00.08

80 18 2
                                    

Dandelions,

Into the wind you go

Won't you my Darling know

Di bulan ke tiga, mereka kembali menginjak pasir putih Pantai Bridligthon. Sisa-sisa aroma Musim Semi mulai tercium samar, berganti aroma renyah dari mentari senja yang mengabarkan datangnya Musim Panas.

Jemari saling bertaut, dengan kurva yang bersenandung merdu. Membiarkan deburan ombak menjadi musik latar, sementara kedua hati mereka bertaluh satu sama lain. Menikmati bagaimana dinginnya ombak yang menyapa sepasang kaki telanjang di atas pasir putih kala itu.

"Aku suka pantai." celutuk Mikasa bersandar di pundak Eren, duduk berdampingan, menatap jauh ke depan horizon sesuatu seperti jingganya warna kulit jeruk tampak menyapa di ujung cakrawala.

"Aku juga. Suka semua tempat dimana ada Mikasa di sana," ucap Eren

"Bagaimana kalau kita melihat matahari terbenam sekarang?"

Eren melukis senyum masam, "Aku berjanji memulangkan mu sebelum langit menjadi gelap."

Senyum tipis yang tadinya melukis wajah Mikasa seketika luntur. Berganti ekspresi sedih dengan dua sorot mata yang berpendar menjauh dari sepasang manik emerald Eren.

Mengundang tawa maklum dari pemuda bermata indah tersebut. Menarik jemari Mikasa untuk kembali mengisi sela diantara jemarinya, menggenggam erat sebelum menarik dagu gadisnya untuk kembali saling menatap.

Eren melihat dengan seksama, bagaimana wajah Mikasa tampak begitu menawan. Dibawah temaramnya senja, dibawah bulan, atau sekedar di bawah awan mendung yang bergemuruh. Eren, jatuh cinta pada setiap hal mengenai Mikasa. Mendapati fakta selama kurang lebih dua bulan, bahwa Mikasa adalah gadis yang selalu bersikap tenang, walau kadangkala ia bersikap kasar, namun Mikasa memiliki hati lembut dan bersih.

"Jangan cemberut begitu, aku membawamu kemari karena kau ingin melihat pantai saat Musim Panas, kan?" tanya Eren, ibu jarinya mengusap alis Mikasa yang bertaut.

"Tapi, aku juga mau melihat matahari terbenam denganmu."

"Kita lakukan lain kali saja. Ada banyak hari esok untuk kita,"

Satu simpul terlukis, Eren membubuhi satu kecupan singkat di atas bibir Mikasa. Sebelum kembali mengecup pipi kanan dengan rona merah mudanya di sana.

"Aku mencintaimu."

-----

Pukul dua dini hari, Mikasa terbangun saat seseorang melempar kerikil ke arah kaca jendela kamarnya. Ia berdecih, menyingkap selimut dan menatap dari balik gorden siapa gerangan yang mengganggunya sepagi ini.

"Sepagi ini? Untuk bertemu?"

"Maaf. Soalnya, kalau tidak sekarang aku mana sempat."

Mikasa menggigil di bawah langit malam yang membiru dengan sejuta bintang, untunglah Eren menjadi lebih peka dan memakaikan Mikasa jaketnya. Sementara ia sedikit meringis sebab angin berhembus pelan, membawa hawa dingin yang menusuk tulang.

"Jangan sok kuat, deh. Mendekat padaku," ucap Mikasa, tangannya menarik dua ujung sisi jaket. Merentangkan tangan, meminta Eren untuk masuk ke dalam celah itu dan berpelukan erat.

DANDELIONS [√] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang