Inara 1

1K 124 21
                                    



Zain menatap laki-laki paruh baya di depannya dengan tatapan tidak percaya. Laki-laki itu, Pak Atmaja, pemilik perusahaan otomotif, tempat Zain bekerja.

“Menikahi Inara, Pak?” Suara Zain terdengar bergetar. Ruangan Pak Atmaja yang dingin mendadak terasa panas buat Zain.

“Iya, Nak. Inara hamil.” Laki-laki di depan Zain itu menunduk. 

Zain terhenyak. 

“Hamil?” Zain mendesis. 

“Tolong bantu bapak untuk menutup aib ini, Nak.” Wajah laki-laki gagah yang kini terlihat begitu letih itu terangkat. Matanya menatap Zain dengan penuh pengharapan.

“Tetapi, Pak …” Zain menatap Pak Atmaja dengan tatapan bingung.

“Hanya kamu yang bisa bapak percaya Zain. Hanya kamu yang bapak yakin bisa membantu keluarga bapak.” 

Zain meneguk salivanya dengan susah payah.

“Maaf, Pak, bukankah Inara sudah punya kekasih? Apakah kekasihnya itu yang telah menghamilinya? Kenapa tidak kekasihnya saja yang menikahi Inara?” Zain memberanikan diri untuk mengungkapkan apa yang ada dalam pikirannya.

“Itulah permasalannya, Nak. Kekasihnya tidak mau bertanggung jawab. Keluarganya mengirimnya ke luar negeri.” Mata Pak Atmaja terlihat berkilat. Kilatan emosi yang tidak bisa disembunyikannya.

Zain menghirup udara sebanyak-banyaknya untuk memenuhi rongga dadanya yang tiba-tiba terasa sesak.

“Apakah Inara bersedia, Pak?” Zain masih mencoba mencari celah untuk menghindari takdir yang dirasakannya begitu tidak berpihak kepadanya.

“Bersedia atau tidak, dia harus tetap memberikan ayah untuk anak yang sedang dikandungnya.” Suara Pak Atmaja terdengar begitu mantap.

Zain kembali menghirup napas panjang. Laki-laki yang dianugerahkan memiliki wajah tampan itu benar-benar melihat jalan buntu. Ia tidak melihat celah untuk bisa menolak permintaan bosnya itu.

“Baiklah, Pak.  Saya akan membicarakan hal ini terlebih dahulu dengan ayah.” Dengan berat hati Zain akhirnya memberi jawaban.

“Terima kasih, Nak. Bapak tidak akan pernah melupakan kebaikanmu.” Pak Atmaja bangkit dan langsung memeluk Zain dengan erat. Mata laki-laki berusia lima puluhan tahun itu mulai berembun. Zain mengangguk dan membalas pelukan laki-laki baik hati itu dengan badan serasa melayang. ‘Benarkah ini takdirnya?’ 

“Bapak akan segera mempersiapkan pesta pernikahan kalian.” Pak Atmaja merenggangkan pelukannya dan menepuk-nepuk pundak Zain dengan wajah berseri,  seakan-akan dia sudah yakin dengan yang akan terjadi selanjutnya.

“Saya permisi kembali ke ruangan, Pak.” Zain bangkit dan mengangguk hormat pada Pak Atmaja.

“Silakan. Saya juga harus segera menghadiri meeting.” Pak Atmaja ikutan bangkit dan berjalan beriringan dengan Zain menuju pintu. 

Sampai di ruangannya, Zain menghempaskan tubuhnya di kursi dengan kepala yang terasa berat. Laki-laki berusia 27 tahun itu mengetuk-ngetukkan jari telunjuknya ke meja. Inara, gadis cantik, anak seorang pengusaha sukses, yang masih duduk di bangku kuliah. Zain yakin, tidak ada laki-laki yang tidak akan tergoda dengan paras cantik Inara. Gadis itu memiliki segalanya. Tetapi, tidak buat Zain. Apalagi dalam kondisinya yang seperti ini.  

Bukan perempuan seperti itu yang Zain inginkan untuk menjadi pendamping hidupnya. Apalagi menjadi ibu dari anak-anaknya kelak. Meski Zain bukanlah laki-laki sholeh, tetapi, ia tetap menginginkan perempuan yang sholeha untuk menjadi teman hidupnya. 

Hijrah Cinta InaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang