Act 2-3 [Chiosco]

48 4 6
                                    

Jarum panjang baru berputar sekali sejak Gio meninggalkan rumah Corne. Gadis itu merasa sedikit kecewa karena kesempatannya untuk menunjukkan kemampuannya 'memilih pembantu rumah tangga' tidak bisa ia perlihatkan langsung pada teman lamanya itu. Kalau saja Gio mencicipi sup buatan Vino, Corne pasti akan mendapat rentetan pujian—gadis naïf ini sama sekali tidak menyadari bahwa apa yang ia pikirkan ini bahkan melebihi bodoh.

Corne dan Vino baru saja selesai makan malam, kemudian untuk melancarkan pencernaan, mereka duduk di ruang tengah dan menonton televisi. Corne memang cuma ingin duduk, sehingga ia serahkan pilihan channel ke Vino. Gadis berseragam gaun gothic itu langsung memindah ke saluran yang menayangkan kartun Jepang—atau Vino menyebutnya...

"Apa tadi? Annie-May?"

"Anime! A-N-I-M-E! Duuh, otakmu itu otot semua ya? Aku baru saja mengatakannya bukan?" Vino protes tanpa menoleh ke arah Corne. Ia sepertinya tidak ingin ketinggalan sedetikpun dari tayangan kesukaannya ini.

"Sorry, sorry..." Merasa tidak punya pilihan, Corne pun ikut menonton. Sejenak kemudian, ia masih tidak mengerti kenapa remaja seusia Vino, yang seharusnya lebih sering menonton drama romantic berhiaskan wajah-wajah aktor tampan, lebih suka menonton tayangan ini.

"Ini kan kartun... Apa kau tidak merasa terlalu tua untuk tayangan ini?"

Vino menutup kedua matanya dan menggertakkan giginya, "Cornetto Leale... Kalau kau tidak tahu apa-apa, jangan bicara! Asal kau tahu saja, anime itu tidak diciptakan untuk anak-anak!"

"Benarkah itu?" Corne kelihatan seperti terkejut, namun sebenarnya ia hanya pura-pura, semata-mata untuk menjahili Vino.

"Eeh, lebih tepatnya, tidak HANYA diciptakan untuk anak-anak..." Wajah Vino sedikit berubah segan, namun sedetik kemudian ia kembali mengeraskan air mukanya, "Anime bisa dinikmati segala umur. Ada sajian untuk anak-anak, remaja, maupun orang dewasa. Tidak jarang anime menyentuh konteks social dan psikologi. 'Kenapa manusia hidup? Kenapa manusia berinteraksi dengan satu sama lain?' Pertanyaan-pertanyaan seperti itu sudah menjadi makanan sehari-hari penikmat anime. Ditambah dengan penyutradaraan kelas top dan pengisi suara yang seakan menyatu dengan karakter yang mereka perankan, anime—"

Corne mulai berhenti mendengarkan ocehan yang tidak ia mengerti itu dan kembali mengalihkan perhatiannya ke televisi, "Lho, lihat tuh, Ada yang mati."

Mendengar itu Vino langsung menghentikan ocehannya dan kembali menghadap televisi. Menyadari ia sudah ketinggalan sesuatu, ia memegangi kepalanya seperti seseorang yang menyadari ia melakukan kesalahan kecil yang besar, "Aah! Aku ketinggalan adegan favoritku! Aku sudah bersumpah untuk selalu melihatnya ketika aku menonton ulang anime ini setiap dua minggu sejak dua tahun yang lalu!"

"Jadi kau sudah menonton anime ini berapa kali...?"

Mereka kemudian melanjutkan menonton dengan tenang. Namun karena tidak tahan menyimpan uneg-unegnya, Corne berbicara lagi, "Acara ini benar-benar bodoh."

Corne melirik ke arah Vino. Ia berpikir Vino akan meledak-ledak lagi. Namun tidak disangkanya gadis itu tetap memasang wajah datar. Tanpa menoleh ke arah Corne, ia bertanya, "Corne, apa kau pernah melihat film Ghosted Away?"

By Her Highness' WillTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang