6. Seamus, Hari Baru, Prajurit

34 11 5
                                    

Wajah muram Jocelyn pasti membuat Seamus kehilangan nafsu makan. Pria yang mengenakan lilitan perban di bagian perut tersebut tidak menyentuh bubur panasnya setelah suapan ketiga. Laki-laki itu menunggu, menunggu, dan menunggu perempuan berjubah cokelat pudar di depannya membuka mulut dan menceritakan masalahnya, tetapi gadis yang kini tengah menekuk dan memeluk lututnya itu tidak mengatakan apa pun dan kesunyian mengisi bilik milik Seamus.

Di sisi lain, Jocelyn merasa perutnya melilit dan isi otaknya terlalu rumit untuk diurai. Seperti senar pancing yang sudah terlanjur saling membelit. Gadis itu berusaha menata semua kejadian yang terjadi padanya sejak siang tadi, dimulai dari obrolan bersama Jeremiah, pengakuan Jaydon yang masih sulit diterima otaknya--remaja itu tidak ada di rumah saat Jocelyn pulang dari kediaman Tucker, ibunya bilang Jaydon pergi mengikuti Adam ke balai desa untuk merayakan kematian dua ekor serigala yang menurut Jaydon adalah hewan salah sasaran--terakhir, permintaan Tucker agar dirinya ikut meninggalkan Desa Hustle dan membangun kehidupan baru di ibukota. Jocelyn meninggalkan Tucker setelah memberinya jawaban bahwa gadis itu perlu waktu untuk memikirkannya, selain itu Tucker masih harus memulihkan diri dari luka-luka yang bersarang pada tubuhnya.

"Kau kelihatan lebih parah daripada seekor kucing yang tercebur ke kolam," cibir Seamus. Dia mendekatkan ujung sendok kayu ke mulutnya dan meniup kepulan asap. Tatapan dari mata yang berwarna kemerahan akibat temaram lentera yang berasal dari atas lacinya menatap Jocelyn lembut, tetapi penuh tuntutan jawaban. Sejak kecil, Seamus tidak pernah suka jika ada yang terang-terangan menyembunyikan sesuatu dari batang hidungnya. Apalagi kalau orang itu Jocelyn. Sambil menelan bubur dalam mulutnya dan bergumam, Seamus menggerakkan tangannya berputar-putar di udara. Mata terpejam. "Aku tebak ini ada hubungannya dengan Tucker."

Jocelyn mendengkus, tatapannya jatuh ke pakaian kotor Seamus yang tergeletak di atas lantai kayu dekat bersama sisa anak panah dan crossbow-nya. Dia meremas sprei kasur tipis milik sahabat kecilnya dan bersuara pelan seolah dinding memiliki telinga yang bisa mencuri informasi.

"Jaydon bilang, serigala yang tertangkap berbeda dari yang membunuh Naomi," bisiknya, hampir terdengar seperti desisan. Jari panjangnya yang agak pucat akibat udara dingin menarik-narik sprei, meninggalkan jejak lurus halus di permukaan. "Aku tidak ingin mempercayainya, tetapi dia kelihatan sangat meyakinkan." Jocelyn tidak langsung melanjutkan, tatapannya jatuh ke atas kasur. Tiba-tiba merasa bersalah pada adik laki-lakinya dan tengah menimbang-nimbang, tetapi sudah terlambat untuk menarik perkataan.

"Kata Jaydon, dia ada di sana ketika malam Naomi terbunuh. Makhluk itu--yang dilihatnya--." Jocelyn menggeleng. "Jauh lebih berbahaya dan buas, seharusnya Tucker dan kau tidak selamat jika benar-benar bertemu dengannya."

Sunyi.

Jocelyn tidak menduga Seamus tak memberi tanggapan apa pun, padahal dia menduga bahwa pria itu akan langsung heboh begitu dia membawa topik yang menyangkutpautkan Jaydon. Gadis itu mengernyit samar, dia mengangkat pandangan dan mendapati ekspresi Seamus yang tak pernah dilihatnya.

Pria itu memelotot, tubuh tegapnya yang ramping mematung, bahkan tangannya yang sudah terangkat ke depan mulut yang sedikit terbuka, terhenti di udara. Seamus berkedip dan dalam sekejap, dia berekspresi biasa-biasa saja lantas menghabiskan buburnya cepat. Jocelyn mengernyit samar, menyimpan ekspresi ganjil sahabatnya itu dalam benak rapat-rapat.

"Kupikir juga begitu," ujarnya menanggapi tanpa menatap Jocelyn, sibuk mengorek sisa bubur menggunakan sendoknya. "Kalau mengingat ukuran jejak kaki yang ada di sekitar jasad Jocelyn waktu itu, dibandingkan serigala normal, tentu saja berbeda. Jangan lupa juga, makhluk itu bisa melompati pagar gerbang yang tingginya delapan meter. Dia mungkin menaiki atap rumah warga sebagai pijakan agar bisa sampai ke atas sana, tetapi pergerakannya halus sekali hingga tidak membangunkan seekor hewan pun. Bahkan ketika sedang menghabisi korbannya."

Into the Red WoodsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang