Har tersenyum, senyumannya seolah meledek Zein. "Apa sih yang Papah gak tahu tentang kamu?" sahutnya.
Secara tidak langsung Har menegaskan bahwa ia selalu tahu tentang anaknya itu.
"Kalau memang Papah tahu, lalu kenapa Papah tidak mencegah atau membatalkannya?" tanya Zein. Ia merasa kesal karena papahnya hanya diam saja.
"Untuk apa? Meski Papah tahu, Papah tidak mau terlalu ikut campur dalam urusan kalian. Lagi pula anggap saja ini pelajaran buat kamu. Supaya kamu bisa tahu bagaimana rasanya jauh dari istri.
"Pah! Aku akui itu adalah kesalahanku. Tapi hal itu aku lakukan jauh sebelum kami menikah. Dan saat ini aku menyesal," jawab Zein.
Muh menyunggingkan sebelah ujung bibirnya. "Ambil hikmahnya saja, Zein. Jadi orang itu jangan ceroboh. Jangan merasa memiliki power sehingga bisa bertindak seenaknya," sahut Muh.
Muh memang sengaja ingin Zein menyesal agar tidak mengulangi hal seperti itu lagi. Ia pun ingin Zein bisa lebih menghargai Intan sebagai istrinya.
"Pah, apa Papah tidak kasihan pada Intan? Aku mohon, tolong bantu aku membatalkan rencana itu!" pinta Zein.
"Kasihan? Bukankah hal itu harusnya ditanyakan ke diri kamu sendiri? Saat kamu meminta mereka mengirim Intan ke perbatasan, apa kamu tidak kasihan padanya?" skak Muh.
"Dia itu masih muda, ibunya sedang sakit dan kariernya masih jauh. Bisa-bisanya kamu berniat mengirim dia ke perbatasan? Jujur, Papah kecewa sama kamu, Zein," tegur Muh.
Hati Zein terasa begitu sesak. Sudah sejak lama ia menyesal. Ditambah kali ini Muh kecewa padanya. "Terus aku harus bagaimana?" tanya Zein.
"Gimana kamu mau mimpin rumah sakit kalau ngurus satu istri aja gak becus?" skak Muh.
"Pah, rumah sakit dan wanita itu beda urusan. Treatmentnya pun pasti beda," ucap Zein, kesal.
"Oh iya jelas. Bahkan kamu yang sudah jadi profesor pun tidak paham bagaimana cara memperlakukan wanita dengan baik. Percuma sekolah di luar negeri," cibir Muh. Ia sangat gemas pada anaknya itu.
"Pah, mungkin untuk masalah karier, kita bisa cari ilmu di mana aja. Tapi mengenai hubungan dengan wanita, tidak ada ilmu pastinya, Pah. Sebab sifat setiap wanita itu kan berbeda," keluh Zein, kesal.
"Oh iya, bukan cuma sifat wanita aja yang beda, tapi lelaki juga. Contohnya kamu. Ketika orang lain bisa menjaga istrinya dengan baik, kamu malah mau mengirimnya ke perbatasan."
Zein semakin pusing dibuatnya.
"Jadi Papah datang ke sini cuma mau memperdebatkan masalah ini?" tanya Zein.
"Papah hanya ingin membuka pikiran kamu. Supaya kamu bisa lebih menghargai Intan dan menjaganya dengan baik. Jangan sampai menyesal jika dia diambil orang nanti," jawab Muh, santai.
"Tapi kan kami sudah menikah dan akhir-akhir ini aku sudah berusaha merubah sikapku, Pah. Lagipula hubungan kami cukup baik. Jadi tidak mungkin dia akan meninggalkanku begitu saja. Apalagi kalau sampai dia mengandung anakku," ucap Zein, yakin.
"Oya? Tapi rasanya terlalu dini untuk membahas kandungan, ya. Pernikahan kalian saja baru berjalan dua minggu," ledek Muh.
"Pah, kenapa Papah seolah sengaja ingin membuatku khawatir?" tanya Zein.
"Enggak, kok. Kan Papah sudah bilang, hanya ingin membuka pikiran kamu," jawab Muh.
"Sudahlah, Papah tenang saja! Aku pasti bisa menjaga istriku dengan baik," ucap Zein, yakin.
"Sepertinya bukan Papah yang tidak tenang. Tapi kamu yang justru terlihat tidak tenang. Kenapa? Apa kamu tidak yakin dengan pernikahan kalian?" ledek Muh lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dinikahi Profesor Galak (TAMAT)
RomanceIntan yang sedang melaksanakan koas di rumah sakit Harapan Keluarga begitu benci pada konsulennya-Zein yang sangat galak dan selalu memarahinya jika melakukan kesalahan, sialnya ternyata mereka telah dijodohkan dan harus menikah. "Saya harap Prof bi...