10. Cemburu pembawa Berkah

20.5K 1.4K 4
                                    


»»

"Selamat pagi mang, eeh" Kiva menutup mulutnya, kaget dan bingung saat lelaki yang di sangka mang maman ternyata bukan.

"Pagi mba, saya Alif. Anaknya pak maman. Bapak lagi sakit jadi aku yang gantiin" ujar alif sopan.

"Inalilahi, mang maman sakit apa?. Sudah di perksia ke dokter?" Tanya Kiva khawatir.

"Udah mba, kemaren udah di bawa ke puskeamas. Kata dokter Bapak cuma kecapean. Maklum lah mba sudah tua jadi gampang capek" Alif terkekeh pelan di susul senyum kecil Kiva.

"Syukurlah, semoga mang maman cepet sembuh yah" ujar Kiva tulus.

"Amiin, makasih Mba" 

"Khmm" deheman menginterupsi percakapan antara Kiva dan Alif, mereka serempak menoleh dan sosok tubuh tinggi besar tengah melipat tangannya di atas perut serta raut wajah mengeras.

"Sudah 20 menit aku menunggu, kenapa kopi pesananku belum juga di antar?"

"Oh saya lupa, maaf pak. Saya buatkan sekarang" Kiva meringis saat Dimas membuang muka seraya melangkah pergi kembali ke ruangannya.

"Ya robbi, baru sehari jadi istri sudah bikin hati suami kesal" Kiva menghela nafasnya pelan, lalu mengambil nampan kayu. Dan segera bergegas mengantar kopi pesanan suaminya.

"Aku tinggal dulu ya Lif" Kiva tersenyum singkat lalu berjalan hati-hati kearah ruangan suaminya.

Tok-tok-tok

Kiva mengetuk pintu ruangan Dimas tiga kali, tetapi tak ada jawaban, apa sebegitu marahnya Dimas fikir Kiva was-was.

Tok-tok-tok

Untuk kedua kalinya Kiva mengetuk pintu,hingga 15 menit Kiva menunggu sama sekali tak ada sahutan, Kiva menelan ludahnya saat memberanikan diri membuka pintu ruangan Dimas, dan matanya melihat suaminya yang tengah berbicara dengan sosok pria yang tak Kiva kenal sebelumnya.

Keduanya menoleh menatap Kiva dengan tatapan berbeda, Dimas dengan wajah cemberutnya seperti balita yang tak di kasih mainan dan Damar dengan ekspresi kagum dengan mata berbinar seakan melihat sebongkah berlian.

"Maaf, saya hanya mau mengantar kopi pak" ujar Kiva saat di rasa ia telah lancang berani masuk tanpa ijin dan telang menganggu pembicaraan Dimas dan rekannya yang mungkin sangat penting.

"Enggak apa-apa ko, hehe...awww" Damar langsung mengaduh saat bulpoin tepat mengenai pelipis.

"Gue mutilasi Lo" umpat Dimas dan langsung berdiri dari duduknya, ia melangkah kearah toilet untuk membasuh muka, ia butuh penyegaran dari hati yang di lanca cemburu.

"Astagaa, Lo kenapa sih dari tadi sensi mulu. Lagi PMS" Timpal damar agak meninggikan suaranya, tapi langsung di balas debuman keras pintu toilet.

Kiva mengerjap pelan, ber-istigfar dalam hati, rasanya ia sudah gugur sebelum perang. Gagal dalam menjalani tugas sebagai istri yang baik untuk suami.

"Eh, sorry yah dia memang begitu. Labil hahaha" Damar terkekeh pelan.

"Tidak apa-apa" Balas Kiva pelan, Damar mengangguk pelan tapi matanya tetap menatap Kiva. Pantas saja Dimas kaya orang gila, bening banget batin Damar.

Kiva melangkah maju dan meletakan cangkir kopi yang pasti sudah tak panas lagi keatas meja Dimas, matanya melirik kearah toilet dan sosok tubuh besar menatapnya intens.

Dimas melangkan mendekat dan duduk di kursi kebesarannya.

"Keluar Lo, Gue ada perlu sama Istri Gue. Sana Bian pasti sudah beres kerja" usir Dimas.

"Sialan Lo" Damar mengumpat lalu beranjak pergi keluar ruangan.

"Eh, tapi boleh gue culik kan sekertaris Lo" lanjut Damar dengan kerlingan mata nakal.

"Terserah"

**

Kiva melangkah mendekati Dimas yang kini sudah duduk di sofa, mengambil tangannya lalu mengecupnya pelan.

"Maaf mas, tadi aku nanya keadaan mang maman yang sakit" Ujar Kiva pelan, mau tak mau damar sedikit luluh saat memandang wajah menyesal istrinya.

Ia menarik lengan kiva hingga tubuh kecilnya terduduk di pangkuannya dan kedua tangan kekarnya membelit pinggang ramping istrinya posesif.

"Astagfirullah Mas, kalau ada yang masuk gimana?" Kiva tergagap, bagaimanapun ini di kantor dan banyak kemungkinan pintu ruangan suaminya akan di buka sesorang, entah itu sekertaris atau pegawai.

Dimas terkekeh pelan, lalu mengecup kening Kiva.

"Pintunya sudah di kunci ko sayang, jadi enggak perlu takut ada yang lihat. Lagian aku enggak mau mempertontonkan cumbuan kita"

"Mas" wajah Kiva memerah akibat ucapan suaminya yang menurutnya begitu fulgar, tetapi kebalikan dari Dimas yang begitu menikmati wajah imut Kiva.

"Sayang" Kive mendongkak dan wajahnya semakin memerah akibat tatapan suaminya yang berkabut penuh gairah.

"Mas" panggil Kiva pelan dan ia menelan ludahnya saat jemari besar suaminya membuka kerudung merah hati yang ia pakai, kecupan selembut kapas pun ia rasakan di setiap inci wajahnya.

Kiva terpekik saat tubuhnya melayang, Dimas menggendongnya kearah toilet.

"Wudhu dulu sayang" bisik Dimas pelan, dan kecupan kembali terasa di kening kiva sebelum pintu toilet tertutup.

***

Dimas memandang tubuh istrinya yang terbalut selimut tipis, Kiva tertidur akibat rasa lelah setelah percintaan yang di lakukan di kamar kecil dan ranjang yang tak terlalu besar, Tempat Dimas kalau malas pulang atau istirahat dari rasa lelah bekerja.

Dimas tersenyum kecil menertawai dirinya sendiri yang begitu kekanakan, marah akibat melihat istri berbicara dengan pria lain, oh man itu bukan gaya Dimas sama sekali bukan tetapi sekarang ini menjadi salah satu sifat dimas yang nyata.

Kiva mamang wanita luar biasa yang dapat merubah sifatnya.

**


2 Hati (Dimas-Kiva)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang