Malam ini bulan dan bintang tidak menampakkan dirinya. Langit malam gelap gulita, benar-benar mencerminkan keadaan saat ini, di mana hampir separuh dari Mansion Ainsworth hancur dan sisanya ditumbuhi oleh kristal keruh berenergi jahat. Jika menyangkut masalah kristal, siapa lagi kalau bukan Claire Ainsworth. Menyandang gelar sebagai Empress of Crystal, sudah menjadi bukti kuat bahwa gadis vampir itulah pelakunya karena diantara semua anggota Keluarga Ainsworth, hanya Claire yang bisa mengeluarkan kekuatan kristal sebesar itu.
Luapan-luapan energi jahat tersebut kemudian meledak secara tiba-tiba, diikuti oleh cahaya oranye seperti matahari yang membakar kristal-kristal keruh tersebut, membuat kondisi Mansion yang awalnya gelap kini sedikit terang. Tak berhenti sampai di situ, ledakan-ledakan lain pun turut mengikuti. Kali ini lebih besar dan ganas, hingga menyebabkan api membakar rumput di halaman rumah. Sepertinya Goddess of Vermilion tengah mengamuk di dalam sana.
Para anggota Keluarga Ainsworth hanya bisa terdiam seolah tak berdaya, sembari meratapi pertarungan yang terjadi di dalam. Tidak berani untuk ikut campur dalam pertarungan hidup dan mati antara dua orang Anak-Emas keluarga mereka. Orang-orang itu hanya bisa berharap bahwa malapetaka ini segera berakhir.
Di sisi lain, tepatnya di dalama Mansion, Eliza Ainsworth berdiri kokoh dengan luapan energi api yang mengelilingi tubuhnya. Menatap tajam Claire, kakak tirinya yang tiba-tiba hilang kendali dan berubah menjadi vampir kesetanan. Begitulah yang dipikirkan Eliza
"Otakmu sakit, Kak," ledek Eliza.
Claire mendecih tak suka. "Kau yang sakit! Bagaimana bisa kau merebut semuanya? Kenapa kau harus merebut semuanya?!"
Berteriak, Claire melepaskan serangan kristal secara membabi-buta dan berskala luas, membuat Eliza kesulitan untuk bertahan hingga akhirnya memilih meledakkan semuanya dalam sekali serangan. Di saat itu pula, keadaan di sekitar mereka yang awalnya sudah panas, kini malah semakin panas karena api Eliza.
"Sejak kapan aku merebutnya? Kau yang sibuk dengan ambisimu bahkan tidak meliriknya sama sekali. Wajar jika dia menjauhimu!" bentak Eliza tidak terima. Bahkan gadis itu juga melemparkan serangan bola-bola api berukuran sedang akibat emosinya.
Claire lantas membuat perisai raksasa dari kristal untuk menahan serangan Eliza. Di balik perisai tersebut, tatapan Claire kosong, perkataan Eliza seolah menohok hatinya. Memang benar selama ini seorang Claire Ainsworth sibuk dengan ambisinya untuk menjadi sempurna, membuatnya mengacuhkan sosok yang akan menjadi teman dalam kehidupan abadinya nanti. Namun, Claire tidak pernah mengucapkan kata menolak. Maka seharusnya orang itu masih menjadi miliknya, 'kan?
"Aku tidak pernah berkata bahwa aku menolaknya," lirih Claire. Tangannya yang semula bersiap untuk memberikan serangan, mendadak ia jatuhkan karena lemas.
"Eliza, kau selalu mengalah padaku bukan?" tanyanya dengan raut wajah putus asa.
Eliza hanya diam. Gadis itu juga mengurungkan serangannya begitu mendapati raut wajah menyedihkan sang Kakak. Sejenak ada keheningan di antara mereka berdua hingga kemudian Claire kembali melanjutkan kalimatnya.
"Bisakah kau juga mengalah untuk yang ini, seperti biasanya?" ujar Claire dengan nada memelas.
Keheningan lagi-lagi menyelimuti mereka berdua. Hanya ada rasa panas di kulit karena api yang membara juga pancaran perasaan negatif dari kristal kehitaman milik Claire. Selain itu benar-benar senyap, sampai kemudian suara tawa dari Eliza pecah begitu saja seperti orang kesetanan. Hal itu membuat Claire mengerutkan alis.
"Hahahaha!"
Diselingi oleh tawa tak wajar, Eliza menutup separuh wajahnya dengan satu tangan. Kemudian, semakin lama tawa gadis itu semakin lirih dan benar-benar berhenti saat Eliza menampilkan tatapan kasihan serta senyum mencemooh. Gadis itu berkata,
"Claire, sayangnya untuk yang ini aku ingin menjadi egois."
Perkataan Eliza barusan seperti korek yang menyalakan sumbu kembang api. Claire yang notabenenya adalah Ainsworth's Princess langsung berteriak, mengamuk bagai kembang api yang meletus. Karena luapan emosinya tersebut, kristal-kristal keruh di sekitar Mansion langsung berubah menjadi hitam sepenuhnya, memberikan efek korosif kepada apapun yang berada di dekatnya.
Melihat Kakaknya yang mulai kehilangan akal sehat, Eliza mengumpulkan tenaga untuk memberikan satu serangan mematikan yang akan melumpuhkan, atau mungkin bisa membunuh Kakaknya itu dan ia sudah mempersiapkan hatinya untuk ini. Jika memang kematian Kakaknya adalah satu-satunya jalan keluar untuk menghentikan semuanya, maka akan Eliza lakukan. Lagipula, mereka hanya saudara tiri, tidak lebih.
Begitu kristal-kristal keruh sudah berkumpul menjadi satu di tangan Claire, gadis itu langsung memberikan satu serangan mematikan ke arah Adiknya. Eliza yang sudah menduga hal ini, juga memberikan serangan terkuat miliknya. Secara bersamaan, tubrukan dua kekuatan besar berhasil membuat ledakan cahaya, menyebabkan gelombang kejut serta membutakan sejenak mata orang-orang yang berada di luar.
Setelah ledakan cahaya itu mulai meredup dan pengelihatan orang-orang telah kembali, pemandangan yang pertama kali dilihat adalah dua orang Putri Kebanggaan Ainsworth saling berharap satu sama lain. Yang satu berdiri kokoh sembari mengangkat pedang api di tangannya, sedangkan yang satu lagi duduk bersimpuh seolah meminta pengampunan.
"Ada kata-kata terakhir, Kak?"
Claire hanya diam. Gadis itu kemudian menaikkan kepalanya, menatap nanar Adik tirinya yang kini akan menjadi algojo kematiannya. Sebuah seringai kecil ia tampilkan.
"Setidaknya aku lebih baik darimu."
Itulah kata-kata terakhir seorang Claire Ainsworth sebelum sebilah pedang menyentuh lehernya.
© To Be Continue ©
07/06/2022
A/N: Mencoba untuk menulis kisah klasik berlatar abad pertengahan 😅
KAMU SEDANG MEMBACA
Bloody Rose
Vampire|| 𝐒𝐄𝐂𝐎𝐍𝐃 𝐎𝐑𝐈𝐆𝐈𝐍𝐀𝐋 𝐒𝐓𝐎𝐑𝐘 || Bangsawan tetaplah Bangsawan. Tumbuh besar di lingkungan yang berbeda membuat Claire dan Eliza bagaikan dua sisi koin. Claire Sang Putri Kesayangan hidup bergelimang harta kekayaan, mendapat semua apa...