BAB 7

240 52 83
                                    

Maaf ya kalau ada bahasa yang kurang baku. Sebelum baca alangkah baiknya kalian vote, kalo nggak..... Juga gak papa deh aku gak maksa. ;)

Rumah yang sepi dan gelap itu menyambut kedatangan Nayla, dia baru saja pulang sehabis menjenguk Mona diantar oleh Cakra.

Sepertinya kedua orang tuanya belum pulang bekerja. Nayla melangkahkan kaki jenjangnya memasuki rumah besarnya, dia meraba dinding lalu menyalakan saklar lampu ruang tamu.

Setelah itu kakinya menaiki tangga menuju kamarnya untuk mandi karena badannya lengket sehabis menjenguk Mona dan menemani Cakra kesupermarket karena ada barang yang harus dibelinya.

Nayla sudah memakai piamanya, rambutnya ia kucir kuda. kemudian dia keluar dari kamar untuk menemui Karin kakaknya.

Saat sudah sampai didepan kamar Karin, Nayla langsung membuka pintu itu, tidak ada Karin didalam.

"Kemana sih tuh orang, kok gak bilang kalo mau keluar." ucap Nayla, dia melangkah keluar dan turun kebawah.

Saat sudah sampai dilantai bawah ia langsung menuju dapur, tetapi belum sampai disana dia mendengar suara teriakan seseorang dari arah ruang bawah tanah. Nayla penasaran dengan suara itu lantas ia langsung bergegas kesana.

"Itu orang bego apa gimana sih! Pintunya kebuka gini kalo ada yang kesini bisa berabekan, Karin sialan!" Nayla terus mengoceh tidak jelas, karena melihat pintu bawah tanah terbuka.

Terlihat seorang wanita dengan dandanan menor dan baju yang ketat itu duduk dikursi dengan posisi diikat.

"Bagus kak, lo seneng-seneng gak ngajak gue!" ujar Nayla dengan tepuk tangan ia menatap Karin sinis.

Mendengar suara itu Karin berhenti menguliti paha wanita itu, dia menatap adeknya itu dengan memutar bola matanya malas.

"Lo biasanya juga gitu, napa lo kesini mau ikut-ikut? GAK BISA INI JATAH GUE!" ujar Karin dengan menekankan kata terakhir.

"Lo gak liat tuh pintu, kebuka kalo ada yang liat gimana, untung mama sama papa belum pulang,"

Karin menepuk dahinya, "Gue lupa tadi, gasabar mau bermain darah sama mangsa gue," Nayla menatap wanita itu yang sudah bercucuran darah.

"Siapa dia? Kayak pernah liat." tanya Nayla, dia memperhatikan wanita itu yang tertunduk.

"Dia sekretaris papa, kerjanya cuma ngejalang, dan dia hampir merusak hubungan orang tua kita. Liat aja tuh penampilannya sangat tidak pantas," jelas Karin menatap wanita itu yang bernama Sindi.

"Apa ngerusak hubungan orang tua kita, kurang ajar banget nih orang, punya nyawa berapa lo? Berani-berani ngerusak kebahagiaan keluarga kita!" sentak Nayla dengan aura yang mengerikan, rasanya dia ingin mencabik-cabik daging Sindi.

Sindi menatap mereka dengan tersenyum licik, "kalo sampai tuan Erlan tau kalo anaknya suka menyiksa dan membunuh orang, dia pasti kecewa dengan kalian."

"Papa gak akan tau soal ini. Dan lo, lo harus mati orang kayak lo gak pantas hidup!" Karin berujar dan dia kembali menguliti Sindi.

Akhh

Teriakan kesakitan itu menggema diruangan bawah tanah, Nayla menikmati suara seperti itu,  sangat menyenangkan baginya.

Dia terus memperhatikan Karin yang menggores-goreskan pisau di pipi mulus wanita itu.

Nayla mendekat kearah Karin dan Sindi, dia merebut pisau itu dari tangan kakaknya.

"Lo, ngapain Nay? Plis deh jangan ikut campur permainan ini!" Karin menatap adeknya dengan frustasi.

My Psychopath GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang