Satu Bulan Kemudian
Selepas bertemu dengan teman-temannya, kini Arin berniat untuk mampir ke rumah sakit. Ia ingin menemui Kak Arka sembari membawakan makan siang untuk pria itu. Semua orang yang ia temui sangat ramah menyapanya. Sepertinya mereka semua sudah tahu bahwa dirinya adalah istri dari Dokter Abdurrahman Arka Ramadhan.
"Selamat siang, Mbak Arin," sapa salah satu suster.
"Siang. Oh iya, Dokter Arka ada?"
"Ada, Mbak. Dokter lagi di ruang pasien no. 32. Sebentar lagi siap. Mbak bisa tunggu saja di ruang dokter. Biar saya yang beri tahu ke sana."
Arin mengangguk dan lanjut melangkah menuju ruangan Kak Arka. Sudah lama ia tidak ke ruangan ini. Awalnya, ia hanya ingin duduk dan menunggu suaminya saja. Namun, setelah memperhatikan meja kerja Kak Arka. Ia berinisiatif untuk merapikannya. Kak Arka pernah bilang kalau ia memang menjadikan ruang kerja bersifat rahasia. Jadi, tidak ada satu pun petugas yang diperbolehkan masuk ke ruangannya tanpa izin yang jelas.
"Ini kan buku aku? Kenapa ada di sini?" tanya Arin kepada dirinya.
Arin mengambil dua buku miliknya. Satu berukuran standar dan buku lainnya berukuran lebih besar. Ia membuka setiap halaman di buku itu. Ia menemukan foto-foto di dalamnya.
'Kenapa semua isi buku ini foto aku semua, ya?' gumam Arin membatin.
Ia masih membolak-balik halaman buku itu. Namun, ia masih tetap memikirkan alasan ia menempelkan banyak foto di sana. Bahkan, foto semenjak dia menjadi santri masih tertempel rapi.
"Arin, kamu lagi apa di sana?" tanya Kak Arka.
"Ini buku apa, Mas?"
Pertanyaan Arin sontak membuat Arka kaget.
"Ini buku aku kan?" tanya Arin mengangkat salah satu buku.
"I-Iya. Waktu itu aku yang ngambil," jelas Kak Arka sedikit gugup.
"Trus yang ini?"
Arin bergantian mengangkat buku lainnya.
"Itu kumpulan foto kamu yang aku kumpulin beberapa waktu belakangan ini."
Arin menerima jawaban dari Kak Arka. Tidak ada yang perlu dicurigai dari gelagat pria di hadapannya. Lagian semua foto itu adalah dirinya bukan perempuan lain.
"Iya udah, deh. Lupain masalah kedua buku itu. Kamu berhak kok tahu isinya. Sekarang waktunya kita makan," ucap Arin menarik tangan Arka.
"Kita makan siang di mana?" tanya Arka menahan langkah istrinya.
Arin mengangkat bekal yang sudah dibawanya. Saat mereka sedang menikmati makan siang. Seseorang mengetuk pintu ruang kerja Kak Arka. Entah siapa sosok yang berani mengganggu makan siang mereka.
"Masuk," teriak Kak Arka yang sedang malas untuk banyak bergerak.
Betapa terkejutnya mereka saat melihat perempuan yang baru saja masuk ke ruangan Arka. Tentu saja Arin sangat kenal dengan perempuan itu. Dia juga senior Arin sewaktu mereka bersekolah dulu. Namanya, Nadia. Perempuan cantik yang pernah berhasil membuat Kak Arka jatuh hati.
"Hai, Arka," sapanya ramah.
"Nadia? Ada apa ke sini?" tanya Kak Arka to the point.
"Owh, ternyata ada istrimu juga. Bagus deh. Maksud kedatanganku, aku cuma mau memantau kondisi kamu. Soalnya kita udah lama banget nggak ketemu. Kebetulan aku juga dapat info dari teman yang lain kalau kamu dokter di sini," ujar Kak Nadia menatap Arin tajam.
"Hm, aku sehat. Nadia, sekarang waktu istirahat. Itu artinya waktu aku sama istri aku. Aku minta kamu keluar dari ruangan sekarang," sahut Kak Arka terlihat tidak nyaman.
Raut wajah Kak Arka berubah menjadi tegang semenjak kehadiran Kak Nadia. Bukan karena ia takut dengan Arin, hanya saja ia menghargai keberadaan istrinya di sana. Ia tidak ingin Arin tersakiti hanya karena perempuan itu.
"Oke, aku bakal keluar sekarang, tapi aku mau ngomong dulu. Aku ke sini juga mau bilang kalau cinta kamu ke aku dulu itu nggak pernah bertepuk sebelah tangan. Aku juga menyukaimu semenjak awal kita ketemu."
Penjelasan Kak Nadia membuat Kak Arka dan Arin terdiam. Apakah ini yang dinamakan dengan ujian dalam pernikahan? Kenapa dia harus datang lagi sekarang? Kenapa Kak Nadia seberani itu mengungkapkan rasanya? Ditambah ada aku di dekat mereka.
"Maaf, kalian silakan ngobrol aja dulu. Aku mau keluar sebentar menemui suster Fitri," pamit Arin.
Arin langsung berlari meninggalkan mereka. Saat ini seakan puluhan anak panah menghujam jantungnya bersamaan.
"Arin ..." panggil Kak Arka.
Arin menoleh dengan mata yang sudah memerah. Ia tidak kuat menahan buliran air mata untuk tidak membasahi kedua pipinya. Kak Arka mendekap tubuh Arin ke dalam pelukannya.
"Maaf," ucap Kak Arka singkat.
"Untuk apa? Bukan kah nggak ada yang perlu dimaafin?" jawab Arin menyeka air matanya.
"Arin, Mas minta maaf udah buat kamu nangis. Maaf kalau kamu harus melihat kejadian tadi. Percaya lah, cuma kamu satu-satunya perempuan yang akan menjadi pendamping hidup aku. Kamu itu istri aku. Nggak ada perempuan lain yang bisa menggantikan posisi itu. Kamu percaya sama Mas, ya. Nadia cuma bagian dari masa lalu aja. Nggak ada hubungannya dengan kita di masa sekarang dan masa depan. Mas udah punya kamu. Jangan sedih lagi, ya," jelas Kak Arka.
"Kamu tenang aja, Mas. Aku percaya itu. Kita lupain ya persoalan tadi," sahut Arin kembali duduk.
Bukannya ia tidak percaya dengan suaminya. Hanya saja ia khawatir kalau saja keadaannya semakin memburuk. Maka Nadia akan merasa punya peluang yang besar untuk merebut Kak Arka.
To be Continue
KAMU SEDANG MEMBACA
Lynella (COMPLETED✅)
Roman d'amourKita tidak bisa memilih akan jatuh cinta kepada siapa. Kita tidak bisa memaksa bahwa semua impian harus terwujud. Kita juga tidak bisa berharap selalu ada untuk mereka yang tersayang. Cerita ini merupakan bagian dari perjalanan, petualangan, dan...