3.

326 57 9
                                    

"Nona Hinata...Nona Hinata" Suara wanita paruh baya membangunkan Hinata dari tidurnya.
.
.
"Kenapa Nona Hinata tidur dengan jendela terbuka?"
.
.
Hinata mengusap matanya. " Apa ini sudah pagi?... Ummmn " mata Hinata langsung terbuka dan berlari keluar kamar, dia menyadari kalau Naruto sudah tidak ada di teras kamarnya hanya ada gelas dan piring bekas makanan kemarin. Semua terjadi sangat singkat dan terasa seperti mimpi.

"Apa Nona mencari sesuatu? Biar saya saja yang mencari." Dayang Hinata menawarkan diri untuk membantu Hinata.

"Tidak perlu" Hinata mengangkat nampan itu dan memberikan pada Dayangnya. "Tolong bawa ini ke dapur, terimakasih" Dayang Hinata segera melaksanakan perintah dari Hinata. Hinata menyadari ada sobekan kertas di lantai. Hinata memungutnya dan membaca tulisan.

' Maaf aku harus pergi tanpa berpamitan '

Hinata tersenyum tanpa sadar dan menyimpan sobekan kertas itu di dalam lacinya. " Tidak aku maafkan." Gumam Hinata sembari terkekeh. Hinata segera mempersiapkan diri untuk menghadiri pertemuan dengan cendekiawan dari kerajaan tetangga.

Di sisi lain, seperti biasa para prajurit sedang berlatih menggunakan senjata. Naruto dan beberapa prajuritnya berlatih menggunakan tombak.

" Suamiku tampak gagah ya ." Teriak Sai dari balkoni perpustakaan kerajaan.

"Turun kau! Biar Ku pukul wajah menyebalkanmu! Naruto itu suamiku" teriak Gaara menyahuti Sai lalu tertawa terbahak-bahak.

Naruto melempar tombaknya dan tombak itu menancap beberapa sentimeter dari Kaki Gaara. " Sepertinya tanganku tergelincir, lain kali tombak itu akan menembus.... " Naruto menghentikan ucapannya dan menunjuk kepala Gaara.

"Kenapa kau sensitif sekali hari ini ? " Sahut Gaara. Gaara mengeluarkan sekantung kue kering yang dia dapat dari saudagar. "Ini ambil saja"

Naruto membuka isinya. " Apa ini? Aku tidak pernah melihat makanan sekeras ini"

"Itu aku dapat dari saudagar kenalan Ayahku. "

"Permisi, Gaara... Ayahku memanggilmu." Hinata menghampiri Gaara. Naruto menatap wajah Hinata dengan tatapan penuh makna. Hinata tersenyum pada Naruto lalu memberikan gulungan kertas pada Gaara.

"Aku baca dahulu, surat dari Ayahmu" Gaara mulai membaca isi surat dari Tuan Hiashi. Hinata berdiri disamping Gaara sekaligus membelakangi Naruto. Jari kelingking Naruto mulai diam- diam saling berpaut dengan jari Hinata. Wajah mereka memerah layaknya buah tomat yang mulai matang. Hinata memberikan secarik kertas kecil padanya lalu melepaskan tangannya dari Naruto.

"Mari kita segera pergi, Gaara." Ajak Hinata. Gaara terdiam beberapa saat lalu segera menggulung kertasnya seperti semula.

"Aku rasa aku tidak bisa menemui Ayahmu"

"Kenapa?"

"Aku rasa aku tidak pantas untuk memberitahu alasanku padamu Nona Hinata." Jawab Gaara. "Kau pasti tau alasanku mengapa tidak ingin menemui Ayahmu."

Hinata menggelengkan kepalanya. " Aku sungguh tidak tahu apa-apa"

Naruto berdiri diantara Gaara dan Hinata. " Gaara, kau tidak boleh berkata kasar pada Nona Hinata. Kau seharusnya..."

Gaara berhadapan dengan Naruto dan tatapannya menjadi sangatlah tajam. " Aku seperti ini karenamu!" Sahut Gaara sebelum Naruto menyelesaikan ucapannya. Gaara menghela nafas panjang dan mencoba mengontrol emosinya. " Baiklah... Aku akan memberimu pilihan tanpa memberitahu isi gulungan ini padamu. Apa kau ingin aku pergi menemui Tuan Hiashi atau tidak?"

"Bagaimana aku bisa menjawab itu?"

" Ya atau tidak." Ulang Gaara

" Kenapa aku harus memilih ini? " Tanya Naruto sembari melipat lengannya.

Love In The Middle Of  Night (Naruhina)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang