28. Tentang Gavin
•
•
•
Rama termenung di kursi depan ruangan Raga. Kenyataan yang kemarin ia dapat terlalu membekas di pikiran dan hatinya. Takdir begitu lucu dengan membolak-balikkan keadaan. Hidup yang selama ini ia kira aman, ternyata memiliki banyak ancaman.Orang tuanya di bunuh, dan saat ini Raga menjadi incaran untuk dilenyapkan. Yang makin membuat Rama pilu adalah, sosok berbahaya tersebut ada di sekitar keluarganya. Bima, Rama kenal siapa dia. Kakak angkat dari Gavin setelah ibunda Gavin menikah kembali.
Rama mendongak ketika Raka berdiri di depannya sambil mengulurkan sebotol air mineral. Dengan senang hati Rama menerima lalu meminum cairan bening itu lantas membukanya.
"Mau liat Gavin gak, Kak?" Pertanyaan Raka tentu membuat Rama menoleh bersamaan dengan tautan alis yang ia tunjukan.
Raka berdiri, "sini aku tunjukin Gavin. Ruangan dia gak jauh dari sini kok."
Rama hanya mengikuti langkah Raka. Mereka menyusuri lorong-lorong rumah sakit dan menuju ke bangsal lain. Rama hanya mengernyit. Ada apa sebenarnya? Gavin, Rama lama tidak melihat sahabat Raga tersebut. Bahkan untuk berkunjung ke rumah saja sepertinya jarang. Padahal, dulu Gavin tidak pernah absen menghampiri rumahnya.
Pada salah satu ruangan, Raka berhenti. Ia membuka pintu dan mempersilakan Rama masuk untuk melihat kondisi pemuda yang kepala juga tangannnya terbalut perban di sana.
Itu Gavin. Rama tidak salah lihat, itu benar-benar Gavin. Tapi bagaimana bisa kondisinya seperti ini? "Gavin kenapa, Ka? Kok bisa kayak gini?" Tanya Rama.
Raka memasuki rumah Gavin dengan napas memburu. Adiknya kembali hancur karena Bima. Apakah ada kakak yang terima jika sang adik terbaring lemah bahkan hampir merenggang nyawa? Tidak ada!
"Cukup, Bang! Lo udah kelewat batas. Raga lumpuh, Bang. Dia bahkan kehilangan ginjal dia karena lo! Apa gak cukup penderitaan dia sih, Bang?" Raka samar-samar mendengar keributan dari lantai atas. Letaknya di balkon utama. Dengan gesit ia langsung berlari ke sana. Tidak peduli dengan kesopanan karena ia masuk tanpa izin. Orang tua Gavin juga sangat sibuk bekerja, jadi seharusnya tidak masalah, bukan?
"Iya, kurang! Gue mau dia mati, Vin! Itu yang gue mau. Dia harus membalas kematian Mama. Nyawa dibalas nyawa," suara Bima terdengar. Anggap saja Raka tidak sopan karena menguping pembicaraan mereka.
"MAMA ABANG MENINGGAL ITU KARMA! Dia terlalu kejam ingin membunuh Mamanya Raga hanya karena cinta di masa lalu. Itu salah, Bang! Akhirnya apa? Kedua nyawa orang tua Raga gak terselematkan. Bahkan, Tante Shanti harus menanggung dosa besarnya hingga meninggal. Itu semua karma, Bang. KARMA!"
KAMU SEDANG MEMBACA
SEKUAT RAGA [END]
Teen FictionDi saat anak seusianya mengejar ilmu dan bermain, ia harus memilih menghabiskan waktu di rumah. Ketika teman-temannya memikirkan tujuan hidup mereka, ia hanya mengikuti apa kata orang saja. Karena hidupnya memang tak memiliki tujuan. Namanya Raga, p...