Can you hear me screaming?

193 36 3
                                    

Jantungku berdetak cepat seperti besok adalah akhir dari dunia.

Bersama dengan Manager Oppa kami membawa Joohyun ke rumah sakit terdekat. Sepanjang perjalan aku terus menggenggam tangannya dan enggan melepasnya. Aku sangat takut, jika genggamanku terlepas, maka Joohyun akan pergi meninggalkanku. Begitu pintu mobil terbuka, Manager Oppa menggendong Joohyun dan menghampiri beberapa perawat yang langsung menyediakan tempat tidur dorong. Tanpa banyak bicara, Joohyun langsung dibawa ke ruang UGD karena mereka mencurigai Joohyun terkena serangan jantung.

Kami bersama para perawat berlarian menembus koridor rumah sakit Huntington Memorial. Dinding rumah sakit yang putih pucat membuatku menelan ludah dengan cepat. Kenangan tentang rumah sakit mengingatkanku pada kecelakaan lalu lintas yang pernah aku alami ketika aku dan Yerim pulang dari jadwal kegiatan kami. Setelah peristiwa itu terjadi, setiap kali aku menginjakkan kaki di rumah sakit, seketika kenangan buruk memenuhi otakku. Aku menggeleng cepat, berusaha untuk menyingkirkan kenangan itu dari pikiranku. Sekarang bukan saatnya mengingat itu, tidak ketika Joohyun dalam kondisi seperti ini.

Dengan panik aku mendampingi mereka hingga sampai ke depan ruang UGD, namun langkahku terhenti ketika seorang perawat tidak memperbolehkan kami untuk memasuki ruangan tersebut.

"Please let me in!" Protesku dengan bahasa inggris seadanya.

"Sorry Miss, but we can't allow another people go to Emergency room except the patient themself. Please wait in the waiting room." Jelas perawat wanita tersebut. Aku tidak mengerti apa yang dia bicarakan. Tapi aku tahu, perawat itu tidak memperbolehkan kami berdua masuk, dan itu membuatku frustasi.

"Tapi―" Sebelum aku melancarkan protes lebih lanjut, Manager Oppa menarik lenganku ke belakang dan membungkuk hormat pada perawat tersebut.

"We understand. I apologize for our action earlier." Ujar Manager Oppa. 

Aku menatap pria di sebelahku dengan tajam, hingga tidak menyadari bahwa perawat wanita di depan kami sudah masuk ke dalam ruangan. Meninggalkan kami berdua di depan ruangan seperti orang bodoh.

"Oppa, tapi aku ingin masuk!" Protesku padanya.

Pria berkacamata di sebelahku menghela nafasnya pelan, sebelum dia menggenggam bahuku dengan erat. "Seulgi, kau harus tenang. Yang bisa kita lakukan sekarang hanyalah menunggu."

Mataku membulat lebar ketika mendengar dia mengatakan hal tersebut. Bagaimana aku bisa tenang jika orang yang aku cintai sedang meregang nyawa di dalam sana? Bagaimana aku bisa tenang jika salah satu penyebab Joohyun seperti itu karena aku tidak berusaha keras untuk melarangnya tampil? Bagaimana aku bisa tenang jika sekarang aku sangat panik?

Kau tidak bisa menyuruh orang panik untuk tenang!

Sampai kapanpun mereka tidak akan pernah tenang!

"Oppa, aku tidak tahu apa yang terjadi dengan Joohyun di dalam sana. Joohyun bilang dia tidak mau mati, Oppa. Dia mau mati! Bagaimana aku bisa tenang jika Joohyun sudah berbicara seperti itu?" Teriakku dengan frustasi. Napasku terengah-engah dibuatnya. Bila aku bisa memandang diriku di cermin, mungkin saat ini wajahku berwarna merah padam. 

Aku bisa melihat Manager Oppa membulatkan matanya ketika melihat emosiku pecah, dan aku menyesal telah berkata seperti itu padanya. Aku tahu dia hanya berusaha menenangkanku.

Aku menyisir rambutku ke belakang, berusaha untuk mengendalikan emosiku yang meluap-luap. Jujur ini pertama kalinya aku meninggikan nadaku ketika berbicara dengannya. Biasanya aku adalah orang yang paling sabar di Red Velvet. Hanya saja bahkan orang paling sabar pun bisa kehilangan kesabarannya jika seseorang yang dicintainya terancam, dan itu berlaku juga untukku.

It has been a whileTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang