08- Martabak Rasa Kesal

8 3 0
                                    

Happy Reading!

•••
Kehadiran lo itu bikin setan-setan di sekitar gue seneng karena berhasil bikin gue emosi.

—Adya Anelis—

————

"Dya, kamu berangkat sama kakak kamu aja, ya?"

Adya yang baru sampai di ruang makan, menghentikan langkahnya. "Kenapa, Ma? Papa kemana?"

"Papa ke luar kota, ketemu kliennya jam empat pagi tadi," jawab Intan tanpa menghentikan kesibukannya menata sarapan.

Adya mengangguk mengerti, "Adya pesen ojol aja, ya, Ma?"

Kali ini Intan menyempatkan untuk berhenti dan menatap Adya. "Aih, nggak-nggak. Kan ada kakak kamu. Kamu berangkat sama—Nah, itu dia."

Adya menoleh ke belakang dan mendapati kakaknya menuruni tangga.

"Raka, Adek berangkat sama kamu, ya?"

Yang ditanya tak langsung menjawab. Kakak Adya yang dipanggil dengan nama Raka itu melewati Adya yang masih berdiri di dekat kursi tanpa meliriknya. Raka menarik salah satu kursi dan mendudukinya. "Kenapa, Ma?"

"Itu, Papa nggak bisa nganterin Adya. Jadi Adya berangkat sama kamu aja, ya?"

"Hm." gumam Raka singkat membuat Adya semakin tidak enak.

"Ma—"

"Kamu kenapa masih berdiri di situ? Sini sarapan, ntar kesiangan, loh!" ucap Intan pada Adya.

Adya duduk di kursi dekat Raka. Meminum sedikit susu, lalu mengambil dua lembar roti. Hendak mengoleskan selai namun urung saat mendengar decitan kursi yang diduduki Raka.

"Raka berangkat sekarang," pamitnya.

"Kok udah mau berangkat? Ini Adya belum makan, loh." protes Intan

"Ada ulangan, Ma. Raka mau belajar. Kalau mau bareng, cepet." ucapnya lalu berjalan keluar setelah mencium tangan Intan.

"Adya juga berangkat, ya." pamit Adya.

"Makan dulu sedikit, Dya."

"Nanti aja, Ma, jajan di sekolah. Kasian Kakak, nanti nunggu."

"Ya udah bawa aja. Makan di jalan." usul Intan.

"Adya minum ini aja." ucap Adya lalu menghabiskan segelas susu putihnya.

Adya berlari keluar rumah dan sedikit lega saat melihat mobil Raka yang masih berada di depan. Ia segera memasuki mobil itu. Takut Raka menunggu lama.

"Maaf, Kak." ucapnya usai duduk di samping kemudi.

Raka tak menanggapi dan langsung melajukan mobilnya.

Di dalam mobil hanya terjadi keheningan. Adya yang diam dengan kecanggungannya. Sedangkan Raka, fokus ke jalan dengan tenang dan pandangan dingin.

"Berhenti di deket sekolah aja nggak papa." ucap Adya pelan.

Raka tak menjawab. Namun tak lama dari itu mobilnya berhenti. Tepatnya di pertigaan jalan sepi, tak jauh dari sekolah.

"Makasih." Adya tersenyum kecil sebelum keluar dari mobil.

Dan tanpa basa-basi, Raka melajukan mobilnya kembali. Meninggalkan Adya sendirian di pinggir jalan itu. Tersenyum getir menatap mobil Raka yang semakin menjauh.

•••

Suara bola basket beradu dengan kerasnya lantai terdengar teredam dengan suara riuh para gadis yang terang-terangan mengagumi para pemainnya. Bahkan saat bel istirahat berbunyi pun para siswi lebih memilih menunda lapar mereka untuk menyaksikannya.

KAFARELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang