"Udeh, gue bisa gila lama-lama.. i give up Ra, beneran dah suer." Darna menyandarkan punggungnya di kursi sambil menghela nafas. Tak disangka menyusun permen coklat berdasarkan warnanya menguras tenaga sangat besar yang tak ia kira.
Kena mental bgt gue, Ya Tuhan..
Adira menggeleng-geleng pelan, kedua tangannya terlipat di depan dada. "Ah elah, dikit lagi Dar. Tinggal tiga lagi noh."
Darna pun mau tak mau menuruti apa yang dikatakan Adira. Ia sendiri sudah pasrah akan hasilnya, sehingga ia pun menaruh sisa permennya secara asal. Toh sebagian sudah ia selesaikan secara se-maksimal mungkin. Untuk hasilnya, tentu saja ia pasrahkan dengan Tuhan.
"Dah dah.. udahan, gue berasa mau sakaratul maut main ginian." Kata Darna lesu yang dibalas Adira dengan mengangguk-anggukan kepalanya.
Tak perlu berlama-lama Adira mencocokkan, hasilnya sudah terlihat jelas saat awal permainan dimulai. Ia tertegun saat menghitung berapa kesalahan yang dilakukan Darna, tak menyangka bahwa permainan ini membuahkan hasil yang bagus untuk Darna. Dari lima puluh permen coklat yang diuji, hanya lima belas yang salah.
"Wih gila, lumayan banget dar lo ada kemajuan. Lo cuman salah lima belas nih, kemaren-kemaren lo malah salah dua puluh tiga." Kata Adira antusias sambil menghitung kembali permen coklat yang ada di meja. Takut ia salah hitung saking terkesiap akan hasilnya.
"Hah beneran? Bebener lu Ra.." sahut Darna tak percaya. Ia tentunya sangat ragu akan jawaban si Adira, lebih tepatnya tak menyangka untuk ia sebagai orang pengidap protanopia. Seperti diberikan mukzijat langsung dari Tuhan.
"Iye beneran Dar, lima belas doang nih. Gue itung beberapa kali malahan.."
Darna berdiri dari duduknya, dan tangan kanan sawo matang itu beberapa kali terlihat menepuk dada kanannya. Seolah-olah ia bangga akan hasil yang ia raih hari ini. "Wah gila sih, emang kekuatan seorang Darnala Friyanta Adinanta Gandi tak bisa terkalahkan wahai ibu Adira!" Sambil melemparkan senyuman sinisnya.
Ia pun duduk kembali ke kursinya. "Fiks, lu traktir gue seblak bimbim sih malam ini." Telunjuk Darna mengarah ke Adira seakan-akan ia sedang memerintah bawahannya.
"Yee.. masalah makanan lu gercep aje lu urusannya." Balas Adira sambil memukul bahu Darna pelan.
Karena kena pukulan maut dari Adira, ia pun berpura-pura kesakitan dan berakting seakan-akan sedang meninggal dunia. "Aww, sakit."
"Tantee, anaknya berulah lagi nih tante." Sahut Adira sambil menoleh ke belakang mencari keberadaan Ibu Danira. Danira yang mengetahuinya pun langsung memberi kode kepada Adira untuk berhenti.
"Sst, diem lo.. nggak gue izinin lagi lo masuk ke toko roti gue entar."
"Eh gue kan disini nyari Tante Rida, bukan nyari lo, blek."
"Idih, dasar anak kurang ajar yek lo."
"'Biarin emang gue pikir—" ucapan Adira terpotong saat notifikasi pesan masuk berbunyi di handphonenya. Ia pun segera membuka dan terlihat bahwa ibunya lah yang memberi pesan tersebut.
TING!
Ibu
Dira, hari ini ibu sama bapak bakalan nginep dirumahnya Tante Rena. Kamu sehari sendirian dirumah nggak papa toh? Kalo takut, ajak aja Darna entar nginep dirumah.
"Eh Dar.." ucap Adira tanpa melihat Darna. Ia terlihat sibuk dengan jarinya yang mengetik di atas layar telepon genggam canggihnya itu. Terkadang ia terlihat beberapa kali mengernyitkan alis simestrisnya tersebut, seakan-akan sedang memikirkan sesuatu terlalu serius.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hati-Hati di Jalan
Fiksi Remaja"Lo tau, bertahan sampai hari ini, detik ini juga merupakan keberhasilan lo." "Oh yeah?" "Yea! So thats why im gonna get you and me some ice creams. To celebrate your day, Za." ...