#nowplaying: Ryan Woods - Bad Texter
Pas-pasan banget keluar dari ruangan langsung ketemu si Putra lagi nongkrong di bagian rusan—ruang santai—bareng Hana, salah satu anak magang graphic. Mereka ini belum kenal lama, tapi akrabnya udah kayak bestfriend forever. Enggak heran juga sih, soalnya ini Putra sama Hana, dua-duanya anaknya aktif dan pandai bergaul sama orang baru. Istilah bekennya easy-going.
Lalu Hana meskipun anak magang, dia tetap pede mau bergaul sama siapapun orang di kantor. Anaknya sedikit tomboy jadi cocok aja kalau berdua sama Putra.
“Putra.” Yang dipanggil langsung mendongak; Hana mengikutinya sedetik sesudahnya. Putra kontan melambaikan tangan menyuruh agar Mbak Wendi ikut join bareng mereka, duduk santai di sofa empuk di Rusan sambil gosipin berita terhot.
Selagi belum ada kerjaan enggak ada salahnya bersantai di Rusan, toh adanya tempat itu memang khusus disediakan pegawai Athena supaya punya ruangan khusus untuk melepas penat. Ruangannya pun lumayan luas. Di dalam selain ada satu set sofa, adapula rak besar isinya buku-buku terbitan Athena dari lokal dan terjemahan; fiksi dan non-fiksi, bebas dibaca oleh siapapun. Tak jauh dari tempat rak buku, sebrang kirinya ada display cooler yang isinya banyak jenis minuman dan gratis diambil tanpa perlu bayar.
Dengan lampu gantung mewah serta dinding yang warnanya cerah dengan lukisan abstrak menempel, menambah kesan sendiri di Rusan. Tak heran ruangan ini selalu jadi tempat favorite para pegawai Athena. Mana lagi di sana ada empat laptop di meja khusus yang bisa dipakai buat main game, tapi ya, harus antri—biasanya yang menguasai ini anak-anak graphic.
“Apa, Mbak?” tanya Putra setibanya Mbak Wendi di depannya. “Cewek rambut sebahu di dalam itu, si Saya, ya?”
Putra suka manggil Soraya pakai nama penanya “Saya” alih-alih Aya atau Soraya ikut Mbak Wendi. Dia belum pernah kenalan sama penulisnya Mbak Wendi satu itu, tapi udah hapal duluan sama wajahnya. Putra follow akunnya jadi sedikit tahu kegiatan sosmed mahasiswi semester akhir itu yang sering disebut mirip artis.
Wendi sekadar menganggu, tak begitu tertarik lantaran dia punya ketertartikan sama hal lain. “Kamu tetanggaan sama Mas Tian, kan?” tanyanya sambil menyuruh cowok ini geser dan akhirnya ikut nimbrung.
“Hah? Seriusan, Put?” seru Hanna merajuk pada Putri bukan Putra. Tahu kan, kalau Putra lebih suka dipanggil Putri ketimbang Putra. Tapi dalam beberapa kasus dia terpaksa membiarkan orang memanggilnya “Putra” seperti Mbak Wendi dan Mas Tian. “Ihhh, kok gak bilang!”
Bukannya Hana lupa kalau Putra usianya lebih tua darinya, memanggil cowok sebrangnya ini hanya nama tanpa embel-embel “kak”. Dia ingat kok cuma karena Putra sendiri yang minta begini, yaudah, dia turuti aja ketimbang ribut perkara panggilan.
“Terus kalau aku bilang kamu mau apa?” balas Putra lalu berpaling ke Mbak Wendi yang kelihatan enggak sabar menunggu. “Iya, Mbak.”
“Mas Tian beneran udah nikah?” tanyanya to the point. “Tadi si Aya nanya, terus kata dia kalau Mas Tian udah nikah dan nama istrinya itu Rara. Beneran?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Hotsy-Totsy [✔]
Romantik"Sebenarnya editorku itu Mbak Wen atau Mas Tian si bawel, sih?" Awalnya semua berjalan baik-baik saja, bahkan jadwal terbit bukunya sudah diumumkan. Namun, semua jadi menyebalkan sampai ketika bukunya dipegang proofreader super bawel bernama Sebasti...