Aku melangkah gontai memasuki hotel mewah ini, pikiran ku mendadak terasa kosong saat wanita dengan stelan kemeja rapih itu memandu ku menuju sebuah suite mewah di lantai paling atas gedung ini.
Dada ku tak hentinya berdegup, saat pintu lift yang ku naikin ini akhirnya sampai di lantai yang tengah kami tuju.
"Silahkan di sebelah sini." ucap si wanita itu sopan dan juga lembut.
Membuat ku hanya sejenak melirik nya dan terus mengikuti langkah anggunnya menuju lorong dengan deretan pintu-pintu kamar.
Tak lama berselang suara sepatu berhak yang di gunakan wanita itu tiba-tiba terhenti, membuat ku sontak menghentikan langkah ku juga, sambil mengangkat kepala ku yang sedari tadi hanya menunduk sambil menatap lantai marmer berwarna hitam tersebut.
"Silahkan masuk, beliau sudah menunggu anda di dalam." ucapnya sambil membuka pintu kamar itu dengan sebuah kartu berwarna keemasan.
Suara handle otomatis itu terbuka, bersamaan dengan pemandangan kamar yang kini bisa kulihat dengan jelas.
Aku termangu, sejenak ku tatap wajah cantik wanita itu yang kini menyinggung kan senyuman ramahnya ke arah ku.
Dan ketika kami saling bertatap nya ekspresi nya perlahan mulai berubah seakan menjadi cemas.
"Apa anda sedang sakit? Wajah anda sangat pucat. Mungkin , -
"Tidak, sa... saya baik-baik saja. Hanya sedikit tak enak badan tapi ini bukan apa-apa. Ja... Jadi saya harus masuk, sendirian?"
Mata indah wanita itu berkedip beberapa kali, mungkin merasa bingung mencerna kata-kata ku barusan.
"Ia anda sendiri yang dipersilahkan untuk masuk ke dalam. Saya hanya mengantar anda sampai disini. Tapi apa benar anda baik-baik saja? Jika tidak saya bisa membatalkan pertemuan ini dan mengatur jadwal ulang di kemudian hari."
Tanyanya meyakinkan ku lagi. Dan kali ini aku menganggukan kepala ku pelan, mencoba tersenyum walau jujur itu hal yang paling sulit tuk ku lakukan saat ini.
Ia pun menyerah dan kembali memberi ku kode untuk segera masuk kedalam, lalu sejenak mempersilahkan ku untuk duduk di sofa besar yang tersedia di dalam ruangan tersebut.
"Pak, Ibu Rea sudah tiba. Saya izin pamit. Jika butuh sesuatu saya ada di lobby bawah."
"Terimakasih Jane. Sekarang kau boleh pergi."
Sahut sebuah suara dari balik ruangan di sisi ranjang besar tersebut.
Aku semakin menciut. Keringat dingin terasa mulai membanjiri kening ku.
Sial, ini sungguh teramat menyiksa ku. Terlebih ketika wanita itu meninggalkan ku di dalam ruangan kamar besar itu sendirian.
Entah apa yang dilakukan orang asing itu di dalam sana namun ini sungguh mengusik batin ku. Takut orang asing itu akan melakukan sesuatu yang buruk di pertemuan pertama kami.
Jika bukan karena kak Adrian aku tak akan berada di tempat ini. Pria itu beberapa hari lalu datang dengan rasa putus asa. Menangis pilu, sambil bersimpuh di bawah kaki ku. Memohon maaf dan meminta ku untuk menerima penawaran investasi gila ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pawned Wife
Romance"Kau membutuhkan uang ini bukan? Maka tanda tangani kontrak ini, dan jadilah milik ku selama 3 bulan ke depan." Rea menggigit bibirnya pelan, sambil meremas ujung gaun yang tengah dikenakannya itu dengan keras, menahan segala amarah dan rasa malu ya...