운명은 실수하지 않습니다.
"Takdir tidak membuat kesalahan."
"Raja Ludwig mungkin akan meminta berunding dengan Anda untuk gencatan senjata." Suara seorang pria yang ada di dalam ruangan itu. Dari logatnya, aku yakin dia orang suku Jung.
"Pangeran." Suara dingin yang tenang dan lembut itu adalah milik Sang Putra Mahkota Orient, putra pertama Kaisar, Pangeran Haru.
"Maaf?"
"Dia Pangeran Ludwig, bukan Raja Ludwig. Dia belum menjadi Raja. Dia adalah adik tiri dari Raja Nordhalbinsel yang sekarang." Kata Haru. Aku sudah mencuri dengar pembicaraan ini selama kurang lebih setengah jam dan pembicaraan mereka berdua masih juga belum selesai. Kakiku mulai terasa pegal dan gatal. Malam semakin larut. Udara semakin dingin. Serangga-serangga musim semi beterbangan di sekitarku. Aku benci serangga. Tapi ini informasi yang lumayan menarik. Pangeran Ludwig—yang sepertinya menggantikan Raja Xavier untuk sementara waktu entah karena alasan apa—akan datang ke Istana Matahari besok. Aku harus mendengarkan lebih banyak lagi meski serangga-serangga itu mulai menggangguku. "Selama Raja Xavier masih hidup, dia masih seorang Pangeran. Jadi apa pun yang dia lakukan, keputusan apa pun yang dia ambil, tidak bisa dianggap sebagai keputusan Raja. Kita tidak bisa—siapa di sana?"
Sial. Kakiku digigit serangga sehingga mau tak mau aku menggerakkannya sedikit tadi. Tak kuduga telinga Haru dapat menangkap suara gerakan sekecil itu.
Pintu terbuka, menampakkan Haru yang terlihat curiga. Otakku dengan cepat mengarang cerita yang masuk akal.
Aku mengingat-ingat kembali keberadaan semua anggota keluarga Kaisar saat ini. Kaisar sedang di aula utama, minum teh bersama Maharani. Putri Mahkota Sae-Byeok sedang jalan-jalan di taman menikmati pemandangan indah rembulan bersama para dayang. Siapa yang bisa kujadikan kambing hitam?
Aku memasang tampang takut, menunduk, membuat tanganku sendiri terlihat gemetar, dan merubah nada suaraku, selembut mungkin, semanja mungkin, "Ampuni saya, Yang Mulia. Saya dipanggil oleh Pangeran Ketiga. Sepertinya saya tersesat."
Haru tidak langsung menanggapi. Kudengar dia pintar, jadi aku yakin dia tidak akan semudah itu mempercayai kata-kataku. Aku harus memikirkan cerita lain untuk berjaga-jaga.
"Pangeran ketiga?" Tanyanya, memastikan. Sudah kuduga, dia tidak akan langsung percaya. "Kenapa Yuza memanggilmu malam-malam begini?"
"Sa-saya tidak tahu, Yang Mulia." Jawabku, dengan sengaja tergagap. Aku masih menunduk, menghindari tatapannya. Dia pasti bisa langsung tahu bahwa aku berbohong jika aku menatapnya.
Dari sudut mataku aku dapat melihat Haru sedang mengamatiku. Tatapannya penuh penilaian. "Kau si penari itu, benar?" Dia bertanya lagi seperti menginterogasi. Tapi kali ini suaranya lebih lembut. Aku mengangguk. "Yuza baru saja meninggalkan Istana Matahari untuk kembali ke Jungdo, perintah mendadak dari Kaisar. Sepertinya kau tidak perlu pergi menemuinya malam ini. Kau bisa kembali ke kamarmu. Ini sudah larut."
"Terima kasih banyak, Yang Mulia. Saya mohon undur diri."
Aku segera berbalik untuk kembali ke kamarku. Sebisa mungkin tidak berlari meski aku sangat ingin pergi dari sini secepatnya.
Tentu saja aku tahu Yuza mendapat titah dari Kaisar untuk kembali ke Jungdo dan menangani masalah pemberontakan di sana—pemberontakan dari rakyat yang timbul akibat rumor-rumor yang disebarkan oleh Elias atas perintah dari Raja Xavier. Aku mengamati seluruh pergerakan anggota keluarga Kaisar setiap hari dan menghafalnya lalu melaporkannya pada Elias jika dia berkunjung. Seperti itulah kami bekerja sama selama ini. Tapi belakangan ini sepertinya Elias sangat sibuk, sudah lama dia tidak datang berkunjung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lotus of East Palace
FantasyLanjutan dari 'The Rose of The South' Lee Yeon-Hwa menghabiskan seluruh hidupnya untuk berlatih agar dapat menjadi ksatria wanita. Impiannya terwujud. Di usianya yang ke dua puluh tahun kini dia sudah menjadi salah satu ksatria wanita Pasukan Montre...