1

0 0 0
                                    

Pagi telah tiba, sang purnama telah pergi untuk beristirahat dari malam yang telah ia lalui seorang anak perempuan terlahir dengan normal dengan sebuah raut kekecewaan dari beberapa orang.

"Oekk.. oekkk..." tangis pilu sang bayi yang tak berdosa telah dilahirkan ke dalam dunia yang mungkin saja akan berbahaya bagi dirinya.

"Haruskah kau lahir? Apakah kau tak mengerti bayi kecil? Aku senantiasa selalu ingin membunuhmu saat kau masih menjadi janin tapi kenapa? Kenapa kau bertahan, ini sungguh mengecewakan padahal umurku masih begitu belia" tutur sang perempuan yang tengah memandangi bayi yang terlilit oleh sehelai kain.

"Sudah ku katakan kan gugurkan dia apapun caranya. Aku tak ingin menjadi ayah secepat ini, lagipula jika saja bayimu lelaki aku akan lebih sedikit tenang, ini adalah bayi perempuan akan jadi apa dia nantinya? Perempuan sama sekali dengan mudah terlena contohnya kau sendiri Kania" sang laki laki sekaligus suami terpaksa Kania karna kesalahan inipun menutup pintu dengan agak keras kemudian meninggalkan mereka berdua.

Kania menangis tersedu-sedu meratapi nasib yang tak pernah ia inginkan.

Setelah beberapa hari kehidupan Kania dan Faiz dipenuhi dengan amarah dan emosi. Tidak pernah ada seharipun tanpa kebisingan di rumah itu bahkan sang tetangga pun sudah hapal akan bahasa yang mereka keluarkan.

"Kamu kenapa sih mas ngasih uang bulanan aja pelit. Kamu malah ngasih semua ke ibu kamu, aku paham ibu kamu penting tapi liat Nadia dari kemarin dia kelaparan aku juga udah nggak punya ASI mas!"

"Itu salah kamu makanya kerja jugalah aku tau Nadia anak aku tapi ibuku lebih butuh uang, ya kamu sebagai ibu kasih makan apa aja ke Nadia aku malas pusing soal ini"

Sang suami kembali tidur tanpa mempedulikan ocehan sang istri. Tanpa memikirkan perasaan si bayi yang berusia satu tahun yang telah menatap mereka selama mereka bertengkar. Bagi si bayi ia hanya beranggapan bahwa ia melihat kedua orang tuanya sedang bermain di benaknya hanya itu saja.

Nadia dengan segala benaknya tertawa lepas tanpa tau kejadian apa lagi yang akan menimpanya.

~•~•~
"Hufttt ternyata gini ya punya anak ARGHH ya Tuhan aku menyesal melakukan itu namun apa daya kesalahan itu telah membuahkan hasil yang sangat membuat aku dendam akan kehidupan entah bagaimana kehidupanku berikutnya, kumohon agar anak itu tidak menghambat segalanya"

Kania membereskan perlengkapan rumah yang berserakan kini usia Nadia menginjak 2 tahun dimana ia pun masih belum pernah berdamai dengan sang suami yang pulang pagi pergi pagi.

Kadang Kania berfikir mengapa ia tidak meninggalkan anaknya saja di panti?

Mungkin karna gengsi terhadap tetangganya , lagipula ia merasa anaknya tidak terlalu berharga baginya hanya datang memberi kesengsaraan baginya dan bagi sang suami.

"Plakkk.. , Niaa kamu ga becus banget jaga anak lihat ini Nadia berantakan tas kerja aku"

"Lah kok malah nyalahin aku, main pukul pula masss asal kamu tau aku udah capek banget ngadepin kamu saking capeknya rasanya aku ingin bunuh diri saja"

"Kenapa ga bunuh diri sekarang?"

"Emang kamu mau di repotin sama Nadia? Kalo mau aku pergi sekarang"

"Lah kalau mau mati bawa aja anak kamu sekalian, anak haram"

"Anak kamu juga itu, sekali lagi kamu tampar aku , aku bakal pergi ninggalin kamu sama Nadia"

...........
See you next chap:)

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 04, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

EndlessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang