35

70 6 0
                                    

"Permisi, Araaaaa!"

"Araaaa!"

Ceklek

"Fakhri? Ngapain lu di sini?"

"Jemput Ara, berangkat bareng ke sekolah. Lagian juga nanti pulangnya kita mau ke toko buku kan?" Jawab Fakhri dengan ceria.

"Iya juga, tapi gue mau beli bubur dulu ya buat adek gue."

"Buat Eja? Biar gua aja yang beliin, Ara siap-siap aja buat berangkat sekolah." Karena pasalnya Aurora masih memakai baju bebas.

"Gapapa?"

"Iya gapapa."

"Yaudah, nih uang—"

"Gak perlu, gua beli buburnya dulu." Fakhri langsung menggas motornya saat Aurora akan memberikan uangnya.

"Yeu dasar bocah," Aurora masuk ke dalam rumah.

"Kaaaa, lu gak jadi beli bubur buat gua?"

"Gak!"

"Ihh! Why? Bu Ijah kan lagi sakit terus gua sarapan sama apa? Nanti kalo maag gua kambuh gimana? Terus kalo mami tau gua lagi sak—"

"Cowok apa cewek lu? Bawel bener. Buburnya lagi di beliin noh sama si Fakhri. Nanti kalo ada dia suruh masuk aja, gue mau siap-siap berangkat sekolah dulu."

"Kayaknya kak Fakhri suka sama lu deh kak," ujar Reza.

"Ngaco." Aurora menutup dan mengunci pintu kamarnya.

"Dih dibilanginnya gak percayaan tuh manusia satu."

Sekitar tujuh menit kemudian Fakhri kembali memanggil Aurora di depan rumahnya.

"Masuk sini kak, kak Roranya masih siap-siap." Kata Reza.

"Beneran gapapa kalo kakak masuk?"

"Gapapa kak, lagian kakak juga udah pernah masuk sini kan? Pas kak Rora sakit di sekolah, terus kak Fakhri gendong kak Rora sampe ke ruang tengah pas udah di sini." Jawab Reza.

Fakhri menghampiri Reza. "Iya sih, yaudah nih bubur buat Eja."

"Makasih kak, ayok masuk!" Ajak Reza. Mereka berdua lalu masuk ke dalam rumah. Mereka duduk di lantai ruang tamu yang sekaligus ruang makan.

"Duduk di lantai gapapa kan kak Fakhri?"

Fakhri tersenyum. "Gapapa kok, kakak juga bukan orang kaya."

"Woke, baguslah kalo gitu." Balas Reza.

"Oh iya, papa sama mama kamu mana? Kakak belum salim." Ingat Fakhri.

"Lagi di luar kota kak, lima bulan, urusan bisnis." Jelas Reza secara singkat.

Fakhri khawatir pada mereka, terutama pada Aurora. "Lima bulan? Terus kalian gimana? Makannya gimana? Uang jajannya?"

"Santai kak santai, kita masih punya tetangga sama orangtua kok."

"Tap—"

"Makanan diurus sama tetangga ya meskipun makan malam nya enggak terus kalo uang jajan ditransfer." Jelas Reza lagi.

"Yaudah kalo butuh apa-apa kabarin kakak aja ya? Punya nomornya?" Reza menggeleng.

"Yaudah nomor kamu sini, nanti kakak chat." Reza menyebutkan nomornya.

"Bentar ya kak, Eja ke dapur dulu." Katanya dan setelah beberapa menit ia kembali dengan dua gelas teh manis hangat dan satu sendok.

"Minum kak," Reza menaruh segelas teh manis hangat di hadapan Fakhri.

"Iya makasih, padahal gak usah repot-repot lho." Reza tersenyum sebagai respon.

"Btw itu buburnya satu lagi buat siapa kak?" Tanya Reza sambil melihat satu kantong plastik yang berisi bubur.

Fakhri tersenyum. "Buat Ara, kakak kamu."

"Wah, boleh juga." Ucap Reza.

"Ha?" Fakhri meminum teh manis hangatnya.

"Kakak suka sama kak Rora?" Tanya Reza, to the point.

"Uhuk uhuk!" Ia tersedak minumannya karena cukup kaget dengan pertanyaan dari Reza.

"E-emang keliatan banget?"

Reza mengangguk dengan semangat. "Banget. Oh iya, Eja cuman mau ngasih tau aja sih kalo kak Rora tuh susah buat dijadiin pacar. Soalnya dia jomblo dari lahir meskipun banyak yang suka. Udah gitu orangnya gak pekaan, bego juga. Dan yang paling penting, dia gak suka sama cowok ta—"

Kakak beradik itu lupa jika sang kakak punya mantan, meski hanya satu.

Ceklek!

"HA?!" Fakhri kaget dengan ucapan yang barusan ia dengar.

"Apa-apaan anjrit, gue suka ya sama cowok. Belum nemu tipe cowok ideal gue aja makanya gue masih jomblo. Tuh mulut minta dijejelin cabe setan ya, ha?!" Aurora hanya mendengar kalimat terakhir yang diucapkan Reza.

"Ya kan Eja juga belom selesai ngomong. Maksud Eja tuh tadi mau bilang tapi boong, eh malah udah dipotong sama kalian." Jelasnya.

"O. Y. Gak percaya." Balas Aurora.

"Bodo amat." Balas Reza. Reza lalu memakan bubur yang daritadi hanya ia lihat.

"Ara, nih bubur buat sarapan." Fakhri menyerahkan bubur tersebut.

"Makasih Ri tapi—"

Reza menatap tajam ke Aurora. "Sarapan kak! Lu mau punya maag kayak gua gara-gara jarang sarapan, ha?!"

"Tap—"

"Mau gua gaplok hah?"

"Lu berani ngegaplok gue?!"

Reza menatap buburnya. "Ya enggak sih." Aurora lalu tersenyum.

"Yauda gue sarapan dulu, tapi lu nunggu lagi gapapa?"

"Santai." Jawab Fakhri.

•Older Me•

salam jodoh, rangurlazy

𝐎𝐥𝐝𝐞𝐫 𝐌𝐞Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang