Malam ini selepas pulang kerja -hanya membuat laporan untuk diserahkan ke-kepolisian- mencoba bersantai dan mengisi perutku, pancake dengan yogurt dan segelas lemonade, disebuah restoran kecil dekat dengan kantor, sekitar lima belas kaki. Restoran langganan, harganya pas dikantongku dengan porsi yang besar, memiliki para pelayan yang ramah. Tidak lupa free Wi-Fi. Holysweet.
Restoran ini sebenarnya restoran yang menjual menu sarapan, namun mereka kadang buka satu hari penuh bila menu tidak terjual semua. Tidak banyak menu makanan disediakan, beberapa roti, kue dengan krim, donat, kopi, beberapa minuman teh dan alkohol.
Pemiliknya hanya nenek tua renta yang sibuk dengan teh hijau dimeja pojok. Anne Laber.
Hujan deras tiada henti dari matahari menyingsing sampai tenggelam ditelan purnama jingga. Gelap gulita dan temaramnya lampu jalanan melengkapi kota, manusia brutal akan mudah bosan bila hidup dikota ini. Pintu restoran sering berdenting pelan sesekali kencang karena ulah anak muda arogan berpakaian bulu, mereka yang disini kebanyakan mencari peneduh kala jam pulang kantor terhalang hujan. Sebagian orang memiliki payung mereka masing-masing, mereka memenuhi jalan trotoar payung dari pelastik bening dan payung hitam, tidak ada yang bermotif, apalagi bermotif bunga.
Seseorang memukul kepalaku dari belakang. Ah, Mr. Cartte, kami orang kantor menyebutnya Bob. Pria penyuka rokok, salah satu detektif, sama sepertiku. "ada masalah apa denganmu!?" Bob memukul kepalaku dengan keras, kuusap pelan, tidak bisakah ia menyapaku dengan benar.
"Haha tenanglah Austin, kau terlalu serius..." Bob menunjuk satu jari telunjuk kepada bartender -Yudha- dihadapannya dengan senyum jahil masih terpantri, dijawab dengan anggukan. Seperti biasa ia memesan satu gelas medium untuk minuman keras. Namun wajahnya berubah dengan cepat, terlihat bingung lalu resah, menunduk lalu mendangah. Apakah Bob yang aku kenal seperti ini karena ia adalah seorang mulut penceletuk paling ringan. Ia mendesah pelan.
"... Kita punya kasus baru." Ia terdengar hati-hati saat membicarakan itu.
Sebenarnya tidak terlalu senang mendengar nada suara Bob, apakah kasus ini terlalu mengerikan untuknya atau untuku. Pikiranku hanya terfokus pada game Residen Evil 7 Biohazart, belum selesai kutamatkan disalah satu gerai komputer milik Charles. Tapi aku butuh uang. Bahkan lemonade yang aku minum pun membutuhkan uang. Dan kasus ini, memberikanku uang.
"Ceritakan."
Mata biru Bob berkilat meliriku tanda tanya, terkejut, atau mungkin tidak menyangka. Yang Bob tahu aku hanya pria muda Asia usia 26 tahun penyuka lemonade dan gorengan udang. Lazy people who like video game and always sleep everywhere. Bukan seorang penyelidik ataupun pihak berwajib. Usia Bob bisa empat puluh dua tahun namun kekuatan fisiknya mampu mengalahkan orang-orang yang sudah ahli kickboxing dan ranah ring laninya, feteran. Bob hanya nama pendek, ia memiliki nama asli Lisbon Cartte, penyebutan Bob karena ia bisa menirukan Mr.Bean kala mengatakan Bob dengan lucunya, pria Inggris ini layaknya seorang ayahku dan untuk tim kami.
"Sebenarnya kamu bisa membaca laporannya dimejamu, namun malam ini aku tak punya teman..." Bob menyesap minumannya perlahan. "... And then I'll tell you."
Cuaca di bulan Agustus harusnya terhitung hangat, namun berbeda kali ini. Dingin menyeruak hingga kedalam kulit, memaksa orang-orang diluaran mengeratkan jaket-jaket mereka. Hujan yang seharusnya mulai reda tak kunjung memberi waktu untuk sekedar menyebrangi jalan. Lembab dan bau pesing menyebar diudara malam.
Semoga kasus ini tidak begitu sulit.
"Wanita ini diduga membunuh dirinya sendiri didalam bathtub. Ia menyayat pergelangan tangannya dengan pisau pencukur, kondisinya telah membengkak." Bob menyesap kembali minumannya, sekarang lebih banyak yang ia sesap. Kuyakin ia merasa mual. Satu pertanyaan melayang dikepalaku, kenapa detektif dihubungi saat-saat simayat sudah diotopsi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Susukkek-Ki Feeld Body
Mystery / ThrillerAustin adalah detektif swasta yang menjalani hidupnya penuh dengan drama keingintahuan, tuntutan dan ketertarikan. Satu kasus sederhana membawanya kepada bahaya yang misterius. Pembunuh yang masih sama dengan kebiasaannya. Menguliti, memotong, memba...