Payung merah itu tiba-tiba mengerucut. Tugasnya melindungi sang pemilik telah selesai setelah dua puluh menit berusaha melindunginya yang bersemangat untuk pergi pulang walau dibawah derasnya hujan. Dominie Lixia Yuri,begitulah nama yang tertera di salah satu buku yang ia bawa yang juga merupakan nama yang gadis itu miliki. Duduk seorang diri di halte biru,membuatnya sedikit bosan.
Jika hujan turun deras,biasanya bis akan datang lebih lambat dari perkiraan. Tubuhnya mulai menggigil walaupun memakai jaket coklat super tebal,celana panjang serta membawa tas punggung yang cukup ringan. Iris coklat miliknya menatap sekitar,hingga hal terkecil pun ia mengamatinya dengan seksama. Surai hitam yang panjangnya hanya sebahu,bola matanya yang besar nan cantik,hidung kecil serta bibir mungilnya yang bewarna merah muda menyadari bahwa seseorang yang datang tidak duduk disampingnya.
Gadis itu pun sejenak menoleh padanya. Pria muda yang mungkin seusianya. Wajahnya terlihat sendu. Surai hitamnya yang basah itu sedikit menggangu penglihatan dari mata mungilnya yang terlihat indah. Pria yang menggunakan alat bantu berjalan berupa 'Kruk' itu hanya melihat jalanan basah saja.
Yuri kembali fokus pada urusannya. Dari samping kiri,ia mendengar sesuatu. Rintihan kecil dari pria disampingnya yang kesulitan mengikat tali sepatunya. Kala itu,Yuri seketika tersadar bahwa tangan kiri pria itu juga diperban dengan begitu tebal. Tanpa banyak pertimbangan,Yuri bangkit dan mengikat kedua tali sepatu pria muda yang tak ia kenal. "Maaf jika aku lancang. Aku hanya ingin membantumu," ucapnya. Tak ada balasan apapun dari sana. Yuri teralihkan fokusnya ketika bis tiba-tiba datang dan dirinya harus segera pergi. "Maaf aku terburu-buru," ucapnya yang langsung pergi berlari menaiki bis.
Pria muda dengan pakaian serba hitam itu menatap sendu kearah bis yang telah pergi. Ia menyayangkan kondisi kakinya yang tak bisa sembuh dalam waktu cepat. Sejenak ia melihat satu sapu tangan ada diatas kursi halte. Gadis itu yang meninggalkannya. Sapu tangan warna putih dengan motif bunga mawar merah yang dijahit nampak mengingatnya pada tanaman yang ada di rumahnya. Ia memasukkan benda itu ke dalam saku celananya.
"Aku butuh hujan lagi," gumamnya pelan. Dua orang asing disampingnya yang tengah duduk sembari memainkan ponselnya sedikit mendengar ia bicara. "Dia aneh sekali," bisik kedua perempuan yang baru saja pulang dari pekerjaan kantornya.
Tak butuh waktu lama. Hujan kembali turun. Namun bukan hanya hujan yang akan turun di hari itu,seluruh stasiun televisi juga akan menurunkan berita baru. "Hujan bewarna merah darah di kota Aller" mungkin judulnya akan terdengar seperti itu. Kedua wanita yang tengah duduk disampingnya seketika panik sembari berteriak histeris. Semua kendaraan berhenti dan menimbulkannya kemacetan parah. Semua orang tiba-tiba masuk ke dalam bangunan toko terdekat. Mereka berlindung dari hujan darah yang menghujani kota mereka.
Pria pemilik nama Roshan itu tak berkedip sekalipun. Ditengah kekacauan yang terjadi,ia masih bisa berdiri tegak disana tanpa bergeming sedikit pun. Kedua wanita itu menatap Roshan yang tak bereaksi sedikitpun. "Kalian pikir rasa sakit yang ku alami itu bukanlah hal yang seberapa. Bukan begitu?" Ucap Roshan yang menatap tajam keduanya. Mereka menangis semakin kencang dihadapan pria asing yang aneh. Roshan tak lagi ingin berurusan dengan orang-orang yang tak penting baginya. Ia pun berjalan pergi di bawah derasnya hujan darah yang kental. Hujan yang turun karena kesedihannya. Air mata yang ia habiskan telah merenggut jiwanya hingga yang tersisa hanya darah kental nan merah. Tak peduli pakaiannya basah,ia sudah tahu bahwa wajahnya semakin mengerikan setelah hujan turun membasahinya.
***
Sejak dahulu,Yuri suka memperhatikan ibunya memasak. Masakan wanita itu tak bisa mengalahkan makanan restoran sekalipun bagi lidah dan Yuri kecil yang selalu memperhatikan wajah cantik sang ibu. Semua itu terus berjalan seiring bertambahnya usia dari keduanya. Yuri senang bersama dengan ibunya. Tak terasa,ia sudah harus pergi ke sekolah pagi itu. Walaupun jarak sekolah menengah Yuri dan rumahnya tidak terlalu jauh. Gadis itu berusaha untuk tidak pernah datang terlambat. Kebiasaan itu terus berulang hingga usianya menginjak dua puluh satu,di tahun ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Forsythia
RandomWARNING : 18+, Rape, Violence, Thriller *Jika merasa tak nyaman,langsung skip "Ibuku adalah bunga. Namun jika aku mati nanti,aku tidak akan bisa sepertinya." Roshan mengatakan hal itu empat tahun yang lalu. Aku tiba tiba kembali ke masa lalu seniork...