kirain jadi simpenan tante-tante yang kaya buat beli diamond." Kelakar Aurora.

"Bazeng, gua masih punya harga diri ya."

•Older Me•

WARNING!

!!Kata-kata kasar dalam cerita tidak untuk ditiru apalagi dipraktekan di kehidupan nyata!!

salam jodoh, rangurlazy

𝐎𝐥𝐝𝐞𝐫 𝐌𝐞Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang