Maaf, Tara.

119 15 0
                                    


***

Raka baru saja merapikan perlengkapan meeting dan hendak keluar dari ruangan pertemuan. Ia hendak pulang kerumah namun Bimo menghadangnya dengan raut masam.

"Kenapa Bim?"

"Ada mbak Tara, Pak. Beliau sudah menunggu bapak sejak satu jam yang lalu." Jelas Bimo.

Raka tersenyum tipis. Meski tahu tujuan Tara  menemuinya bukan untuk membahas hal menyenangkan, tetapi kehadiran wanita itu dan telah sudi menunggunya saja sudah  membuat Raka merasa baik.

"Dimana dia?"

"Diruangan bapak."

Raka langsung melenggang menuju ruangannya sembari melirik jam tangan yang kini menunjukkan pukul 4.00 sore.

ceklekk..

"Ra, udah lama?"

Wanita yang hari ini mengenakan dress putih selutut tanpa lengan itu berdiri menyambut kedatangan Raka. Namun birbir ranumnya yang terpoles lipstik merah tak terbuka sedikitpun. Hanya tatapan kesal nan sedih yang terpampang disana.

Tanpa berlama-lama, Raka menuntup dan mengunci pintu lalu bergegas membawa wanita itu dalam pelukan. "Maaf, telah membuatmu merasa tak nyaman. Ini kesalahanku." Aku Raka.

Tara bergeming ditempatnya. Kemarin, Tara sangat marah pada Raka saat melihat tangisan ibunya. Ia bahkan berencana memukuli Raka dengan tangannya sendiri sampai mampus sampai Tara merasa puas. Tapi hari ini, begitu begitu berada dalam pelukan lelaki itu, semua amarahnya hilang. Gundahnya sirna, bahkan pemikiran gila muncul begitu saja dalam otaknya, tidak apa dia dimarahi ibunya, asal setelah itu ia mendapatkan pelukan ini lagi. Permintaan maaf tulus, kecupan manis dikepalanya, suara serak penuh sesal dan tatapan penuh sayang. Rasa-rasanya semua itu cukup membayar kesialannya kemarin, jika saja Tara benar-benar hilang akal.

"Aku minta maaf, aku janji nggak akan menyusahkan kamu. Aku akan mempermudah semuanya, Maaf." Bisik Tara lembut. "Nanti malam, izinkan aku bertemu Tante Risa oke?"

Mendengar itu, Tara menarik diri dari pelukan Raka, namun lelaki itu malah menahan pinggangnya. "Kamu ...."

"Lava melihat kita malam itu, dan mengatakan pada Mama dan Nisa." Ujar Raka pelan, dengan tatapan lurus pada mata Tara. "Mama marah, dan mereka semua ... "

"Jadi karena itu Mama mu mengataiku sebagai orang ketiga?"

"Ra, maaf-,"

"Jadi, apa menurutmu aku memang-." Raka menghentikan ucapan Tara dengan ciuman tepat  dibibirnya. Ini gila, tapi Raka tidak ingin memikirkan apapun lagi setelah mengetahui bahwa pernikahan Tara dan Tama hanya sebuh kesepakatan. Raka tidak peduli dengan petuah ibunya untuk menjaga jarak dari Tara, atau kemarahan Nisa jika istrinya itu tahu apa yang telah terjadi antara dirinya dan Tara. Raka bahkan tidak pedulinya jika Lava kembali memberikan ribuan  sumpah serapah atas obsesinya pada Tara yang tak kunjung usai.

 Tara disini! Dalam pelukannya! Itu yang Raka inginkan. Meski ini tidak akan bertahan lama. Raka tidak tahu apa yang akan terjadi dihari esok. "I love you so bad, Ra." Bisik Raka tulus. "Aku yang sangat mencintaimu, jadi aku yang salah disini. Kamu nggak salah, orang ketiga atau keberapapun itu nggak benar. Aku yang menarikmu dalam masalahku, jadi jangan pernah merasa buruk. You're my precious, baby."

Tara diam. Ia tidak paham, apakah yang Raka ungkapkan adalah dari hati atau hanya dari bibir manisnya saja. Raka selalu pandai dalam hal ini, dan mungkin hal ini pula lah yang membuat Nisa mau menjadi pasangan hidup Raka. Tapi jika Raka sampai mengandalkan manis bibirnya untuk mendapatkan Tara, bukankah itu keterlaluan? Tapi jika memang begitu, kenapa baru kali ini saja Raka mengatakannya? Saat kondisi mereka benar-benar akan memburuk sebentar lagi.


***


Risa menatap nyalang putrinya yang sedang bersimpuh bersama Tama. Hatinya benar-benar hancur begitu mengetahui kenyataan yang selama ini ditutupi oleh putrinya. Risa bahkan tidak lagi sanggup membayangkan, betapa buruk dirinya sehingga putrinya sendiri tidak mau membagi masalah dengannya. Tidakkah Tara tahu, sikap otoriternya selama ini karena ia menginginkan kebaikan untuk Tara sendiri.

"Ma, maaf.." Cicit Tara entah untuk yang keberapa kalinya. Tara tetap kembali mengulang kalimat itu.

"Apa lagi yang kalian sembunyikan dari Mama?"

Refleks, Tama maupun Tara menggeleng bersamaan. "Tidak ada lagi? Sungguh?" Tanya Risa tak yakin.

"iya Ma.." Jawab Tara sekali lagi, meyakinkan mamanya.

"Tama, Tara, Mama tidak tahu perihal apa yang membuat kalian memutuskan untuk menikah. Apapun itu, mama menghargai keputusan kalian, Mama percaya kalian bisa mempertanggung jawabkan keputusan kalian. Jangan kecewakan Mama lagi!" Pinta Risa. Yang ia inginkan dihari tuanya sangatlah sederhana, yaitu melihat Dana dan Tara bahagia dengan rumah tangga mereka masing-masing.

"Iya Ma.."

"Lalu, apa rencana kalian selanjutnya? Kenapa tidak biarkan saja Kaisar dengan keluarga Raka? Mereka lebih membutuhkan Kaisar bukan?"

"NGGAK!" Sahut Tara dengan suara tinggi. Tama mengusap lembut lengan Tara, berusaha menyadarkan wanita itu bahwa mereka sedang bicara dengan orang tua.

Risa tidak tersinggung, ia paham bagaimana kerasnya Tara. Hanya saja Risa malah semakin was-was, takut putrinya menyembunyikan hal lain yang tidak bisa ia ketahui. Risa tidak akan lupa, bagaimana lihainya Tara saat sedang menyemunyikan sesuatu. "Ada apa, Tara?"

"Kaisar harus sama Tara, titik!" Tara mencoba mengatur nafasnya demi menetralisir emosi. Sial, Kaisar benar-benar melemahkan ketenangannya. "Tara nggak mau lagi di hantui rasa bersalah. Setiap hari Tara menyesal setelah menyerahkan Kaisar kepada mereka. Tara nggak bisa."

"Bukannya itu tujuan kamu? Membantu mereka? Memberi mereka anak?"

"Ya, tapi hanya sampai mereka punya anak lagi, Ma. Itu perjanjian kita dulu.." Pelan-pelan, Risa mulai paham kemana arah permasalahan Tara. Rupanya, Tara menginginkan anak tanpa berniat berumah tangga? Apakah itu disebabkan oleh hatinya yang dipatahkan oleh Tama?

"Kamu yakin? Tidak akan menyesal?"

"Tidak akan, Ma."

Lagi, Risa menghela nafas panjang. "Baiklah.. Mama akan bantu kalian, kita lewati ini sama-sama..."

"Ma? Tehnya kok belum diminum? Mumpung masih hangat, Ma." Tuturan Ayu menyadarkan Risa dari bayangan kejadian kemarin yang lagi-lagi kembali memutar dalam memorinya. "Mama mikirin mbak Tara lagi?" Tanya Ayu lembut.

"Mama takut, Yu. Mbak mu menyembunyikan hal lain lagi dari Mama. Mama memang keras, tapi mama menyayangi semua anak-anak Mama." Adu Risa dengan perasaan gundah yang tak kunjung hilang sejak kemarin.

"Memangnya apa yang mama takutkan? Mbak Tara pasti akan melakukan yang terbaik, Mbak juga pasti tahu kalau Mama sangat khawatir." Ayu memijat lembut bahu ibu mertuanya. Ikut prihatin dengan kondisi Risa yang masih terlihat begitu shock karena masalah Tara.

"Yu, menurutmu apa alasan Tara mau menikah dengan Raka? Mama tidak tahu kenapa, tapi Mama merasa ada yang aneh disini Yu."

"Maksud Mama?"

"Mama mengenal anak Mama, Yu. Tara tidak mungkin mau merugikan dirinya sendiri demi orang lain." Ayu masih diam. Belum paham dengan maksud pembicaraan ibunya.

"Apakah selama ini, Tara diam-diam suka dengan Raka?"



***

SALAH RASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang