{JANGAN JADI SILENT-READER! FOLLOW - READ - LIKE - COMENT. TOLONG HORMATI PENCIPTA KARYA. TERIMA KASIH.} Apa jadinya jika Seseorang yang sudah tidak pernah di temui selama 8 tahun, secara tak terduga muncul tepat dihadapan???
Bayangkan, posisi kali...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Saat itu . . . mungkin Minggu pertama dibulan Oktober. Jika di fikirkan di waktu sekarang, betapa bodohnya aku yang hanya membawa jaket tipis, yang terlihat transparan ketika tertembus sinar matahari sedang pagi itu hujan baru saja berhenti. Sepatu kering yang ku sikat bersih di hari libur, langsung terkena noda padahal baru beberapa langkah keluar dari rumah.
Aku berjalan kaki menuju sekolah, jaraknya sekitar 4,4 km. Setiap terkena hembusan angin, aku merekatkan pelukan dari sikut ke sikut. Sesekali ku gesekkan, menciptakan kehangatan meskipun itu tindakan yang tidak terlalu berguna.
Aku naikkan halis dan tersenyum menyapa Ria. Menempati singgasana sederhana berbahan kayu disampingnya setelah meletakkan tas pada sandaran. Aku bertanya dengan perasaan was-was, " Ga ada pr, kan? " dia menggeleng tanpa bersuara. Menyebalkan, karna dia serius dengan bukunya, membuatku takut saja.
" Hey, Ladies! Roti! Roti! " dia muncul, menyapa antusias dan sedikit agak aneh. Menawarkan seperti seorang spb – yang langsung meletakkan roti di meja. Kalau sudah begini, mana sempat untuk menolak.
" Apa ini? " tanyanya seraya sedikit mencubit bahan dari jaket yang ku kenakan.
" Iiiii, spb banget sih! Ada urusan apa? "
" Ga ada. Cuma, " dia terhenti sejenak. " . . emang cukup? "
Apaan sih?
Aku mulai terganggu lagi. Dia melepas jaket, " coba double deh, bandingin angetan yang mana? "
" Iiii, gak mau! "
" Pake! "
" Ogah! "
" Pake!! " dia memaksa dengan meletakkan jaket itu, menutupi leher dan bagian depan tubuhku.
Aku menghela, menyerah. Ria tersenyum dengan arti. Lalu Ria berkata setelah dia kembali pada meja – kursinya. " Protecting, huh. " bell masuk pun berbunyi.
Apaan sih? – tanya ku melalui sorot mata yang dalam. Sindiran yang menjengkelkan.
Finally, aku memakai jaketnya. Terus ku gunakan, sampai saat ini – aku berada di jam istirahat. Entah bagaimana ia menahan dinginnya udara, padahal ia berada di luar ruangan sepanjang jam istirahat melatih kemampuan basketnya bersama yang lain. Hanya ia seorang tanpa memakai jaket, namun lama-lama yang lainnya pun menyusul melepaskan jaket mereka. Mereka berkeringat. Ekspresi mereka terlihat puas saat angin berhembus. Mungkin, solusi agar udara tidak terasa dingin adalah dengan berkeringat, udara dingin akan terasa lebih segar.
Aku tersenyum. Dia mengangkat tinggi tangannya, melombat dengan kaki jinjit, berekspresi senang karna berhasil mencetak poin. Meskipun ini permainan bebas, tidak tau mereka benar-benar menghitung itu atau tidak. Saat matanya bertemu mataku, aku menunjukkan botol mineral. Jatahmu.
Dia lekas berlari menghampiri, ku berikan dan dia langsung meneguk botol mineral sampai habis setengah. " Terima kasih. " beberapa orang memperhatikan itu.
" Bukan hal yang besar. Tanda terima kasih karna meminjamkan jaket ini. "
" Bukan hal yang besar. " tirunya. " ..kamu masih mau menonton atau kembali ke kelas? "
" Kembali ke kelas. "
" Kalau begitu, (botol) ini ku bawa. "
" Bawa saja. Aku ga mungkin meminum dari botol bekas mulut mu. "
" Oh. Siapa tau, kamu ingin coba cicipi mulut ku dari (botol ini) " aku membekap mulutnya yang mengeluarkan kata-kata tidak pantas untuk di dengar. Beberapa orang itu, kini hampir seluruhnya memperhatikan.
" Dasar ngga tau malu! " ku lepas kasar bekapan itu. Telunjukku mengacung pada wajahnya yang tertawa menikmati dari reaksi ku yang nampak kesal. Rasanya jadi tak berdaya, perlahan ku turunkan telunjuk itu. " Ga tau, ah! Nyebelin! " aku berbalik lalu pergi. Membuat ku agak frustasi, aku yang kesal tapi . . aku juga merasa malu disaat yang bersamaan. Senyumannya itu, membuat ku agak terkesima. Aku menoleh ke belakang dan dia masih di tempat melihat ku. Kuputuskan untuk berlari.
Bell masuk berbunyi lagi. Fikiran ku masih dihantui oleh momen itu.
" Apaan sih, Ia?? " aku tersinggung karna terus menggodaku dengan menggunakan sikutnya.
Pulpennya menunjuk ke depan, menyiratkan sebuah pesan. Aku pun menengok, Bu Sri menatap ku sambil menyinggungkan senyum. " Crystal, jiwa kamu hadir disini, kan? Bukan raga kamu aja, kan? "
" Eh! Iya, bu. " aku menjawab dengan pelan.
Dia menunduk, melihat pada buku absensinya. " Ibu panggil-panggil dari tadi tapi kamu asik sendiri. "
" Maaf bu. " aku merunduk karna malu, bukan karna benar-benar mengucapkan maaf. Ini masih awal semester tapi sepertinya aku sudah membuat kesan kuat pada setiap guru.
***
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.