6/1

2.9K 455 13
                                    

Kemarin sepertinya Juita lupa mengenai dunianya yang tidak baik bila terlalu sering bersinggungan dengan Gerka Daud itu. Pikirannya akan melayang jauh, konsentrasi buyar, hingga berujung pada pekerjaan yang teledor. Pagi-pagi buta Juita datang ke kantor untuk mengambil flashdisk berisi semua salinan data penting agar dia bisa mengecek pekerjaan sebelum masuk kerja adalah tindakan paling bodoh. Ya, Juita sudah sangat bodoh jika menyangkut Gerka. Dia rela bolak balik menggunakan kendaraan online setelah Gerka minta ditemani—yang tentu saja bukan hanya ditemani layaknya anak kecil yang tidak bisa tidur sendirian. Ini adalah Gerka, tujuan untuk meminta ditemani sudah pasti berbeda konotasi.

"Ngapain lo, Ju?" Sebuah suara mengagetkan Juita.

"Mey?" sahut Juita tidak menyangka Ameya ads di kantor di pagi hari begini. "Kok, lo masih di kantor?"

"Ada masalah sama komputer di rumah. Gue nginep. Lo ngapain ke kantor subuh-subuh gini?"

Untuk ukuran production house terkenal, Gerka memang mengembangkan perusahaan dengan sangat baik karena menyediakan ruangan khusus yang bisa dihuni beberapa orang pada masing-masing lantai untuk menginap jika memang terdesak. Itu semua dilakukan karena Gerka tahu, banyak karyawan yang tinggal dengan biaya kos yang terkadang membebani gaji pegawainya. Jika terdesak, pegawai itu boleh menginap di kantor dengan izin khusus dari Bimo—orang kepercayaan yang mengurus bangunan kantor agar tetap terjaga.

"Oh, ini ... FD ketinggalan." Juita menjawab dengan sesingkat dan mewakili sebisanya.

Ameya mengangguk dengan kalimat 'Ohh' yang cukup panjang. Juita tak mau memperlama kegiatan di sana karena sebentar lagi Gerka pasti bangun dan tak suka dengan tindakan Juita yang diam-diam menuju kantor demi pekerjaan. Pria itu akan memberikan perlakuan khusus pada Juita jika tahu hal ini.

"Oh, ya, Ju." Ameya membalikkan tubuhnya lagi untuk menanyakan sesuatu.

"Hm, ya, kenapa?"

"Bang Tito bilang lo lagi deket sama kenalannya, bener?"

Sejujurnya hubungan Juita dan Ameya agak merenggang semenjak Ameya memergoki Juita jalan dengan bos mereka. Dulu, Ameya sering mengajak Juita makan, mengobrol, dan lain sebagainya. Namun, semenjak mengetahui Juita dan Gerka memiliki hubungan tak wajar, Ameya agaknya menjauhi Juita tanpa memberikan alasan jelasnya.

Juita berdehem sejenak dan menatap Ameya dengan canggung. "Bang Tito cerita apa aja, Mey?"

Ameya menaikkan bahunya dan berkata, "Nggak banyak. Intinya dia juga ngerasa ada yang aneh antara lo dan si bos. Makanya waktu ada kenalan yang bilang tertarik sama lo, dia langsung setuju buat jadi cupid."

"Terus?" sahut Juita.

"Ya, nggak ada terusannya. Bang Tito juga nggak tahu keputusan dari hubungan kalian gimana. Makanya gue yang penasaran ini mastiin langsung ke lo."

Juita tidak sampai hati ingin menghindari pembahasan ini. Namun, Juita juga tak mau masalah itu diketahui banyak orang.

"Mey ... gue belum siap cerita."

Ameya mengangguk memahami. "It's okay, gue yang terlalu kepo dan ... terlalu pengen ikut campur buat ngingetin lo kalo hubungan beda agama itu menyakitkan, Ju."

Juita merasa ditampar begitu keras. Kepalanya bahkan mendadak pening oleh tamparan tak kasat mata itu. Berbagai macam pikiran menyerang Juita kembali, yang terdepan adalah keraguan.

"Gue tahu, Mey. Bahkan sekarang ini juga sakitnya mulai kerasa."

Ameya kembali mengangguk. "Gue pernah pedekate sama yang beda agama. Emang rasanya kayak hati lo super lengket dan orang itu berkesan banget buat lo, tapi akan lebih sakit kalo memulai perbedaan besar yang nggak bisa dikompromi dengan semudah lo bagi jatah keuangan."

Juita membutuhkan teman curhat yang benar-benar harusnya ada untuk dirinya. Belakangan, Juita memang sendirian dan Gerka terlalu membatasi orang-orang di lingkarannya. Tidak ada teman kantor yang mau mendekatinya karena Gerka selalu membatasi orang-orang kantor untuk berinteraksi dengan Juita. Baru disadari sekarang oleh Juita, bahwa tidak memiliki seseorang untuk diajak bercerita memang tidak menyenangkan.

"Mey, gue boleh main nggak ke kos lo, kapan-kapan?" tanya Juita yang sudah merasa mentok untuk memendam kecewanya sendiri.

Ameya terlihat terkejut. "Beneran? Lo emangnya nyaman kalo gue tahu cerita lo terlalu banyak?"

Juita tidak tahu. "Nggak ngerti, Mey. Gue nggak tahu harus cerita ke siapa lagi. Gue lagi dilema banget belakangan ini. Gue butuh temen cerita."

Ameya menyadari betapa frustrasinya Juita sekarang. Perempuan itu akhirnya mengangguk. "Lo boleh banget dateng ke kos gue, Ju. Nanti kalo mau dateng bilang aja. Soalnya kadang gue menghindari ibu kos, hehe."

Ameya yang begini adalah Ameya yang dulu sering mengajak Juita ke sana kemari. Semoga saja Juita bisa benar-benar berteman baik dengan Ameya. Karena dirinya benar-benar tak tahu harus bercerita ke siapa. Sebab membagi cerita pada Gerka hanya akan dipengaruhi dari sisi pria itu saja.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 16 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

I Love You're Doing That [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang