Prolog

1.5K 131 5
                                    

2008, Seoul

Musim begitu dingin pada hari itu. Salju perlahan-lahan turun. Atmosfer dalam sebuah keluarga juga tampak tak kalah dingin. Seluruh keluarga itu tampak masih berpakaian serba hitam. Beberapa pasang mata anggota keluarga itu bahkan terlihat sembab. Dukalah, penyebabnya. Gadis berumur 14 tahun itu menatap tajam sosok seorang ibu yang duduk dihadapannya.

"Ada apa, sayang? Kau perlu sesuatu?", gadis itu membuang mukanya dengan tidak sopan. Sosok kepala keluarga itu mulai menyadari kelakuan anaknya.

"Park Sooyoung. Apa ibumu yang mengajarimu bersikap seperti itu?", tanya Park Seojoon sang kepala keluarga itu sedikit murka. Gadis bernama Sooyoung itu tak menjawab apapun. Kedua saudara yang lainnya hanya menunduk terdiam. Hanya satu, gadis yang sudah beranjak menjadi wanita itu menatap ayahnya tajam.

"Ibu tidak pernah mengajari kami bersikap seperti ini, ayah. Perlukah kau menyalahkan setiap kesalahan yang kami perbuat pada ibu? Ia bahkan baru saja dimakamkan. Tanah kuburannya masih basah", Jinri. Anak pertamanya dalam keluarga ini. Sosok gadis yang pintar, cerdas, lembut dan sopan. Namun segala fakta yang disembunyikan dalam keluarga ini mulai mencuat. Jinri merasa selama ini mungkin ia dan adik kandungnya, Sooyoung terlalu masa bodoh dengan misteri kenapa ayahnya bisa memiliki dua istri dan mereka bisa memiliki 2 ibu. Sepanjang itu membahagiakan, mereka tidak mempermasalahkannya. Sayangnya fondasi kebahagiaan itu mulai runtuh. Jinri dan Sooyoung mengetahui segalanya.

"Aku dan Sooyoung akan pindah keluar dari rumah ini", ujar Jinri tegas. Seojoon menatapnya murka begitu juga dengan Ji-won. Sosok ibu tiri yang begitu menyayanginya menatapnya kecewa.

"Sekali kau melangkahkan kaki keluar dari rumah ini. Jangan berharap aku akan membi..",

"Aku dan Sooyoung bisa sendiri. Sama seperti ibu kami cukup mandiri untuk mengurus diri kami sendiri. Berikanlah semua perhatianmu pada istri keduamu beserta anak-anaknya", Jinri berujar dengan nada dinginnya. Yerim, putri terkecil dari pernikahan Ji-won dan Seojoon menggenggam erat tangan Sooyoung. Sooyoung membalas genggaman itu tak kalah erat.

"Nak, eomma tahu eomma salah. Kau tidak perlu meninggalkan rumah ini. Eomma saja eomma..",

"Hentikan drama yang kau buat!",

'PLAK!', Jinri tersenyum pahit ia menatap sosok yang menamparnya itu tajam. Ia telah kehilangan ibunya dan sekarang? Ia tidak takut dengan apapun.

"Sooyoung ikut denganku!", ujar Jinri sambil menarik tangan milik Sooyoung kencang. Sooyoung menggeleng dan malah mengeratkan tangannya pada Yerim. Gadis itu menangis ia sesungguhnya tidak begitu paham apa yang terjadi. Yang ia tahu Ji-won lalai karna tidak membantu ibunya untuk terus hidup.

"Noona, haruskah kau begini? Jangan menarik Sooyoung sekeras itu!", Chanyeol putra satu-satunya dikeluarga mereka. Minyoung melahirkan putri pertama dan anak ketiga keluarga Park. Yakni Jinri dan Sooyoung. Dan Chanyeol ia anak kedua dan Yerim si bungsu yang dilahirkan oleh Ji-won. Semuanya begitu rumit. Yerim menangis tersedu-sedu. Ia mengeratkan pelukannya pada Sooyoung.

"Onni. Kajima..", ujar Yerim. Ji-won wanita itu juga menangis sesenggukan wanita jtu bahkan melututkan kakinya sekarang.

"Haruskah kau pergi nak? Jangan pergi...", Jinri tak sanggup menahan air matanya lagi. Sedangkan Seojoon mematung terduduk pada kursinya.

"Bangun! Biarkan anak itu pergi. Bangkitlah!", Ji-won menggeleng dengan keras.

"Sooyoung! Kau tidak mau pergi? Kau ingin tinggal serumah dengan wanita yang membuat ibu pergi lebih cepat?", bujuk Jinri.

"Seandainya jika kau dan ayah memikirkan perasaan eomma maka eomma tidak akan pergi secepat ini", tukas Jinri sengit. Seojoon bangkit dari kursinya dan kembali menampar  pipi milik Jinri. Bibir milik Jinri kini berdarah. Ji-won segera bangkit mendekati Jinri ia khawatir pada gadis itu.

"Jangan mendekat!", bentak Jinri pada Ji-won. Sooyoung menyerah. Ia melepaskan tautan tangan antara ia dan Yerim. Ia berjalan mendekati Jinri.

"Kajja. Ayo kita pergi", ujar Sooyoung sesenggukan.

......................................................................

2009, Seoul
Sooyoung menatap khawatir kearah Jinri yang terus sibuk menjahit. Lingkaran hitam pada mata Jinri terlihat begitu buruk.

"Onni. Istirahatlah!", ucap Sooyoung sembari membawakan sepotong roti bakar untuk kakaknya. Jinri tersenyum padanya sambil terus focus mengerjakan jahitannya.

"Tidak. Onni harus bekerja. Kau masih mau ke Jeju bersamaku kan?", tanya Jinri. Sooyoung mengangguk mengiyakan tapi... Ia lebih baik tidak pergi liburan jika harus melihat Jinri bekerja sekeras ini.

"Focuslah pada trainee mu. Kau harus debut, Karna kau bintang yang paling cemerlang dihidupku dan eomma. Mengerti?", tanya Jinri hangat. Sooyoung mengangguk kembali.

"Jangan lupa istirahat, Onni",

Sooyoung kembali termenung didalam kamarnya saat ini. Ia merutuki nasibnya yang sepertinya berubah drastis sejak keluar dari rumah. Sooyoung harus pindah dari sekolah elitnya ke sekolah umum. Ia harus menaiki transportasi umum, ia harus makan makanan toserba dan... Satu hal yang paling ia benci. Jinri bekerja terlalu keras untuknya. Harusnya Jinri saat ini sedang sibuk menghabiskan masa mudanya dengan teman-teman kuliahnya. Ia merindukan Yerim dan... Entahlah. Haruskah ia merindukan sosok ayah dan Ji-won yang berkhianat pada ibunya? Entah itu bisa di anggap berkhianat apa tidak. Ia mengetahui semuanya. Ayahnya berselingkuh dengan Ji-won saat ibunya tengah mengandung Jinri didalam tubuhnya. Wanita itu menemui ibunya dengan tidak tahu malu mengaku bahwa ia juga tengah hamil. Dan faktanya itu memang kenyataan. Chanyeol berada dalam tubuh Ji-won saat itu. Sooyoung tak dapat membayangkan seberapa besar tekanan batin ibunya saat itu. Ia juga mengetahui fakta pernikahan ayah dan ibunya yang berlangsung karna perjodohan konyol dijaman itu. Sedangkan Ji-won adalah sosok kekasih Seojoon jauh sebelum pernikahan ibu dan ayahnya terjadi.

"Perlukah gadis berumur 15 tahun sepertiku mengetahui hal serumit ini?", ia berujar pada dirinya sendiri dan memilih untuk membaringkan tubuhnya pada ranjangnya senyaman mungkin.

......................................................................

Malam Natal 2009,
Seoul

Jinri dan Sooyoung bergenggaman tangan dengan erat dan berlarian menikmati suasana natal yang mendominasi seluruh sudut kota Seoul saat ini.

"Onni! Balon gratis!", ujar Sooyoung penuh semangat. Pandangan matanya berbinar-binar kearah seberang jalan tersebut. Jinri menatapnya geli lalu mengacak-acak rambut adiknya hangat.

"Aish.. kau sudah umur berapa huh? Kenapa masih mengincar balon",

"Ah.. Onni! Sudah lama aku tidak bermain balon", tukas Sooyoung manja. Jinri tertawa pelan.

'Benar. Hanya balon gratis yang mampu aku berikan sebagai hadiah Natal malam ini. Baiklah', Jinri membatin pada dirinya sendiri. Gadis beranjak wanita itu menganggukan kepalanya sebagai persetujuan.

"Tunggu aku disini eoh? Aku akan mengambilkannya untukmu", Sooyoung tersenyum lebar dan mengangguk setuju. Beberapa detik kemudian Jinri mulai melangkahkan kakinya menyebrangi jalan itu. Melangkah mendekati si tukang balon tersebut. Meraih apa yang Sooyoung inginkan dan kembali tersenyum lebar begitu matanya menatap Sooyoung yang terlihat begitu bahagia sambil melambaikan tangannya meminta Jinri kembali padanya dengan cepat. Jinri menurutinya sambil tersenyum lebar. Namun ia membuat sebuah kesalahan. Matanya terlalu focus tentang arahnya yang ingin segera kembali ke Sooyoung. Karna ia mengakibatkan dirinya sendiri kini terkapar pada aspal yang keras dan dingin itu. Dan Jinri tidur diatas lumuran darah yang ia perbuat sendiri saat ini.

TBC

.............................................................

Aku remake BRITTLE dengan konsep yang lebih matang dan jalan cerita yang tak akan terlalu berbeda dengan versi yang aku buat sebelumnya di CHARLOTTELUV. Aku harap kalian suka dengan cerita ini. Jangan lupa tinggalkan jejak luv.

Brittle (VJOY)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang