EPILOG

139 19 6
                                    

Thank you for loving me


Di bulan November, tujuh tahun setelah pemuda itu mengucap janji akan pulang sebelum Musim Dingin tiba. Ketika salju perlahan mewarnai kota, denting Piano mengalun merdu, mengiringi nyanyian yang dibawakan oleh anak-anak istimewa di atas panggung.

Sorot lampu meneranginya. Jemarinya dengan lihai menari di atas tuts seolah melodi indah mengiringi dengan seksama nada-nada yang mengalun, menggema ke seluruh penjuru gedung.

Kata seandainya sudah lama hilang. Gadis dengan syal merah dipundak, sudah lebih baik setelah sembuh dari luka tragedi tujuh tahun silam. Menjalani hidup selayaknya manusia, dan menyimpan kenangan lama itu agar tetap utuh.

Mikasa Ackerman. Seorang Pianis muda yang berhasil menjangkau banyak hati dari para penontonnya, kini berdiri di atas panggung. Menerima sorak dan tepuk tangan sebagai apresiasi dari keberhasilan konser amalnya tahun ini.

Anak-anak yang ada di dalam potret, bersama setumpuk surat usang di dalam laci lemarinya. Ikut bertepuk tangan senang, menghambur untuk memeluk Mikasa dengan senyum yang mengembang bahagia.

"Terima kasih telah hadir dalam konser tahunan kami. Aku sangat bersyukur, berkat bantuan dana dari kalian, anak-anak yang membutuhkan uluran tangan kita kini bisa hidup dengan layak dan Musim Dingin tidak lagi menjadi momok mengerikan untuk mereka."

Pandangan Mikasa menyapu wajah para penonton, mengulas senyum merekah, begitu mendebarkan walau ini selalu dilihatnya sepanjang tahun. Sampai, matanya menatap lurus pada satu bangku yang selalu dibiarkan kosong. Ukiran nama seseorang yang di sulam dengan benang berwarna emas bersama setangkai mawar yang tadi ia letakkan di sana. Didedikasikan untuk tamu paling istimewa, yang sosoknya sudah lama tidak berada diantara mereka.

"Tahun ini, lagu yang kami bawakan khusus aku buat untuk seseorang yang sangat istimewa dalam hidupku dan anak-anak lainnya. Lagu yang tercipta untuk mengenang sosok terkasih, Eren Yeager."

Tepuk tangan meriah menyambut, Mikasa dan para anak istimewanya membungkuk sebagai salam terima kasih dan salam perpisahan. Sebagai penutup, anak-anak membacakan puisi yang berisikan ungkapan perasaan senang mereka terhadap konser tahun ini.

"Kerja bagus, Mikasa!"

Armin menepuk pundak Mikasa, pemuda yang sudah dewasa dan sebentar lagi menjadi Ayah tersebut mengulas senyum bangga.

"Di pelosok Berlin, ku rasa tidak ada yang tak mengenal dirimu!"

"Berlebihan. Aku tidak sepopuler itu,"

"Kau rendah diri? Telingaku mendengar percakapan mereka semua yang menyanjung mu."

Mikasa mengulas senyum, ia memberi Armin sebuah kado yang dibungkus rapih dengan pita merah muda yang indah.

"Untuk Annie, aku mungkin tidak bisa mengunjunginya setelah melahirkan nanti." ucap Mikasa

"Ya, terima kasih. Kau mau ke Luar Negeri lagi?"

"Hm, ada satu mimpi Eren yang belum terealisasikan."

Setelah Mikasa berhasil sembuh dari lukanya, ia menghabiskan waktu untuk mencari jawaban, apa yang ada di seberang lautan. Dan berkeliling dunia menggunakan kapal, mencari tahu dunia seperti apa yang Eren lihat semasa hidupnya.

Dan di tengah perjalanan mewujudkan mimpi Eren, Mikasa menemukan sebuah hidup yang baru. Lembaran cerita yang kini lengkap dengan bagian akhirnya.

"Mama!"

DANDELIONS [√] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang