Happy reading semuanya.
🍁🍁🍁
Jovanka memasuki apartemen pribadi Daxter dengan pelan. Seluruh lampu di dalam apartemen laki-laki itu dimatikan sehingga hanya menyisahkan kegelapan. Meski begitu, Jovanka bisa melihat siluet tubuh Daxter yang sedang menatap ramainya ibukota melalui jendela besar yang ada di kamarnya.
"Daxter," panggilan Jovanka sama sekali tidak mengusik kediaman laki-laki dua-puluh-tiga tahun itu.
Jovanka menghela nafasnya. Setelah menyalakan lampu, dia bisa melihat jika kamar Daxter sangat berantakan dengan beberapa botol minuman keras. Daxter pasti sedikit lepas kendali tadi, dan Jovanka merasa sangat menyesal sekarang karena tidak datang lebih awal.
"Kamu marah?" lirih Jovanka.
Inilah yang ia takutkan sejak awal. Jovanka takut jika Daxter menatapnya sebagai monster karena telah menyukai seorang bayi yang bahkan masih belum bisa melihat dunia dengan jelas.
"Aku tahu kamu jijik sama aku. Tapi Daxter..." Jovanka menghentikan ucapannya karena Daxter sudah mendorongnya ke ranjang lalu menciumnya dengan membabi buta.
"Daxter, kita harus bicara dulu," Jovanka menahan dada Daxter saat laki-laki itu sudah menurunkan ciumannya ke arah lehernya. "Kita harus bicarakan tentang kita malam ini juga, Daxter." lanjutnya yang membuat Daxter menghentikan ciumannya.
"Apa yang mau kamu bicarakan, Jo?" tanya Daxter dengan kepala yang ia sembunyikan di ceruk leher wanitanya. Daxter selalu menyukai bau Jovanka yang merupakan campuran dari aroma parfum Versace bright crystal absolu dan aroma tubuhnya sendiri.
"Aku tahu kamu jijik..."
"Kenapa aku harus jijik, Jovanka? Demi Tuhan, aku mencintai kamu!" potong Daxter sambil menciumi leher jenjang Jovanka hingga wanita itu menggeliat karena geli.
"Aku menyukai kamu sejak kamu masih bayi, Daxter. Apa menurut kamu jiwaku baik-baik saja?" Jovanka bertanya dengan bibir yang bergetar. Setelah sekian lama akhirnya dia bisa menanyakan hal itu secara langsung kepada Daxter-nya.
"Kenapa kamu bisa berpikir begitu? Jo, siapa yang bisa mengendalikan perasaan? Kamu menyukai aku sejak aku semuda itu, itu juga bukan kemauan kamu. Kenapa kamu berpikir jika kamu sakit? Kenapa kamu melakukan hal sejauh itu?" Daxter sungguh ingin tahu tentang yang satu ini.
"Sudah aku katakan kalau aku takut kehilangan kamu, Daxter. Pertama, aku kehilangan kamu karena harus kembali ke Belanda. Kedua, aku harus kehilangan kamu karena saat itu kamu masih muda. Kamu masih dua-belas tahun, sedangkan aku sudah sembilan-belas. Ketiga, aku kehilangan kamu karena kamu sudah punya kekasih. Aku nggak mau kehilangan kamu lagi setelah kamu tahu jika aku sudah mencintai kamu sejak kamu semuda itu."
"Jovanka, aku nggak pernah jijik sama kamu. Aku malah merasa beruntung bisa dicintai wanita semenakjubkan kamu sejak aku bahkan belum bisa membuka mataku dan mengenali kamu sebagai wanita yang luar biasa." Daxter mengulurkan tangannya untuk mengelus pipi Jovanka yang basah oleh air mata.
"Karena untuk sekarang umur kita terlihat wajar." kata Jovanka seperti apa yang dikatakan Dirly kepadanya.
"Maksud kamu?"
"Kata Dirly, di usia kita yang sekarang, semuanya terlihat wajar. Tapi tidak sebelas tahun lalu saat kamu masih dua-belas." kata Jovanka yang membuat tubuh Daxter menegang.
"Kamu tahu, sejak putus sama Delia, Bang Dirly dan Raidon selalu bilang kalau aku memang sudah punya takdirku sendiri dan dia bukanlah Delia. Mereka bilang kalau mereka iri karena aku sudah menemukan takdirku. Dan wanita itu sangat menakjubkan. Mungkin itu yang membuat aku tanpa sadar sedikit membatasi diri dengan wanita."
"Okay kesan playboy memang sudah melekat di diri aku," Daxter segera berkata saat melihat Jovanka yang menatapnya tajam.
"Tapi, demi Tuhan, Jovanka, aku cuma menganggap mereka teman, nggak lebih. Kamu juga udah dengar sendiri dari Om Mike kalau aku menjaga diri aku dengan baik untuk kamu." kata Daxter lagi dengan wajah yang meyakinkan.
"Bang Dirly dan Raidon selalu bilang kalau aku harus jaga diri dengan baik karena wanita pemilik cincin ini juga menjaga dirinya dengan baik." Daxter menyentuh cincin yang sudah menjadi bandul kalungnya entah sejak kapan itu.
"Dirly dan Rai bilang begitu?"
"Iya. Awalnya aku masa bodoh sampai ada saat aku ingin membuang cincin ini," Daxter meringis saat melihat tatapan Jovanka yang kembali menajam.
"Aku masih lima-belas tahun, Jo. Siapa yang percaya dengan takdir?! Ya, meskipun aku tahu kalau Bang Dirly dan Raidon nggak akan pernah bohong," kata Daxter mencoba mencari alasan.
"Tapi aku selalu gagal untuk buang cincin ini karena Mama selalu bilang kalau cincin itu dari kakak perempuanku yang sudah pergi jauh. Aku kira ini adalah cincin yang Mama-Papa siapkan untuk Kak Angel. Ternyata Kakak yang mereka maksud adalah kamu." Daxter menghela nafasnya.
"Tante Ari bilang begitu?" tanya Jovanka terkejut, Daxter pun menganggukkan kepalanya.
"Mama beberapa kali bahas tentang kalian -Joshua, Jovian, Jonathan, Jovanka-, tapi aku selalu nggak peduli karena memang aku nggak pernah ketemu sama kamu. Bang Dirly dan Raidon pun nggak pernah sebut nama kamu, mereka cuma bilang 'wanita itu'. Aku juga nggak tahu kenapa." Daxter menghela nafasnya pelan.
"Karena saat aku sembilan-belas, aku kembali ke Belanda seorang diri karena aku bilang kalau aku nggak suka Indonesia. Aku nggak mau menghabiskan natal dengan kalian."
"Kenapa?"
"Karena aku mulai merasakan jika aku gila. Bayangkan, aku mencintai kamu yang masih bau minyak telon!" Daxter mengerucutkan bibirnya dengan kesal yang membuat Jovanka terkekeh.
"Berterima-kasihlah kepada Dirly dan Raidon yang bisa membuat ketidakmungkinan di antara kita menjadi mungkin, Daxter." lanjut Jovanka seraya mengelus pipi Daxter yang memerah. Mungkin itu pengaruh dari alkohol yang sudah dikonsumsinya beberapa jam yang lalu.
"Sepertinya aku harus membelikan Abang sebuah mobil dan membangunkan sebuah perpustakaan untuk Raidon." dan keduanya pun tertawa secara bersamaan sebelum saling menautkan bibir.
🍁🍁🍁
See you soon.
Much love💚
Mrs. Lee👰🏻♀️
28 Mei 2022🌱
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Scandal✔
RomanceSweet Scandal *** Jovanka Alixie, seorang fashion designer sukses di Perancis harus kembali ke Indonesia karena Mama-nya. Tak habis akal, Jovanka pun membangun bisnisnya di Indonesia dengan menggandeng sahabatnya semasa kuliah di Perancis. Namun hal...