KELAPA

927 23 0
                                    

"Sekarang pikirkan bagaimana kita bisa meminum airnya jika seperti ini."

Adam sudah membolak-balik buah tersebut dan sama sekali tidak tahu dari mana dia harus mulai membukanya. Karena yang dia tahu biasanya hanya tinggal menusuk sedotan. Sementara itu Jemy sepertinya juga belum pernah mengupas kelapa. Sebab itu mereka berdua harus berpikir keras lagi karena tidak mungkin jika mereka harus menggigiti kulit kelapa yang sudah setengah tua.

Jemy kembali berdiri untuk mengais sampah-sampah yang tersangkut di bibir pantai coba menemukan apa saja yang kira-kira bisa mereka gunakan untuk membuka kelapa. Kadang Jemy juga putus asa bagaimana mereka bisa bertahan hidup jika seperti ini, bahkan pisau kecil pun mereka tidak punya.

"Coba pakai ini." Jemy membawa sebatang kayu dengan ujung runcing yang mungkin bisa mereka gunakan untuk mengupas sabutnya.

"Tapi bagaimana?"

"Coba tancapkan dulu kayunya ke tanah. Sepertinya aku pernah melihat orang membuka kulit kelapa seperti itu."

"Seperti itu, juga perlu keahlian."

"Ya, tidak harus sempurna yang penting kita bisa mengeluarkan airnya dulu. Nanti kau bisa belajar lagi."

"Kenapa harus aku!" protes Adam.

"Karena kau laki-laki."

"Siapa yang membuat aturan seperti itu?"

Jemy diam sebentar sambil mengerucutkan bibirnya ketika melirik Adam. "Sebaiknya kita memang membuat peraturan," kata gadis itu.

"Untuk apa?"

"Karena kita sama-sama tidak tahu berapa lama lagi kita akan ada di sini."

Kembali lagi Jemy teringat pekerjaannya.

"Oh Tuhan .... pergelaran oscar tinggal dua minggu lagi." Rasanya ingin sekali Jemy menjambak rambutnya sendiri sangking tegangnya kepala gadis itu tiap kali teringat masalah pekerjaan.

"Aku menangani beberapa artis tahun ini."

"Lebih baik pikirkan saja pakaianmu sendiri."

Adam kembali mengoreksi pakaian Jemy yang memang hanya menggunakan pakaian rajut sepaha dan masih agak setengah basah. Benar-benar sembrono membiarkan seorang wanita berpakaian minim seperti itu bersama seorang pria seorang diri.

"Pakaianmu itu tidak akan kering jika kau tidak menjemurnya."

Adam memang benar, pakaian rajut yang Jemy pakai bahanya lumayan tebal.

"Apa yang kau lakukan?" heran Jemy melihat Adam mulai melepas kancing kemejanya.

"Pakai saja dulu bajuku dan jemur pakaianmu itu!"

Jemy justru berjengit aneh ketika menerima saran Adam.

"Ini jauh lebih baik dari pada kau menggunakan baju dari sampah plastik."

Adam masih mengenakan pakaian dalam tanpa lengan dan celana pendek selutut karena setelah itu dia juga melepas celananya yang juga masih setengah basah karena bahanya juga lumayan tebal kemudian menjemurnya. Jemy baru sadar jika pakaian pria jauh lebih menguntungkan dalam situasi tak terduga seperti ini.

"Ayo cepat ganti dulu pakaianmu karena aku yakin kau sudah tidak mengenakan apa-apa lagi di balik sweater basahmu itu."

Akhirnya Jemy setuju dan mengambil kemeja dari tangan Adam.

"Aku tidak akan melihat, atau kau bisa bersembunyi di semak-semak." Adam sambil sedikit tertawa ketika memberi saran yang terakhir.

Bersembunyi di semak-semak kedengarannya memang menggelikan tapi terpaksa benar-benar Jemy lakukan karena tidak mungkin dia mau melepas pakaian di depan calon kakak iparnya yang mata keranjang itu. Jemy segera mengganti pakaiannya dengan cepat, dan masih tidak menyangka dirinya bakal benar-benar meminjam pakaian dari seorang pria. Untung kemeja Adam cukup besar, panjangnya kurang lebih sama dengan Sweater-nya tadi. Jika tahu bakal begini pasti Jemy akan lebih memilih pergi dengan pakaian berlapis-lapis. Tapi sayangnya wanita memang sering mengabaikan hal seperti itu dan suka semaunya sendiri dalam berpakaian.

Saat Jemy kembali menghampiri Adam, pria itu sudah berhasil mengupas sebagian kulit kelapanya.

"Mungkin itu sudah bisa kita buka."

Adam hanya mendongak untuk melihat Jemy yang sudah memakai kemejanya dan sedang berdiri tepat menghalangi matahari. Adam hanya melihat tidak mau berkomentar karena tahu wanita itu bisa jadi sangat sensitif dan pemarah jika dia mengatakan tubuhnya sedikit transparan dan tidak memakai bra.

"Kemarikan." Jemy meminta buah kelapa tersebut kemudian membenturkan bagian yang sudah terbuka itu ke atas karang.

Jemy memukulkannya beberapa kali sampai batoknya retak dan akhirnya airnya keluar.

"Lihat !" bangga gadis itu.

"Bagaiman kau akan meminumnya?"

"Ah, minum saja seperti ini siapa yang perduli." Jemy langsung meminum air kelapa tersebut dari batoknya kemudian gantian memberikannya ke pada Adam agar ikut minum.

"Ternyata tidak enak. "

"Sepertinya lain kali kita harus memilih yang lebih muda." Jemy setuju dan mereka sempat menertawakan kebodohan mereka itu.

"Kita tetap harus segera mendapatkan air tawar," kata Jemy kemudian. "Dan membuat peraturan seperti yang kukatakan tadi."

"Peraturan macam apa maksudmu."

"Kita harus bekerja sama Adam, kau tidak bisa terus bersantai seolah sedang berlibur."

"Karena kita benar-benar bisa mati jika kau tidak segera serius memikirkannya. Percayalah padaku jika untuk bertahan hidup di situasi seperti ini otakmu jauh lebih berguna dari pada ototmu." Jemy sengaja melirik otot lengan pria di depannya yang semakin kecoklatan setelah terpanggang sejak kemarin, sayangnya dia juga tidak terlihat buruk.

Adam memiliki kulit tropis dengan rona sedikit kemerahan karena darah campuran uzbekistan dari ibunya. Secara keseluruhan dia adalah pria berpostur tinggi tegap dengan tubuh sangat terawat dan tampan. Sudah pasti jika pria-pria macam dirinya pasti sangat memperhatikan bentuk tubuh. Bahkan Jemy yakin Adam pasti memiliki personal trainer khusus untuk mengatur jadwalnya berolahraga dan membentuk otot yang sempurna macam itu.

"Kau harus segera sadar jika sekarang kita tidak sedang berada di LA, Tidak ada orang yang bisa kau suruh-suruh, tidak ada kasur nyaman, dan tidak ada pesta."

"Kau pikir aku hidup sepayah itu!" protes Adam menanggapi penilaian Jemy.

"Kau hanya bersantai dan menyuruhku dari kemarin!" jujur saja Jemy kesal dengan sifat bosy pria yang malah sedang mengajaknya berdebat.

"Untuk apa pria sepertimu tinggal di LA jika bukan untuk bersenang-senang dengan pesta dan mengoleksi wanita."

"Aku membuat film," jawab Adam terdengar asal

"Kau membuat film?" nampaknya Jemy juga tidak terlalu percaya.

"Ya, memangnya apa yang salah. Aku boleh melakukan apa pun yang kumau."

"Kau benar. Kau punya banyak uang dan bisa melakukan apapun sesukamu."

Seolah membuat film bisa di lakukan oleh siapa saja yang punya uang dan iseng untuk menyalurkan hobi.

"Aku serius tentang membuat film," ulang Adam dan baru saat itu Jemy benar-benar memperhatikannya.

"Memangnya untuk apa kau ada di LA? " Adam balik bertanya.

Sebenarnya Jemy ingin mengatakan jika dia ingin mengejar mimpinya sendiri. Tapi kenapa dia malah balik lagi memikirkan Adam. Menurutnya agak mustahil putra salah satu konglomerat di asia tenggara itu ternyata malah mau membuat film.

"Kau boleh tidak percaya tapi aku sudah mengerjakan projek film ini selama dua tahun, dan aku sendiri yang menjadi sutradara dan directornya!" bangga pria itu sambil mengangkat alis.

"Ya, anggap saj aku percaya..." santai Jemy.

"Aku serius dan tidak main-main."

"Aku juga serius jika semua mimpimu itu juga akan tetap menjadi mimpi jika kita masih berada di pulau ini!" tegas Jemy. "Karena itu sangat penting kita harus bertahan hidup sebelum kita di temukan. Sebab di sini kekayaan orang tuamu tidak akan berguna!"


SURVIVAL LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang