4. Rahasia (?)

8 3 0
                                    

"Mereka ...." Vanya turut berpikir. "Apa kamera pengawas di kampus ini belum ditingkatkan?"

Vernon menjawab, "Yang pasti ada cuman di area parkir. Memang kurang kepedulian terhadap itu, ditambah lingkungan kampus sangat luas."

"Dua korban sekaligus?" Kening Vanya berkerut dalam.

Aya tiba-tiba berdiri dengan ekspresi tegang, membuat kedua sahabatnya itu terkejut. "Astaghfirulloh!" serunya.

"Apa?" Vanya turut berdiri, ia sangat antusias. "Anda tahu sesuatu? Apa? Ada petunjuk?"

Tangan Aya terangkat, memerlihatkan pergelangan tangan. "Sepuluh menit lagi kosan saya tutup," katanya pasrah. Jam di tangan hampir menunjukkan pukul sepuluh malam.

Vernon pun bergerak cepat untuk membersihkan papan tulis. Ia kembali menyimpan foto-foto itu. "Aku antar kamu, Aya."

"Terus Vanya?" Raut wajah Aya terlihat cemas, ia tidak bisa melanggar aturan jam malam di kos-kosannya. "Anda masih bisa bela diri, 'kan?" Ia beralih memandang Vanya yang terlihat terdiam menatap Vernon.

Dilihat dari air wajah gadis itu, sepertinya dia akan segera meledak.

"Wah, kan saya dan Anda bisa sama-sama anterin Aya dulu, Non. Setelahnya, Anda anterin saya!" protesnya. "Saya ini tetap seorang gadis. Apalagi lingkungan kampus sedang tidak aman."

Vernon melangkah, ia berhenti sebentar di sebelah Vanya sambil berujar, "Jangan dramatis. Lagian jalan ke kontrakan kamu cukup ramai." Setelah itu, ia kembali berjalan menuju pintu.

"Tapi udah pukul segini ...," Vanya berbalik, hendak kembali protes, "eh, Anda tahu kontrakan saya?" Jantungnya seketika berdebar. Apa saja yang sudah diketahui oleh pria itu? Dari dulu dia memang tidak bisa ditebak.

Kedua alis Aya terangkat, ia turut heran. Bukankah mereka baru bertemu tadi? Ia memandang Vanya dan Vernon secara bergantian. Pria itu bahkan menghentikan langkah karena mendengar pertanyaan Vanya.

Apakah lagi-lagi ada hal yang disembunyikan oleh kedua sahabatnya? Apa pun itu, Aya hanya berharap tidak ada kaitannya dengan masalah serius. Cukup hubungan dan perasaan sepasang manusia itu saja yang sangat rumit.

"Tujuh menit lagi, Aya." Suara Vernon terdengar datar, seperti biasanya.

"Oke!"

Kos-kosan Aya masih berada di dalam lingkungan kampus. Bentuknya seperti sebuah rumah dua lantai, tetapi jika masuk, maka terdapat banyak kamar berjejer dan berhadap-hadapan di setiap lantainya.

Aya dan Vernon setengah berlari, bahkan benar-benar meninggalkan Vanya karena waktu yang sangat terbatas. Lagian jika mengingat riwayat hidup Vanya, mereka tidak perlu khawatir sama sekali.

"Abang! Tunggu!" teriak Aya sambil berlari mendekat ke depan pintu kos-kosan. Untung saja ia datang sebelum penjaga mengunci pintu. "Makasih, Ver!" Ia berbalik sebentar, tangannya melambai. "Anda hati-hati, ya!"

Vernon mengangguk. Ia masih menunggu Aya masuk dan menghilang dari pandangannya. Lalu, tersenyum kecil ke arah penjaga tersebut sebelum akhirnya berjalan menjauh.

Ia memilih untuk mengambil jalan ke dalam kampus daripada ke luar, meski di luar ramai dan banyak orang berjualan. Alasannya? Siapa tahu ia secara tidak sengaja bisa bertemu dengan seseorang yang mencurigakan.

Keadaan kampus cukup sepi, gedung fakultas yang besar ada di sisi kiri dan kanan. Rasanya perjalanannya menjadi lebih jauh dibandingkan tadi. Lima menit berlalu, ia bisa merasakan ada yang sedang mengamati dan mengikutinya.

Langkahnya masih sama, tidak cepat dan tidak melambat, tetap biasa saja. Namun, ia berencana menuju jalanan dengan lampu jalan yang lebih besar dan terang di dekat mesjid utama kampus yang dekat dengan gerbang depan.

Hazards of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang