Pulang

441 108 3
                                    

Kafe sudah tutup semenjak setengah jam lalu, semua pegawai kecuali Joss, Senja, dan Agra sudah pulang. Daisy memberikan kuncinya pada Agra, dia mengerti ada yang perlu mereka semua bicarakan malam ini.

Senja memakan pocky yang Joss beli dengan setengah hati, dia malas terus menerus ditatap teman-temannya. Sejak tadi pun mereka hanya mengobrol kesana kemari tanpa menyinggungnya.

Senja menyerah, ia menepuk meja yang sedikit terlalu kencang membuat semua atensi teralih pada dirinya sepenuhnya.

"Gue capek seharian kerja, jadi please mau pada ngomong apa. Pengen pulang, tidur."

"Mau pulang kemana anak nakal satu ini?"

Senja memutar bola mata malas mendengar pertanyaan sarkas dari Davin.

Afkar yang duduk di sebelah Davin menepuk bahu anak itu, ia beralih menatap Senja.

"Pulang ke rumah ya? Kita nginep juga disana malam ini. Ngga perlu bicarain hal apapun sekarang, masih ada besok."

Afkar yang lembut seperti biasa, Senja luluh. Ia hanya mengangguk dengan wajah lelahnya yang semakin terlihat.

"Ya udah balik aja deh sekarang." Rama mengusulkan, ia bangun lebih dulu menyeret Davin yang masih mendumal malas. Pras mengikuti dari belakang bersama Afkar dan Geo.

"Yok balik yok." Teriak Pras yang membuat kepalanya mendapat tabokan sayang dari Agra.

"Berisik bego."

Pras cengengesan, anak itu melanjutkan jalannya keluar kafe. Hanya tersisa Senja, Rean, Agra, dan Joss.

"Kalian duluan aja, gue mau minum bentar sama Joss disini."

Rean mengangguk, memberi kode pada Senja untuk beranjak dari duduknya. Anak itu menurut, ia mengangguk pamit pada dua teman kerjanya dan mengikuti Rean.

Udara dingin menyapa kulit mereka saat Senja baru membuka pintu kafe. Rean merangkulnya, menatap setiap inci wajah Senja.

"Gue disini, kita disini. Lo ngga perlu lari sendirian."

Setelahnya dua orang itu menghampiri yang lain di parkiran. Senja mengernyit melihat lima kakaknya berkerumun dan membelakanginya. Hingga saat mereka berbalik, senyuman terpatri di bibir pinknya.

Davin membawa cake kecil dengan lilin menyala berangka 16 diatasnya.

"Happy birthday Senja.."

Senja tertawa mendengar nyanyian mereka, entah mengapa rasa rindunya kembali menguar bersama obatnya yang sekaligus datang. Ia senang, sangat senang. Meski tetap ada kesedihan saat satu tempat masih saja kosong diantara mereka.

Tidak ada Arka.

Ia menutup mata, membuat permohonan untuk semua yang ada disisinya. Matanya bertemu pandang dengan Davin, terlihat gurat lelah di sana. Senja baru mengingat Davin baru kembali dari Bali.

"Kenapa? Ayo tiup. Mumpung masih jam dua belas kurang, masih birthday lo."

Senja tersenyum, ia meniup lilinnya satu persatu. Tepuk tangan Pras mengiringi malam sunyi mereka menjadi sedikit berisik.

"Thanks, gue... suka ini. Tapi kalian dapet cake dari mana?"

Semua yang di sana menunjuk toko kue di seberang, Senja tertawa melihatnya. Bahkan disaat seperti ini, mereka masih menyempatkan diri untuk memberikan kejutan.

"Kita beli dari se jam lalu, di taro di mobil Geo. Udah ah ayo pulang, lo ikut ayo yan?"

Rean menggeleng, menolak tawaran Rama. "Ntar ayah gue nyariin." Rean beralih pada Senja, menepuk bahu yang mulai bidang itu. "Happy birthday, baik-baik ya lo."

Senja bahagia malam ini.

■ S E N J A ■

Senja membuka kertas kecil dari papanya yang Geo tunjukkan, dia menatap nanar tulisan rapi dari super heronya dulu. Ada rasa bersalah saat mendengar papanya menunggu bahkan sampai jam dua pagi kemarin.

Senja berjalan ke belakang rumah, duduk di gazebo yang sudah mulai kotor kembali dari yang terakhir kali ia bersihkan.

Setelah menyalakan ponselnya tadi, banyak sekali pesan masuk, salah satunya dari eyang. Eyang sudah mendapatkan pengganti untuk merawat rumah ini. Kali ini akan bekerja penuh dan tinggal disini. Senja tidak bisa lagi menolak, apalagi eyang yang membayar gajinya.

Senja tidak tahu apa yang akan terjadi jika eyang tahu ia bekerja.

"Kenapa ngga tidur? Udah mau jam dua."

Afkar duduk di sebelahnya, menenteng buku dan kacamata. Pemuda itu benar-benar terlihat tampan dan jenius disaat bersamaan.

"Bentar lagi kak, pikiran gue masih agak runyam."

"Gue ngga pernah tau gimana rasanya, tapi, biarin gue dan yang lain jalan sama lo, nemenin lo dan berusaha mahamin lo." Tangannya terulur, mengusap kepala belakang Senja. "Biarin kita ada buat lo, ya? Jangan singkirin hal-hal yang ngga harus buat lo singkirin."

Matanya berkaca-kaca, Senja menatap ke arah lain saat air matanya turun begitu saja. Dia merindukan banyak hal, dia ingin mengungkapkan banyak hal, dia ingin berteriak lagi dan lagi. Tapi, dia tidak tahu bagaimana caranya mengungkapkan, bagaimana caranya menemukan jalan, bagaimana caranya menemukan kekosongan dihatinya.

Dengan satu tarikan, Afkar memeluk Senja, membawanya pada kehangatan seorang kakak dan teman.

"Lo anak yang hebat."

"Jangan singkirin hal-hal yang ngga harus buat lo singkirin."

Senja mengerti, itu bukan hanya tentang mereka, tapi juga tentang mamanya dan hidupnya yang berusaha Senja tinggalkan. Ia menangis hampir sepuluh menit lamanya malam itu.

Bersama Afkar yang setia menemaninya dan juga Geo yang berdiri di ambang pintu.

'Bayi kita, lo bayi kita. Gue bakal lakuin apa yang harus gue lakuin. Buat lindungin lo, Senja. Meskipun tanpa persetujuan lo.'


S E N J A ■

Crepuscule [JJK] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang