6. Ahmad Arkanza Davendra

251 42 8
                                    

Makan siang sebentar lagi, masakan sudah dihidangkan dimeja makan. Namun, masih ada yang kurang. Arkan, ia tak terlihat di kursinya.

"Biar abang aja, Ray," cegah Fenly saat Raya hendak mencari Arkan. Fenly menuju kamar ponakannya itu. Ia mendapati Arkan tengah berbaring dengan tangan yang, ntahlah seperti mengukur sesuatu.

"Arkan," Arkan menoleh sekilas, lalu ia kembali pada aktifitasnya.

"Kenapa ga turun? Udah makan siang loh," ucap Fenly, ia ikut berbaring di sebelah Arkan.

"Uncle, kalau dede bayi lahir, pasti bunda lebih perhatian sama dede bayi," Fenly tersenyum. Rupanya ini yang menjadi pikiran Arkan.

"Engga dong, bunda pasti perhatian juga sama Arkan. Kenapa mikir gitu coba?"

"Liat di TV," jawab Arkan polos. Fenly menghembuskan napas kasar. Buat apa coba bocil ditontonin begituan.

"Dulu waktu ada bunda, uncle dicuekin ga sama oma?"

"Engga, malah uncle seneng, soalnya ada temen main, terus oma selalu berlaku adil. Kalau uncle dibeliin mainan, bunda sama uncle Ricky juga dibeliin, nanti bunda juga gitu kok, bunda ga akan lupain jagoannya," Arkan terdiam. Ia berusaha yakin kalau bunda dan ayahnya akan tetap sayang, walaupun terbagi nantinya.

"Udahan sedihnya, masa jagoan murung, yuk makan," Arkan hanya mengangguk dan merentangkan tangannya. Sudah lama ia tak digendong uncle nya ini.

"Ya ampun makin berat aja sih," ucap Fenly saat mengangkat tubuh Arkan.

"Iya dong, kan dikasih makan bukan harapan," kekeh Arkan.

"Heh! Belajar dari mana?"

"Niruin uncle sama ayah," balas Arkan. Oke, untuk selanjutnya ia akan menjaga ucapannya ketika didepan Arkan. Otak Arkan gampang banget nangkap sesuatu.

"Abang El kapan kesini lagi?" tanya Arkan. Ia dan El begitu dekat, apalagi soal beladiri. Jangan ditanya deh.

"Abang El kan lagi sekolah, nanti liburan baru ketemu."

"Ketemu siapa bang?" tanya Fajri.

"Gue abang ko nih?" goda Fenly.

"Ya udah gue ulang, ketemu siapa tan?"

"Parasit lo, anak lo kangen El katanya," Raya dan Kaila hanya bisa menatap jenuh keduanya. Dimanapun mereka, pasti akan ada pertengkaran.

"Abang El telfon bunda tadi, katanya besok mau kesini, mau ajarin gerakan baru" ucap Raya sambil mengambil makanan untuk suaminya.

"Oh Oke," jawab Arkan datar. Mode Fajri junior sedang on, jadi jangan kaget. Sifat Fajri seratus persen diturunkan pada Arkan. Kadang humoris, kadang absurd, yang sering sih muka datarnya. Tapi tak jarang pula, Arkan terlihat seperti anak seusianya.

"Datar banget sih, nanti Putri ga mau sama kamu loh," ucap Alya. Fenly membulatkan matanya. Otak putrinya mulai terkontaminasi nih.

"Alya," tegur Fenly.

"Tapi bener Pa, Arkan suka Putri cuma Arkan bingung kenapa cara do'anya beda?" Fenly memijat pelipisnya. Kenapa ia dikelilingi anak yang pikirannya tak seperti usianya?

"Alya makan ya, jangan ngomong terus ga baik," tegur Anis. Alya mengangguk dan mulai menyantap makanannya.

Setelah makan siang, Arkan pamit untuk pergi sebentar. Ia ingin berjalan sebentar mengelilingi komplek. Ia terlihat seperti anak remaja yang tengah dilema.

"Arkan," Arkan menatap ke sumber suara. Huh?! Sianak caper. Beberapa kali ia digoda anak ini.

"Anggun kenapa?" ucap Arkan berusaha ramah.

"Kamu sendirian?"

"Ga sama setan, udah tau nanya," batin Arkan. Lalu ia mengangguk.

"Aku temenin ya," ucap Anggun, sok imut. Itu yang Arkan nilai.

"Terserah," datar Arkan. Arkan memiliki wajah tampan serta kulit putih. Jangan lupakan sikapnya yang dikenal baik, maka tak jarang ibu-ibu yang punya anak perempuan seumuran Arkan, memasukan Arkan dalam list calon menantu.

"Eh, Anggun lagi sama Arkan ya?" ucap seorang wanita parubaya.

"Lagi sama casper tan," batin Arkan. Basa-basinya basi banget.

"Iya ma, cocok ga ma aku sama Arkan?" Arkan menatap kaget kearah Anggun. Ga salah denger dia?

"Cocok kok sayang, Arkan nanti kalo udah dewasa, nikah sama anak tante ya, " Arkan tersenyum kikuk. Bukan karena senang, tapi geli. Berapa umurnya sekarang coba, udah bahas nikah aja. Ngejar satu cewe aja belum becus.

"Mon maap, saya masih bocah tante," ucap Arkan dan berlalu. Gaya bicaranya persis dengan ayahnya, Fajri. Sudah dibilangin, kalau sifat Fajri nurun ke Arkan semua.

"Mama  sih, Arkan nya pergi kan," rengek Anggun yang masih bisa didengar Arkan.

"Genit banget jadi perempuan, perempuan kayak bunda ada ga sih, cerewet iya, bawell iya, perhatian iya, jaga jarak pula sama yang bukan mahram," gerutu Arkan. Pandangan Arkan berhenti pada dua anak kecil yang tengah berboncengan sepeda. Mereka terlihat begitu bahagia.

"Keduluan Jeno mulu," ketus Arkan. Jeno adalah anak dari majikan ibu Putri. Jadi tak heran Jeno dan Putri terlihat sering bermain bersama.

"Arkan....







Siapa yang manggil tuh,

Jangan lupa vote ya, biar Arkan ga sedih lagi.

AA Davendra : End ✅ [Proses Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang