Peringatan:
Semua kejadian di cerita ini, nama tokoh, tempat, dan suasana di sini hanyalah rekayasa. Apabila ada kesamaan dari nama tokoh, tempat, dan suasana tersebut, itu hanyalah ketidaksengajaan. Mohon dimaklumi.Banyak perkataan Verbal yang sedikit menyinggung, jadi saya mohon maaf sebelumnya
Pagi hari, tanggal enam belas. Adrian tidak jadi mengakhiri hidupnya. Aku tidak bisa mati meninggalkan penyesalan seumur hidup, benaknya.
Sepuluh menit setelah wali kelas masuk ke kelas. Hiruk pikuk yang sebelumnya terdengar pun sekarang sudah pergi entah ke mana.
"Oh, iya. Natasya, kamu ada amanah dari ketos, tadi sempet bilang ke ibu sebelum ke sini," ucap sang wali kelas, sambil menatap ke arah gadis cantik yang menarik perhatian itu.
"Kok aku terus sih, bu? Emang apa katanya?" jawab Natasya, terdengar seperti siap tak siap mendapat perintah dari Ketua OSIS, mengingat dia juga merupakan seorang anggota OSIS yang cukup dipercaya.
"Gini, Nat, sekitar bulan November nanti-Ibu gak tau kapan tanggal pastinya, bakal ada Pentas Seni Gabungan antara SMA Lima– kita sama SMA Tiga. Kamu diamanahkan untuk menjadi perwakilan buat ngomong soal teknis acaranya, Nat. Gimana? Bersedia, gak?" pintanya, seolah ini hal yang mudah.
"Tapi aku boleh minta temenin kan bu?" pinta Natasya. Ia sepertinya sudah setuju dengan permintaan dari Wali Kelasnya.
"Boleh, kok. Kamu mau ngajak siapa emang?" tanya Ibu Guru itu.
Hmm? SMA Tiga? Itu Kan??!!!!
"Nat, gue boleh ikut, gak?" ucap Adrian, seraya berdiri, dan menimbulkan suara gesekan kursi terhadap lantai keramik di kelas.
"Buset dah tumben banget"
"Gak akan ujan badai, nih?"
"Tumben banget"
seketika reaksi kelas yang sudah ia imajinasikan pun, terealisasikan dalam bentuk dialog dan saling bersahut.
"Waaaa!! Boleh dri! Ayo!" ucap Natasya, antusias melihat keinisiatifan Adrian, walaupun ia mempunyai niatan lain.
"O-oke, makasih, Nat," jawab Adrian. Ia berhasil memberanikan dirinya untuk menawarkan dirinya.
Sang Wali Kelas pun memulai mata pelajaran. "Oke kita langsung ke mata pelajaran aja ya, kemaren kan kita udah bahas materi tentang ...."
Sementara itu, Adrian tenggelam dalam ponselnya, menghubungi Miko, mengiriminya pesan lewat Whatsapp.
Mik, lu istirahat ada waktu, gak? Gue mau ketemu dong, di kantin ya.
Pesan itu sampai ke ponsel Miko, sesaat setelah Adrian mengirimkannya.
Ponsel Miko bergetar. Ia memeriksa, ada notifikasi apa di ponselnya?
Ia pun membuka pesan yang dikirim oleh Adrian. Ia pun membalas pesannya.
Oke, lu tunggu di warung Bu Cucu aja, ya. Tar gua ke sana.
Di jam istirahat, Adrian yang biasanya hanya berdiam diri di kelas, kini pun melangkah ke luar kelas.
"Adrian! Tumben banget kamu tadi inisiatif. Sekarang pun kamu keluar kelas, ada apa sih?" Natasya berlari menghampiri Adrian.
"Na-Natasya? Gu-gue mau ketemu temen," Adrian mengajak.
"Hee? Ke mana emang?" Natasya bertanya.
"Di kantin," ucap Adrian sambil berbalik ke arah koridor sekolah, lalu berjalan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lavender
RomanceAku merasa bahagia saat bertemu dengamu. Tapi, mengapa segala sesuatu terada amat pilu? Kenangan yang menoreh luka, membawaku menjadi manusia yang tak layak diampuni Jika terus begini, lebih baik aku menjadi sebuah debu yang berterbangan saja Maka...