Jemy masih berjemur sambil menyaksikan gumpalan awan tipis di langit yang sedang cerah. Seperti biasa kicauan burung camar terdengar ribut berlalu lalang terbang di atasnya. Adam sudah pergi ke pantai untuk coba menombak ikan hiu. Jemy hanya sesekali mendengar pria itu mengumpat kesal, dan malah ingin tertawa jika melirik beberapa ranting kering yang sudah Adam jemur untuk membuat api jika dirinya berhasil mendapatkan tangkapan.
Mereka berdua sama-sama belum makan dari pagi. Jemy hanya minum air kelapa dan memakan sekalian daging kelapa mudanya. Gadis itu pikir mereka memang tidak akan makan sepanjang hari ini. Sampai tiba-tiba Adam berteriak jika dirinya berhasil menangkap ikan dan segera membawanya lari untuk di pamerkan.
Bukan hiu tapi semacam ikan karang dengan sirip hampir seperti monster dan gigi meringis mengerikan. Adam juga tidak mendapatkannya dengan menkmbak. Tapi ikan itu saja sepertinya yang sedang terlalu sial dan bodoh hingga siripnya tersangkut di jaring.
"Jaga ikannya jangan sampai di curi camar, aku akan membuat api. "
Jemy masih heran memandadangi ikan yang seperti melotot seram kepadanya itu sambil merinding ngeri membayangkan mereka akan memakan monster laut.
"Apa kau yakin ini bisa di makan?" tanya Jemy pada Adam yang sudah sibuk melepas tali sepatu.
"Harusnya bisa."
Adam mulai fokus untuk menggesek kayu di atas sebilah kayu kering. Sepertinya dia memang sudah bisa melakukan sendiri tanpa bantuan. Karena sepertinya ia sudah mulai paham celahnya. Adam berhasil membuat kayunya berasap setelah hampir dua jam dan itu sudah merupakan kemajuan yang luar biasa.
Akhirnya mereka kembali memiliki api. Mereka hanya menusuk ika itu di batang kayu dan memanggangnya di atas api.
"Sepertinya ini makanan paling layak yang bisa kita makan sejauh ini. "
Jemy setuju karena walaupun bentuknya seperti monster dan agak bercampur arang tapi daging ikannya terasa manis dan segar.
Setelah selesai makan dan memulihkan energi mereka coba kembali membenahi gubuk mereka dengan atap yang lebih rapat.
"Semoga malam ini tidak kembali turun hujan."
Adam coba menjemur beberapa ranting lagi untuk persediaan nanti malam.
"Apa mungkin kita berada di sisi yang salah dari pulau ini? " kata Jemy tiba-tiba sambil menerawang jauh pandangannya ke arah pantai yang berombak landai dan angin semilir.
"Mungkin kita bisa coba menelusuri sisi pantai yang lain."
Adam hanya diam mempertimbangkan usulnya tapi sepertinya dia setuju.
Malam itu tidak turun hujan, Jemy berusaha tidur meringkuk karena nyamuk semakin luar biasa setelah turun hujan. Adam masih duduk di sebelahnya, belum tidur dan hanya memandangi api di depannya. Entah apa yang sedang di pikirkan pria itu, Jemy tidak berani bertanya karena takut ikut menanggung beban pikirannya karena dia sendiri juga sudah punya terlalu banyak masalah untuk dipikirkan. Padahal seharusnya sekarang mereka lebih baik melupakan semua itu karena sama-sama tidak tahu harus sampai kapan lagi semua ini mereka jalani. Jika hidup di sini saja sudah berat lantas untuk apa mereka masih menyusahkan diri dengan memikirkan perkara yang terlalu jauh degan mereka. Nyatanya mereka sekarang hanya berdua tinggal di bawah atap sempit yang juga hanya cukup untuk tubuh mereka berdesakan. Tak peduli dia putra siapa kenyataannya sekarang mereka berdua tidak punya apa-apa, hanya dua individu yang harus bekerja sama untuk bertahan hidup.
"Kenapa kau belum tidur?" tanya Adam lebih dulu karena melihat Jemy belum memejamkan mata meskipun sudah berbaring dari tadi.
Gadis itu hanya menggeleng tanpa bicara apa-apa, dia hanya tidak menduga jika Adam akan melepas kemejanya setelah itu dan mengunakannya untuk menyelimuti kaki Jemy yang sedari tadi gelisah di hinggapi nyamuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
SURVIVAL LOVE
RomanceBACAAN DEWASA! Seperti apa rasanya terdampar di pulau berdua hanya dengan seorang pria super kaya yang merupakan calon kakak iparnya. Tidak ada air tawar, tidak ada makanan, tidak ada tempat berteduh, pakaian pun sampai harus bergantian. Tapi tetap...