Destiny

470 6 1
                                    


Takdir itu lucu ya. Kadang ada yang benci tapi tiba-tiba takdir mereka malah bersama. Ada yang sama-sama suka tapi takdir mereka malah berpisah. Kadang udah saling suka, saling mengerti satu sama lain, tapi takdirnya malah tidak bisa bersama.

Aku juga tidak tahu takdirku akhirnya harus dibawa kemana. Aku sedang di fase mengikuti alur takdir.

Namaku Asia. Ini kisahku...

Saat ini aku duduk di bangku SMA, tempat yang kata kebanyakan orang adalah tempat terbaik menghabiskan masa remaja. Entahlah. Yang jelas di masa ini aku mempunyai 3 orang sahabat cowok. Kenalin, mereka Alva, Arya, dan Adam.

Kami di kenal dengan Quadruple A, dan tentunya eksistensi kami tidak perlu di pertanyakan lagi. Alva terkenal tampan dan jago berbahasa asing. Dia menguasai 3 bahasa yang di pelajari di sekolah, bahasa Indonesia, bahasa Inggris, dan bahasa Korea. Arya, di atlit perwakilan sekolah. Hampir menguasai semua olahraga, terutama basket dan berenang, tambahan juga Arya ini ketua ekskul basket di sekolah. Adam si ketua osis. Dan aku si peringkat pertama dalam satu angkatan.

Kalo kalian pernah atau mungkin berteman dengan cowok, kalian sedikit banyak pernah merasakan selesai makan dan minum langsung pergi dari kantin, semua harus serba cepat, tidak boleh lemah.

Itu yang aku rasakan.

"Arya sama Adam mana?" tanya Alva begitu bel masuk berbunyi.

"Dispen. Arya latihan basket, besok turnamen, kalo Adam rapat osis."

"Oh. Peer fisika udah?"

Tanpa menjawab pertanyaan Alva, aku langsung memberikan buku tulisku agar di salin olehnya.

Tidak ada pertemanan murni antara cewek dan cowok. Hahaha, aku tertawa pastinya. Ada dong! Aku berteman murni tanpa perasaan apapun dengan Arya dan Adam. Tapi Alva...

Aku terjebak!

Bisa jadi karena selama ini hanya Alva yang tidak pernah absen makan di kantin saat jam istirahat. Tapi tidak sesimpel itu.

Pertama kali melihat Alva, wajah tampannya saja sudah membuatku terpana. Tapi ternyata kami malah bersahabat, sampai sekarang.

Kalau kami mau hangout di luar, kami selalu janji bertemu di tempat, kecuali Alva yang memang menjemputku ke rumah dan mengantarku pulang.

Alva juga guru bahasa terbaikku. Dia pintar, wawasannya luas. Bukan hanya bahasanya yang dia kuasai, dia juga tahu berita terbaru tentang negara itu.

Seperti saat ini, hari kelulusan kami. Dengan brutal kami mencoret-coret seragam kami. Dan akhirnya berkumpul di rumah Arya yang merupakan basecamp kami.

Alva saat ini ada di hadapanku, dengan spidol di tangannya, terlihat celingak-celinguk mencari tempat yang masih kosong di seragamku yang sudah penuh dengan coretan.

Aku tersenyum, membalikkan tubuhku, memunggunginya, lalu membuka kerah seragamku.

"Selalu ada tempat buat lo." ucapku.

Tanpa suara, dia mulai mencoret seragamku.

Dan kini aku yang gantian mencoret bajunya. Kulakukan dengan sama, mencoret serangkai kata di kerah bajunya. Tanpa bersuara.

I love you.

Tulisku.

Dan sesampainya di rumah, aku buru-buru mengganti bajuku. Setelah selesai bersih-bersih, aku tersenyum melihat satu per satu tulisan di seragamku.

Congratulation!

Si rangking 1

Jangan lupakan aku

Dan masih banyak lagi tulisan-tulisan klise di seragamku. Hingga aku membuka kerah seragamku. Tersentak dengan apa yang di tulis Alva di sana.

Kumpulan Cerita PendekTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang