Hello

442 54 2
                                    

Aku berlutut sambil terus memuntahkan semua isi perutku ke lubang toilet di hadapanku. Aku merasa mual dan kepalaku sangat pusing. Setelah cukup lama muntah, aku mengelap mulutku dengan punggung tanganku. Kemudian berusaha untuk beristirahat sejenak dari aktivitas menyakitkan ini. Rasanya melegakan bisa sejenak bernapas. Tapi aku tahu bahwa ini belum berakhir. Benar saja, tidak lama kemudian, rasa mual menyerangku lagi dan aku kembali muntah.

HUEK!

HUEK!

"ARGHHH... SIALAN!"

Air mata yang yang kubendung tidak bisa tertahan lagi. Hingga tanpa sadar aku menangis terisak. Air mata itu juga membasahi kedua pipiku dan merusak riasan wajah yang sudah dengan susah payah di buat oleh para penata rias kami. Sebersit rasa bersalah menghampiriku karena ini. Sayangnya aku tidak bisa menahannya lagi. Aku tidak bisa mengontrol perasaanku saat ini. Aku benar-benar kehilangan kontrol atas diriku.

Dengan mata sembab, aku melihat kedua tanganku mulai gemetar. Hingga tanpa sadar, seluruh tubuhku ikut gemetar. Tidak hanya itu, aku merasakan napas di dadaku terasa berat. Semakin lama nafasku semakin berat. Seperti udara di paru-paruku mulai menipis. Tidak, lebih dari itu. Seperti berada dalam sebuah kolam dan aku berjuang untuk terus berada di permukaan. Aku tidak bisa melakukan apapun bahkan meminta tolong kecuali tetap terdiam di tempat karena suaraku seakan hilang di tenggorokanku.

Tetap bernapas.

Tetap bernapas.

Ayo, kau bisa melakukannya.

Bernapas.

Aku berusaha sekuat tenaga untuk bisa menenangkan tubuhku kembali dan aku tahu itu bukanlah sesuatu yang mudah. Rasanya sangat lelah dan otot-otot di tubuhku semuanya lemas. Cukup lama aku terdiam dalam posisi ini, bersimpuh di depan toilet sambil terus menangis, memeluk diriku sendiri.

Aku kehilangan kesadaranku tentang waktu. Entahlah bahkan aku sendiri tidak tahu sudah berapa lama aku di sini. Tapi aku tahu aku tidak bisa di sini lebih lama lagi. Setelah ini aku masih memiliki kegiatan yang harus aku kerjakan, dan itu menjadi alasan kenapa aku menghabiskan waktuku di toilet tidak berguna ini.

Dengan sebuah keyakinan yang baru, aku perlahan bangkit dan keluar dari bilik toilet. Ketika aku keluar, pandanganku langsung teralihkan oleh pantulan bayanganku di cermin. Dengan langkah gontai, aku mencoba melihat lebih dekat. Ketika jarakku cukup dekat dari cermin, secara otomatis tanganku langsung meraba riasan wajahku yang berantakan akibat menangis. Pulasan maskara dan eyeliner hitam yang meleleh bersama air mataku membuat wajahku terlihat menyeramkan. Jika di lain kesempatan, mungkin pemandangan ini akan membuatku tertawa. Tapi tidak sekarang, tidak ketika hati dan pikiranku terasa hancur.

Ya, tidak sekarang.

Bahkan saat ini aku tidak merasakan apapun. Jiwaku seperti kosong. 

***

"Hyun, apa kau baik-baik saja?" Suara seseorang membuatku tersentak kaget. Ketika aku menoleh ke sebelahku, aku melihat sepasang monolid menatapku dengan khawatir. Iris cokelatnya yang lembut sejenak menenangkanku. Jika saja dia tidak memanggilku lagi, mungkin aku sudah tenggelam dalam tatapannya yang menyejukkan itu

"Apa?" Tanyaku sambil berusaha mengumpulkan kesadaranku. 

"Apa kau baik-baik saja?" Tanyanya lagi. Aku mengamati Seulgi yang menatapku dengan bingung. Gadis berambut pirang itu sudah mengenakan kostum panggung dan mengenakan riasan di wajahnya. Artinya gadis-gadis yang lain pasti sudah selesai bersiap-siap di ruang ganti. Dimana aku baru saja menginjakkan kakiku di dalamnya setelah beberapa lama pergi.

It has been a whileTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang