6

1.2K 301 102
                                    

Aku yakin benar keberadaanku di sisi Pak Damar hanyalah sebagai pemuas nafsu. Ia tak pernah bisa menjawab pertanyaanku setiap kali kutanya apa hubungan yang terjalin di antara kami berdua. Setiap pertanyaanku pasti selalu dijawab dengan diam.

Pak Damar pernah mengusulkan padaku untuk berhenti bekerja. Katanya, uang bulanan yang diberikannya padaku cukup untuk menghidupi keluargaku selama beberapa bulan. Usulan itu jelas kutolak. Aku tak ingin terlalu menggantungkan diri padanya. Lagipula, hubungan ini juga tak jelas bagaimana masa depannya, kan? Bisa saja bulan depan, minggu depan atau bahkan besok Pak Damar menyudahi semuanya. Nah, aku hanya menghindari kemungkinan terburuk seperti itu. Di saat semuanya berakhir, maka aku akan lepas darinya.

"Pak, sarapan dulu. Saya sudah masak. Hari ini, saya pulang agak malam dari biasanya karena bulan depan owner mau kasih promo baru. Ada makanan di kulkas. Bapak tinggal panasin aja. Kalau sekiranya Bapak nggak nafsu sama makanannya, tinggal pesan online."

"Diandra, pertimbangkan lagi usulan saya."

"Usulan soal apa ya, Pak?"

"Berhenti kerja."

"Maaf, Pak. Saya nggak bisa. Pekerjaan itu satu-satunya pegangan saya untuk masa depan. Saya nggak mungkin selalu bergantung sama Bapak karena bisa aja Bapak mengakhiri hubungan ini, kan. Kalau hal itu terjadi, saya nggak perlu takut banget karena masih punya pekerjaan."

"Yang harus kamu tau adalah saya nggak akan pernah menyudahi hubungan ini."

Hei, apa maksudnya? Tidak akan menyudahi hubungan ini? Apa ini artinya aku harus terus mengabdikan diri sebagai perempuan penghibur untuknya? Seumur hidupku?

Ini jelas lucu. Sangat lucu. Aku terjerembab di lubang yang kugali sendiri.

"Pak, maksudnya gimana?"

"Kita seperti ini. Selamanya."

"Pak, saya kan juga mau punya masa depan. Saya sama kayak perempuan lainnya. Saya punya impian untuk bisa berkeluarga, jadi istri dan ibu dari anak-anak saya. Kalau begini terus, gimana saya bisa mewujudkan mimpi saya?"

"Kita bisa menikah kalau kamu mau. Gimana?"

"Bukan yang kayak begini yang saya mau, Pak. Saya mau nikah sama laki-laki yang cinta dan sayang sama saya."

"Apa cinta segitu pentingnya untuk kamu?"

"Penting, Pak. Banget. Seenggaknya saya tau kalau ada seseorang yang nggak bisa hidup tanpa saya."

"Ada."

"Uh?" sahutku bingung.

"Saya. Saya nggak bisa hidup tanpa kamu, Diandra."

Ucapannya sukses membuatku membeku. Apa maksudnya? Tak bisa hidup tanpaku karena takut tidak bisa menyalurkan hasratnya?

OoO

Ucapan Pak Damar pagi ini sukses membuatku kena tegur. Bu Viona yang datang ke restoran mendapatiku tengah melamun di meja kasir. Beliau memang tak memarahi, hanya sekedar mengingatkan untuk selalu fokus selama di tempat kerja.

"Saya minta maaf, Bu."

"Nggak apa-apa. Jangan diulang ya, Di. Nggak enak kalau sampai ada customer yang notice. Nanti dikira restoran kita nggak kompeten karena mempekerjakan pegawai yang nggak fokus saat kerja. Kalau kamu ada masalah, baiknya diselesaikan dulu. Bapak kamu sakit lagi?"

"Nggak kok, Bu. Bapak sehat."

"Ya sudah. Kamu kembali kerja, ya. Saya mau ke ruangan dulu."

"Baik, Bu."

Ingin BahagiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang