ONE SHOT !

2 1 4
                                    

     

            Aku mendekatinya perlahan seraya merentangkan kedua tangan dan tak lupa aku berikan senyum manisku, ia terkekeh pipinya memerah karena malu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

            Aku mendekatinya perlahan seraya merentangkan kedua tangan dan tak lupa aku berikan senyum manisku, ia terkekeh pipinya memerah karena malu.

Aku mendekap erat tubuhnya yang kecil lalu mengusap pelan rambutnya yang wangi, ia tertawa menerima perlakuan khusus dari ku, ia menatapku sembari tersenyum lalu kedua bola mata itu beralih menatap bibir tipis milikku ia menempelkan jarinya lalu mengusapnya.

"Ku harap malam ini kau menjadi milikku" Ucapnya penuh gairah

"Oh tentu saja, untuk apa aku datang jika tak menjadi milikmu." Jawabku mempererat pelukanku

Aku menyingkirkan helaian rambut yang menutupi leher panjang nan cantik miliknya

"Tak perlu buru buru, ada yang harus aku lakukan terlebih dahulu"

Ia semakin terlena dengan perlakuanku, ia menelungkupkan kepalanya di dada bidang yang aku miliki. Aku terus mengusap punggungnya hingga ia nyaman dan tidak merasa curiga.

Aku menaikkan ujung bibir lalu terkekeh, aku mengeluarkan sebuah benda tajam dari saku celanaku lalu menancapkan benda itu di leher wanita yang sekarang menatap ku, aku tersenyum ketika ia berusaha melepaskan benda tajam dari lehernya.

Jleb...

Srett...

Aku menancapkan benda itu lebih dalam lalu menyeretnya, ia merintih kesakitan tangannya berpegang pada pundakku tatapannya berubah menjadi sendu, warna merah darah segar mulai mengalir dari lehernya.

"Sssttt, jangan bicara atau kau akan lebih banyak kehilangan darah" Ucapku sembari mencabut benda tajam yang berlumuran darah

Aku menggendongnya lalu meletakkan tubuh yang sudah tak berdaya itu diatas kasur hotel, matanya tak berhenti menatapku, apakah dia akan membenci ku?

Aku duduk disebelahnya, menatapnya dengan tatapan senang lalu mengecup bibir tipis yang berusaha mengatakan sesuatu.

Suara ponsel berdering diatas nakas sedikit mengejutkankan ku, aku mengambilnya lalu menggeser ikon berwarna hijau.

"Apa kau sudah selesai?"

"Tunggu sebentar lagi, wanita ini sungguh menyebalkan"

"Baiklah, jangan terlalu lama. Kupikir dia akan datang membawa polisi"

"Iya aku tau, diamlah jangan menelepon kecuali keadaan darurat. Mengerti?"

"Iya, aku mengerti"

"Arghh"

Belum sempat aku menutup telepon sesuatu menusuk bagian belakang pundakku, aku melihat ke belakang ia tersenyum seraya menahan perih

"Kau pikir aku akan diam saja" Ucapnya tersengal karena nafasnya yang sulit.

"Wanita sialan"

"Kau baik baik saja?"

"Hei?"

Ia mengambil ponsel yang masih ku genggam, aku tak bisa berpikir positif karena rasa sakit yang menyerang.
Wanita pintar, ia tahu bagian mana yang harus ia lukai. Padahal luka yang sebelumnya belum kering dan dia sudah menambah luka baru.

"Aku tidak akan melupakanmu" Ucapnya sembari menusukkan pisau dengan ujung tumpul itu lebih dalam lagi lalu menyeretnya seperti yang kulakukan padanya tadi.

"Datanglah jika kau ingin dia selamat" Ucapnya pada seseorang yang tadi meneleponku

Tubuhku sudah tak kuat berdiri lagi akibat luka yang terlalu dalam, namun aku masih bisa meraih kaki panjang miliknya.

"Aku tidak akan membiarkanmu pergi. Jika aku mati maka kau juga harus mati!" Ucap wanita gila itu melepas genggaman tangan yang tak cukup kuat untuk mencengkeram.

Ia berjongkok, lalu menatapku dengan rasa iba "Kau pikir aku sebodoh itu?"

Ia melepas pakaiannya lalu mengeluarkan seperti bahan karet untuk menutupi badannya. "Katakan pada tuan mu, aku terlalu pintar untuk dibodohi."

"Itupun kalau kau masih hidup" Ucapnya diakhiri dengan tawa yang menggelegar dikamar hotel kedap suara

"Ku mohon" Rintihku

"Ahh, apa yang baru saja aku dengar?"

"Sekarang kau memohon padaku?"

Ia menarik daguku agar aku bisa menatapnya, oh ayolah bahkan saat wajahnya penuh dengan warna merah ia masih terlihat cantik

Sebentar...

Apa yang aku pikirkan, ia adalah musuhku tidak baik jika aku jatuh cinta padanya.

"Memohonlah padaku sekali lagi atau nyawa taruhannya!"

"Aku mohon, selama—"

"Katakan sekali lagi, aku tidak mendengar mu"

"Selamatkan ak—"

Ia melepas jari jari yang menempel pada daguku lalu menggerutu, ia berdiri menghadap jendela lalu berkata "Apakah gedung di depan kita ini memiliki cctv?"

Aku hanya diam, tubuhku rasanya mati rasa bahkan lidahku kelu untuk mengatakan sesuatu.

Samar sama kulihat ia menelepon seseorang menyuruh mereka cepat datang ketempat yang ia inginkan, aku tidak begitu mendengar apa yang mereka bicarakan namun satu kalimat membuat ku tersenyum tipis

"Jangan lupa bawakan ambulans!"

Setelahnya aku tidak mendengar ataupun melihat apa yang ia lakukan karena kesadaran ku mulai hilang.

Setelahnya aku tidak mendengar ataupun melihat apa yang ia lakukan karena kesadaran ku mulai hilang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

note : jangan terlalu berharap sama cerita random saya !

disclaimer : hanya fiksi
                     

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 01, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

One Night With Hadden Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang