19 - Cinta Sampai di Sini

36 5 1
                                    

Lindi
Hadeh males banget jalan besok
Mending bobok seharian deh rul

Rully
Ayolah sekali2 ini
Emang nggak bosen pp kampus rumah melulu?

Lindi
Liat besok aja deh gimana

Rully
Ok, nite lin
Jangan mimpiin aku terus ya
Nanti kangen 😊

"Apaan sih?" Gumamku diiringi kekehan kecil. Segera kumatikan lampu belajar, bersiap-siap tidur usai menggosok gigi, mencuci muka, dan memulaskan skin care malam berupa toner dan gel cream.

Ting!

Ya Tuhan, tidak inginkah Rully beristirahat? Seharian puas ngobrol di kampus, masih mau mengajakku chatting?

Lensa
Kak turun ke bawah deh!
Cepetan!

Awas kalau hanya perkara minta tolong dibuatkan segelas susu hangat agar ia bisa memejamkan mata, kutimpuk lututnya dengan buku ensiklopediaku.

"Lin,"

Ayah yang sedang mendapat jatah work from home selama sebulan, tiba-tiba muncul di ambang pintu kamarku.

"Kenapa, Yah?"

"Ada yang pengen ketemu kamu. Penting."

"Siapa? Cewek atau cowok?"

Ayah tersenyum simpul, menggamit lenganku yang beranjak dari kasur menuruni tangga, menjumpai ekspresi terkejut bunda serta Lensa di hadapan seorang wanita muda cantik berpakaian semi formal, tampak tersenyum menyapaku.

Jelas kukenal siapa dia.

"Bunda bikin minum dulu, kalian ngobrol-ngobrol gih."

"Ayah balik nonton bola, ya, Lin."

Mereka berdua memberi kami ruang privasi, Lensa sendiri mengikuti ayah meski tatapan awasnya terus menusuk menyelidiki.

"Duduk, Kak." Kataku sopan. "Sama siapa ke sini?"

"Sendiri, baru pulang dari kantor."

"U-udah makan belom? Mau aku siapin?" Tawarku gugup, tetapi kelembutan suaranya menghadangku.

"Nggak usah, makasih. Aku udah makan bareng klien tadi. Kamu apa kabar? Lama banget kita nggak ketemu."

"Baik, Kak. Bener, terakhir kita ketemu pas aku libur UAS semester kemaren."

Paras ayunya menggugah penyesalan dalamku, mengapa sepulang kampus tiga jam lalu tidak segera mandi, mengingat tak sebanding harumnya dengan seseorang bernama Ratna Millanisti ini.

"Aku tahu alamat rumahmu di Jakarta dari orang kepercayaanku. Maaf, aku terkesan menguntitmu secara negatif, padahal bukan begitu maksudku." Terbersit nada bersalah saat Milla berujar.

Aku tersenyum sekenanya. "Nggak apa-apa, Kak, wajar.. mungkin Kakak bingung, kenapa aku sekeluarga pindah ke Jakarta nggak bilang-bilang. Ternyata sampe sini sama aja, ayah cuma bisa pulang tiap weekend, sama kalau lagi WFH."

KANNESIA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang