"Abang ingat yah, sholat tarawihnya nanti lama. Ada dua puluh rakaat dan tiga rakaat buat witir. Kalau nanti ngantuk kasih tau Ayah yah." pesan Baheera untuk kesekian kalinya.
"Ndak Mama saja?" tanyanya cemberut.
Taya tidak menyukai ide untuk sholat tarawih di shaf depan bersama ayah dan kakeknya. Ia ingin bersama mama, tante dan neneknya saja.
"Abang kan laki-laki, nggak pakai mukenah kan. Kalau nggak pakai mukena harus depan yah sama Ayah sama Kasan. Mama di belakang yah sama Aunty sama Necan."
Baheera masih saja harus memberikan penjelasan kepada putranya itu. Padahal tadi sebelum berangkat bocah gembul itu terlihat bersemangat sekali dan paling antusias untuk tarawih pertama.
"Abang ayo Nak, sudah mau mulai sholat Isyanya. Nanti nggak dapat shaf depan loh."
Byakta harus keluar lagi untuk menjemput putranya itu. Belum ada tanda-tanda masuk. Takut putra gembulnya membuat drama, jadi di susul saja.
"Mama belakang yah, ndak pulang."
"Nggak pulang kok, nanti pulang sama-sama. Mama tunggu di belakang, sholat juga."
Bocah gembul itu mengangguk setuju, walaupun masih tak rela namun ia tahu ayahnya sudah menunggu.
Taya mengikuti kegiatan sholat Isya dengan baik, dan bersikap manis. Byakta sampai berbangga hati karena puteranya bersikap baik dan mengikuti kegiatan sholat dengan lancar.
"Ayah lama ndak sholat talawihnya?"
"Ummm lumayan lama nak, 23 rakaat sama witir. Nanti kalau Abang ngantuk kasih tau Ayah yah."
Taya mengangguk saja, seolah dia mengerti.
"Ayah haus..." rengeknya ketika sholat tarawih berjalan empat rakaat, dan sekarang mereka baru memulai rakaat pertama lagi.
"Ayah, Kasan. Mau minum..." rengeknya lagi, menarik sarung ayah serta kakeknya untuk menarik perhatian.
"Ayah..." teriaknya kesal karena tak juga kunjung dibalas.
Byakta berusaha menahan diri agar tak batal sholatnya karena rengekan putra gembulnya itu.
"Ayah, ndak mau talawih loh. Taya mau minum." Bisiknya kencang begitu mendapati ayahnya sujud.
Wah Taya luar biasa sekali, tak pantang menyerah menarik perhatian ayahnya. Taya mau minum loh, nggak mau sholat tarawih.
"Ayah sudah, ndak mau talawih. Taya mau Mama ini..." rengeknya mulai tak sabar.
Kenapa sih pak ustad ngajinya lama, jadinya sholatnya lama kan.
Begitu mendapati ayahnya sudah salam bocah gembul itu sudah siap memposisikan dirinya dalam pangkuan ayahnya.
"Haus Ayah, mau Mama. Ndak mau talawih ini."
"Minum Abang tadi dibawa?"
Byakta menyadari ia tak membawa air minum putranya itu. Mungkin dibelakang bersama mamanya Taya.
"Ada belakang sama Mama."
"Kita kebelakang yah, Ayah antar ke Mama. Abang nanti sholat sini atau di belakang sama Mama?"
"Mau Mama, ndak mau talawih." tolaknya cepat dengan wajah cemberut.
"Iya, Ayah antar yah ke belakang."
Byakta mengantar putranya, tidak lupa membawakan sajadahnya juga ke mamanya. Untung saja Taya masih mode merengek, belum menangis karena kesal.
Begitu melihat mamanya, Taya tersenyum senang. Ia merasa haus, padahal tadi ia hanya sholat saja kok. Tidak lari-larian.
"Haus Mama, mau minum." Pintanya begitu tiba samping mamanya.
Ia menyempil di antara nenek dan mamanya.
"Abang nggak sholat depan?"
Baheera pada akhirnya harus ketinggalan rakaat tarawihnya karena putra gembulnya itu. Tidak apa-apa.
"Ayah ndak kasih minum." Adunya cemberut.
Ada-ada saja, kan menang air minumnya ada di belakang bersama mamanya. Taya sepertinya sengaja menistakan ayahnya itu.
"Kan minumnya ada sama Mama." Gemas sekali dengan putra gembulnya itu.
"Mama pulang yuk, ndak talawih. Dinonya mau pulang."
Sepertinya bocah gembul itu mulai bosan, ia tidak bisa bermain lari-larian seperti teman-temannya yang lain. Tadi ia sudah main soalnya, lalu Taya ingat janjinya tadi mainnya kalau lagi nggak sholat. Tapi ini sholatnya masih lama.
"Tunggu sebentar yah, nanti kita pulang."
KAMU SEDANG MEMBACA
Ramadhan with Nataya
Historia CortaHaiii, ini adalah seri Ramadhan ketiga Nataya.. Semoga suka yah.. Nataya, bocah tiga tahun yang menyambut ramadhan dengan antusias. Bersama Mama dan Ayahnya ada saja tingkah Nataya yang membuat gemas.