BAB 12

1.5K 85 18
                                    

Baru saja menginjakkan kakinya di kelas, Cinta sudah di serbu oleh pertanyaan dari Naomi, perempuan itu terlihat marah juga khawatir dengan Cinta yang menghilang tanpa kabar selama satu hari lebih beberapa jam. Cinta berjalan dengan tangan yang menutup telinganya dan melempar tas nya ke kursi.

Naomi di buat naik darah akan tingkah laku Cinta. "Lo kemana aja? Hp lo gue telfon gak aktif sama sekali, gue spam juga ceklis satu, gue ke rumah lo katanya lo ngaku nginep di rumah gue?!" Gigi Naomi beradu, geram dengan Cinta yang tak kunjung membuka suara untuk menjawab segalanya.

"Cin!"

"Cin! Lo tuli? Udah sering gue ke rumah lo malah gak dapetin lo di sana, yang gue dapetin malah Lo ngaku ngaku nginep di rumah gue. Sumpah Cin, gue kayaknya harus lapor ke nyokap bokap lo, lo udah gak mau jujur sama gue, gue stres." Naomi menghembuskan napasnya kasar.

"Gue nunggu kabar lo malah lo ngilang kayak di temen bumi, gila lo?"

Cinta menoleh. "Gak, tetep bilang gue nginep di rumah lo."

"Woi bego!" Maki Naomi refleks. "Gak masalah buat gue manipulasi omongan kayak gitu, gampang. Disini masalah nya, lo kemana selama ini suka ngilang? Lo gak cerita apa pun ke gue, jujur Cin, gue mulai curiga sama lo. Lo kenapa, sih?" Naomi menatap Cinta, untungnya kelas masih sepi, seperti yang sudah di bicarakan sebelum sebelumnya kalau Cinta memang berangkat lebih pagi jika bersama dengan Adriel.

"Ada apa apa itu cerita, bukan ngilang kayak setan, lama lama setan udah mirip kayak lo, Cin."

"Gue gak kenap–––"

"Info pr dong mbaksehhhhh!!" Suara Juan menggema, pemuda berambut kriwil dengan kulit gelap itu menghampiri Cinta juga Naomi yang masih bersitegang, sampainya di dekat kedua perempuan itu, Juan malah diam, bingung.

"Ngapa lo? Lolok." Naomi yang masih emosi mulai mengolok Juan yang kini melotot.

"Idih, ngapa lo pagi pagi udah darting? Di putusin? Atau gimana? Atau lo stres ngurusin masalah masalah teori gak jelas itu? Lagian, psikopat lo idolain, rada gelo." Sinis Juan. Cinta masih diam, disini posisinya memang kurang akrab dengan teman sekelas kecuali dengan Naomi yang memang sudah sejak SD mengenalnya. Juan lebih akrab dengan Naomi karena dua sejoli itu kerab kali bercekcok tentang hal hal tidak berguna.

"Ngomong sekali lagi gue sambit mulut tebel lo!" Wajah Naomi memerah, dan Juan mengerti jika Naomi memang tengah emosi, bukan main main seperti biasanya.

"Wetttss, Sans aja kali, gue mau nanya doang, ada pr kagak? Kalo kagak gue mau cabut nge rokok." Kata Juan mengalah, cowok itu melempar tas nya dan berhenti tepat di atas meja miliknya.

"Masih pagi kok udah ngeluarin tanduk lo, gak bagus, muka lo bakal cepet keriput."

"Bacot."

"Dih, di omongin si tai ini malah ngeyel, tanya sama nenek gue kalo gak percaya, nenek gua waktu gua balik kampung yang bilang sendiri, real."

Naomi diam, membuat Juan mau tak mau menoleh ke arah Cinta yang sedikit menunduk. Juan sebenernya tidak mengerti, dia tau Cinta itu asik sekali jika di ajak untuk berbaur, sama kayak Naomi, tapi yang dia liat juga Cinta selalu membatasi aktifitas nya kepada orang lain, terutama lawan jenis, dan pengecualian untuk Naomi. "Cin, ada pr gak? Gua mau nyebebat soalnya, nanti ke ganggu, males gua." Ujar Juan.

"Mending lo pergi sebelum meja lo gue banting sampe patah ya, Juan." Juan menoleh dan bergidik membayangkan kekuatan super milik Naomi. Pemuda itu mengedikkan bahunya dan berdecih. "Pelit lo, gua doain lo beneran ketemu sama tuh psikopat terus lo trauma liat darah darah."

"Babi! Maju lo!" Naomi berdiri dan menggebrak meja, Cinta refleks menoleh cepat ke arah Naomi yang seperti nya sangat terpancing dengan guyonan Juan.

Juan menaikkan sebelah alisnya. "Kalo gak mau ngasih tau tinggal bilang, gak usah ribet. Gue cabut." Juan melangkah keluar kelas setelah mengatakan hal demikian, Cinta menghela napas, cewek itu maju dan mengelus punggung Naomi.

Naomi menepis tangan Cinta.

"Nao, lo marah?"

"Lo punya otak buat mikir? Punya hati buat renung? Coba tanyain sama diri lo, apa lo buat kesalahan?" Cinta diam, sadar jika ia memang banyak tidak jujur kepada Naomi tentang banyak hal.

"Nyokap lo kadang nanya kondisi lo gimana, gue jawab apa? Gue bilang lo baik baik aja, padahal jelas jelas gue gak tau dimana posisi lo karena lo sering ngilang tanpa kabar."

"Pertanyaan gue gak berubah, kenapa nomor lo kemarin gak aktif?" Naomi menatap tepat di mata Cinta dengan pandangan dingin namun menusuk.

"Masih gak mau jawab, Cin?" Naomi terkekeh, mengelus dahinya lalu menarik kerah seragam Cinta hingga perempuan itu berjinjit. "Lokasi lo gak bisa gue lacak, hp lo bahkan udah kayak privasi banget, sebenernya ada apa? Jawab, kasih gue jawaban. Gue nuntut."

Mata Cinta menatap ke arah tak menentu, namun maniknya seketika terhenti ketika melihat Adriel yang tengah berdiri di lorong kelas nya. Cinta tau, itu Adriel, jelas, sangat jelas bahkan. Adriel melihat Naomi yang membentaknya, juga melihat cekcok antara ia juga Naomi. Sial.

"Gue udah belajar bunuh orang, kayaknya kalo gue bunuh lo buat jadi korban pertama gue bisa deh." Naomi mendatarkan wajahnya lalu melepaskan cengkraman di kerah baju Cinta.

"No problem lo bohong ke orang tua lo, tapi lo udah janji gak akan bohong ke gue." Kata Naomi, gurat wajahnya sangat menampakkan jika perempuan itu kecewa.

Cinta menghirup udara yang sempat hilang karena Naomi tadi. "Sebelumnya, gue minta maa––"

"Gak butuh. Penjelasan."

"Babi ya lo." Sungut Cinta yang di hadiahi tatapan mematikan Naomi. Bahkan Naomi tak bisa di ajak bercanda barang sebentar, untuk sekarang. "Kalo gue bilang, gue nginep di apart cowok gue, lo percaya?"

"Anjing!" Umpat Naomi merasa syok bukan main.

"Lo nginep di apart cowok, Cin? Lo gila atau memang udah gak punya otak?"

"Sial, kayaknya emang isi kepala lo udah konslet semua."

Merasa jika reaksi Naomi yang berlebihan, Cinta mendecak. "Gue gak ngapa ngapain, gue masih segel."

"Kenapa harus banget lo rahasia in? Bisa kan jujur ke gue? Terang terangan? Gue gak pernah larang Lo ini itu, tapi setidaknya gue tau apa yang lo lakuin, kalo ada apa apa sama lo dan gue gak tau, siapa yang bakal lo hubungin? Situasi gak memungkinkan buat telfon ortu lo yang suka pergi itu." Agaknya Naomi memang sangat emosi, mulutnya udah mirip cabe setan.

Cinta mulai merasa bersalah dengan Naomi. "Iya gue tau, tapi emang waktunya belum tepat buat gue kasih tau. Tapi lo keburu emosi."

"Ya gimana gue gak emosi, njing?!" Naomi nyolot seketika. "Dasar gila!" Sekali lagi Naomi memaki kebodohan yang menurut nya sangat sangat bodoh dari sahabat nya itu.

Cinta meneguk salivanya, menatap Naomi dengan pandangan tidak suka. "Berapa kali lo ngomong gue gila?" Tanya nya sinis.

"Gak peduli. Sekarang, siapa cowok lo? Apa aja yang kalian lakuin?" Cecar Naomi.

"Gue gak ngapa ngapain, dan siapa cowok gue, gue belum siap ngasih tau ke lo."

"Aahh, shibal!" Naomi memukul pundak Cinta dan di balas lebih telak oleh sang empu. "Sakit bodoh!"

"Bagus lo sadar kalo lo bodoh."

***

To be continued

A/n = Ya, tau, ini cerita gak jelas wkwk.

Psycho Boyfriend (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang