"Tuan bangun, Tuan." Chifa sudah mengetuk pintu kamar Alex berkali-kali akan tetapi tuannya tidak menjawab sama sekali. Tidak biasanya tuannya yang satu ini sulit dibangunkan. Semakin lama Chifa semakin kesal. Lama-kelamaan ia tidak sabar lagi. Akhirnya ia membuka pintu kamar Alex lalu masuk ke dalam.
"Tu ...."
Chifa mengerutkan kening. Ia melihat Alex tidur di sofa. Sangat tidak biasa untuk Alex tidur di sofa. Pria itu tidak akan bisa tidur di tempat yang tidak nyaman. Karena penasaran, Chifa berjalan perlahan menghampiri sofa kemudian melihat wajah Alex.
Tidur. Lah kok bisa ya? Bukannya dia anti banget tidur di sofa?
Beberapa detik kemudian Chifa baru menyadari bahwa wajah Alex sangat pucat. Sepertinya pria ini sedang sakit. Dan benar saja, saat dipegang keningnya, suhu tubuh Alex sangat tinggi. Chifa mengembus telapak tangannya sesudah menyentuh kening Alex seolah-olah telapak tangannya itu baru saja terbakar.
"Panas banget." Alex menggeliat di tempat kemudian beberapa detik setelahnya membuka mata. Alex mengerutkan kening melihat Chifa yang sedang berdiri memperhatikan dirinya. "Ngapain kamu di sini?" tanya Alex.
Chifa menunjuk jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 6 pagi. "Udah siang. Saya harus bangunin Tuan, bukan?"
Alex memutar kepalanya ke arah yang ditunjuk oleh Chifa. Kemudian Alex menghela nafas dan berangsur bangkit. Akan tetapi tiba-tiba ia merasakan pusing yang luar biasa. Ia memegang kepalanya dan kembali berbaring lagi. "Ah, pusing."
Melihat Alex menderita, Chifa merasa iba juga. Walaupun pria ini sering memukul dan membentak dirinya, akan tetapi pria ini terkadang baik juga. Ia berjongkok di samping tuannya. "Tuan sakit. Mau saya kompres dulu atau minum obat?" tanya Chifa.
Alex melirik Chifa sekilas. "Terserah."
Chifa langsung berdiri lagi. "Ya udah minum obat dulu abis itu kompres. Tapi sekarang Tuan harus pindah ke ranjang. Di sini gak nyaman."
Saat Chifa mau membantu, Alex menepis tangan Chifa. "Saya bisa sendiri!" ketus Alex sambil berusaha bangun.
Walaupun sudah ditepis, tapi Chifa bersikukuh untuk membantu Alex bangun. "Tuan lagi sakit. Jangankan jalan ke tempat tidur, bangun dari tiduran aja gak bisa. Biarin saya bantu."
Akhirnya Alex menurut. Yang dikatakan oleh Chifa memang benar, jangankan jalan sendiri, bangun saya ia sudah sangat pusing dan tersika.
Chifa mengalungkan lengan kekar Alex ke pundaknya, memeluk pinggang Alex, lalu membantu pria itu berdiri. Walaupun tubuhnya jauh lebih pendek dari Alex, setidaknya ia cukup kuat untuk memapah pria jangkung yang sedang sakit ini. Alex juga tidak banyak protes. Tapi memang pada dasarnya Alex tidak banyak bicara seperti Marvel dulu. Walaupun kesal, biasanya Alex hanya akan menatap tajam ataupun menghukumnya. Sedangkan Marvel, mulut pria itu sangat pedas jika sedang marah.
Eh, kok mikirin tuan Marvel lagi sih? Enggak, aku gak boleh mikirin dia. Dia udah benci aku. Dia udah bikin aku kecewa.
Akhirnya ia berhasil membaringkan Alex di tempat tidur kemudian menyelimuti Alex dengan penuh hati-hati. Bukan ia sedang mencari perhatian Alex, namun ia memang sudah kebiasaan mengurus orang sakit. Jika ayahnya sakit, ia lah yang akan mengurusnya. Termasuk mengurus almarhumah ibunya ketika sakit dulu.
"Tuan sabar ya. Saya mau ambil obat dulu."
Alex tidak menjawab. Seluruh badannya terasa panas, bahkan pandangannya sudah berkunang-kunang. Pasti ini semua terjadi karena ia bekerja di ruang kerja pribadi sampai hampir pagi, dan tadi malam ia tidak sempat makan malam karena marah pada Chifa.
Mengingat amarahnya tadi malam, Alex jadi berpikir. Apa yang menyebabkan ia marah pada Chifa? Jika gadis itu memang menyukai dan selalu memikirkan Marvel, hal itu sama sekali tidak ada urusannya dengan dirinya. Ia tidak perlu memikirkan perasaan gadis itu. Ia hanya perlu menghukum dan membuat Chifa menderita saat bekerja bersama nya. Itulah janjinya pada Kayla untuk membalaskan dendam Kayla pada Chifa.
Saat Chifa pergi keluar untuk mengambil obat, Alex memperhatikan gadis itu dari belakang.
Kayla bilang Chifa itu licik, jahat, dan kasar. Tapi kenapa selama ini aku gak pernah lihat itu semua? Yang ada Chifa itu jujur, polos, dan selalu ceria.
Alex cepat-cepat menggeleng saat bayangan senyum, tawa dan langkah ceria gadis bernama Chifa mulai berkelebatan bagaikan kaset nostalgia yang diputar. Apaan sih. Apa kalau lagi sakit otakku jadi error?
* * * *
Tak terasa malam sudah tiba. Alex menghabiskan waktu seharian hanya untuk tidur dan beristirahat. Setelah meminum obat pemberian Chifa yang diberikan terakhir kali, kini suhu tubuh Alex sudah menurun dan pria itu sudah bisa bangun bahkan sekarang sedang duduk di sofa outdoor di balkon. Tangannya sedang menggenggam ponsel. Sudah berulangkali ia menghubungi seseorang namun berulangkali pula tidak dijawab. Akhirnya Alex kesal.
"Pasti marah lagi. Kenapa sih dia sensitif banget? Gak ngertiin banget kalau aku sibuk."
Ya, ia menghubungi Kayla. Sejak semalam, ia tidak memeriksa ponselnya yang dipasang mode diam. Baru tadi ia memeriksa ponselnya setelah merasa sedikit membaik dan mendapati banyak panggilan tak terjawab dari Kayla. Ia menelpon kembali dan kini Kayla malah mengabaikan telefon darinya.
Ia memijat keningnya yang mulai terasa pening lagi. Ia pusing karena sakit dan juga karena menghadapi Kayla. Kekasihnya ini memang memiliki perangai yang seperti ini. Manja, sering berbicara semaunya, tidak mau mengalah, anti direndahkan, dan mudah sekali marah. Terkadang ia berpikir, apa yang membuat dirinya menyukai gadis itu? Dan mengapa ia mau saja menjadi selingkuhannya? Ah, tepatnya diselingkuhi.
"Tuan!"
Alex menoleh ke pintu kaca. Ia melihat Chifa masuk ke dalam kamarnya. "Saya di balkon!" jawabnya sedikit berteriak agar Chifa bisa mendengar.
Terlihat gadis itu berlari kecil saat melihat dirinya. Gadis itu membuka pintu balkon kemudian menghampirinya.
"Tuan? Kenapa Tuan malah duduk di sini? Ini udah malem. Lagi sakit gak boleh kena angin malem dulu. Kan tadi Tuan udah minum obat, percuma dong jadinya kalau Tuan cari penyakit lagi. Jangankan yang lagi sakit ya, yang sehat aja bisa sakit kalau kelamaan kena angin malem. Ih, untuk aja saya datang untuk meriksa kondisi Tuan, kalau enggak, Tuan pasti bisa sampai pagi di-"
"Diem. Bawel banget," potongnya tanpa menatap Chifa. "Lebih baik kamu kasih saya obat lagi."
Chifa memutar ke depan Alex. "Saya harus beli obat karena obatnya habis."
Alex mengangkat satu alisnya menatap Chifa dengan heran. "Terus?"
Chifa menadahkan tangan di depan Alex. "Uangnya? Saya kan gak punya uang."
Alex menghela nafas sambil membuang pandangan. "Ambil uang dua ratus ribu di dompet saya. Cuma itu uang cash yang ada."
Kini giliran Chifa yang mengangkat sebelah alis. "Memangnya saya boleh buka dompet, Tuan?"
Alex langsung menatap tajam. "Jangan banyak tanya, cepet beliin," ucap Alex sambil menggeram karena kesal. Kepalanya sudah sangat sakit dan pusing.
"Oke-oke." Chifa langsung masuk ke dalam dengan berlari kecil.
* * * *
Chifa turun dari mobil hitam dan di susul oleh dua pria berbadan tegap. Sesekali Chifa berbicara dengan kedua pria itu kemudian masuk ke dalam apotek. Tanpa mereka sadari, di dalam mobil taksi, seseorang berkacamata hitam tersenyum lebar.
"Bos, aku udah berhasil temuin dia ... Oke, siap."
Kemudian pria itu memutar mobil taksi yang ia sewa secara diam-diam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pembantu Sablengku
Romance"Sableng-sableng gini hanya untuk dirimu, Tuan!" Chifa. Stres, gila, gendeng, sableng, adalah predikat yang diberikan oleh Marvel untuk Chifa. Seorang crazy rich bertemu dengan seorang crazy maid. Baru kali ini Marvel bertemu dengan pembantu yang me...