00.09

98 18 2
                                    

Dandelions,

Into the wind you go

Won't you my Darling know that

Hari-hari berlalu seperti kembali, di saat Eren belum hadir dalam hidup Mikasa. Pemuda itu terbang ke Berlin tiga hari yang lalu, menghubungi dengan teratur saat hari di London menjelang malam.

"Kau sudah makan?"

Suara Eren terdengar dari pengeras suara ponsel, wajahnya yang tersenyum muncul dengan jelas di layar ponsel. Lantas, Mikasa mengulas simpul.

"Sudah. Kalau kau?"

"Para Perawat sedang membuat makan malam, mau lihat? Anak-anak manis disini ikut membantu!"

Kamera dipindah alihkan, menampilkan bagaimana beberapa Perawat yang tampak sibuk memasak menu makan malam, berbalik saat Eren memanggil mereka. Mikasa mengulas senyum lebar saat mereka melambai. Anak-anak dengan kelebihan khusus, juga turut memamerkan sederet gigi mereka yang manis. Melambai dengan semangat.

"Hawoo, Kakak Mikasa!"

"Eh? Dia tahu namaku?"

Wajah Eren kembali tampil pada layar, ia terkekeh sembari mengangguk.

"Aku menceritakan banyak hal tentangmu. Mereka memuji dirimu cantik saat aku memperlihatkan fotomu pada mereka."

"Oh, astaga, Eren. Berapa banyak hal yang kau ceritakan tentangku pada mereka?"

"Kenapa memangnya? Aku ingin semua orang tahu kau adalah pacarku!"

Wajah Mikasa bersemu saat mendengar kalimat terakhir Eren, ia sedikit mengalihkan arah kamera. Mengulum bibir agar senyum merekahnya tidak merobek mulutnya sendiri. Ia terlalu senang, sampai merasa jantungnya bisa melompat keluar saat ini juga.

"Sebentar. Aku mencari tempat yang lebih senyap, disini terlalu ramai, kan?"

"Tidak juga. Aku senang mendengar mereka tertawa,"

"Haha, ada sesuatu yang ingin ku katakan dan ini sedikit privasi."

Eren tampak berjalan menjauh, ia memutar kamera. Memperlihatkan pintu kayu yang dibuka perlahan, kemudian, hamparan laut berwarna biru menyapa Mikasa di seberang sana. Dengan sinar Luna yang seolah memberi siraman madu pada bias permukaan laut. Eren melangkah mendekat, duduk pada tebing di sana sebelum kameranya kembali memperlihatkan wajah pemuda itu yang tersenyum manis.

"Kau suka?"

"Indah sekali. Sekarang aku tidak lagi merasa heran kenapa kau lebih memilih ke sana daripada bersama ku."

"Oh, Mikasa. Aku merindukan mu setiap malam disini, asal kau tahu."

Mikasa sepertinya harus menghilangkan perasaan malunya, untuk tidak memperlihatkan semu merah muda di kedua pipi jika Eren saja selalu berhasil membuatnya tersipu. Deburan ombak memenuhi rungu, Mikasa menarik napas dalam.

Pandangannya memburam membalas tatap dari sepasang Emerald yang menatapnya dalam di seberang sana.

"Aku merindukanmu, Mikasa. Sangat." bisik Eren

DANDELIONS [√] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang