[32] Raga yang Berjuang

8.7K 650 176
                                    

"Kamu diam saja. Biar saya yang berjuang, meski tak sekeras caramu dulu, tapi usaha saya pasti besar." – Raga.

"Hai!" sapa Raga antusias

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Hai!" sapa Raga antusias.

Sengaja dia mengganti nomor WhatsApp hanya demi menghubungi Nala. Jika dia tidak bertindak atau berusaha sedikit pun, bisa jadi Raga akan semakin terlambat untuk memperjuangkan Nala. Banyak kemungkinan terburuk jika dia terlalu lama berdiam.

"Raga?" balas di seberang sana.

Suara itu paling dirindukan Raga saat ini. Mendengarnya sontak sudut bibir Raga terangkat. Sudah sangat lama dia tak mendengar gadis itu menyebut namanya. Ah, Raga tak bisa menahan debaran jantungnya.

Seperti orang kehabisan kata-kata, Raga menjawab. "Iya, ini gue."

Terdengar decakan kesal dari sana, membuat Raga segera bersuara kembali agar Nala tak memutuskan sambungan. "Jangan dimatiin, Nal! Gue mau denger suara lo," cegah Raga.

"Lo ngapain sih, pake nomor baru segala!" Kalimat itu terdengar ketus, bahkan ketus sekali. Seperti orang yang sangat malas untuk berbicara.

"Karena lo nge-blokir nomor lama gue."

"Justru itu lo seharusnya nggak usah ngehubungin gue lagi! Udah di blokir juga, nggak tau diri banget jadi orang."

DEG!

Ini pertama kalinya Raga mendengar kalimat yang lumayan menusuk dari Nala. Selama ini gadis itu selalu bertutur lembut saat berbicara dengannya. Tapi, Raga harus tetap bersabar. Dulu juga Nala menahan diri karena sikapnya yang kasar.

"Nal, lo kok ngomongnya gitu sih?" Raga berusaha agar tetap baik-baik sja.

Nala hanya diam, tak menjawab pertanyaan Raga.

"Gue mau bicara serius, Nal. Tentang apa yang gue rasain dan apa yang harus gue ungkapin," ujar Raga sekuat tenaga melawan gejolak gengsi dalam dada.

Masih diam, tapi telepon itu tetap tersambung. Sikap Nala yang begini membuat Raga bingung harus melakukan apa. Biasanya cewek itu yang bawel.

"G-gue, gue cinta sama lo." Satu tarikan napas lega, setelah Raga mengatakan kalimat itu.

Suara tawa Nala terdengar sangat kencang, tawa yang terdengar hampa dan terlalu dipaksakan untuk keluar. "Percuma! Tentang lo udah gue kubur sebelum gue berangkat ke sini, gue bukan Nala yang dulu, yang ngemis-ngemis demi ngedapetin cowok batu yang nggak punya hati kayak lo. Asal lo tau gue menyesal karena pernah suka sama lo. Berhenti hubungin gue lagi, jangan ganggu hari-hari tenang gue disini!"

Raga menggeleng, Nala pasti berbohong. Tidak mungkin perasaan Nala berubah secepat itu. "Cinta nggak semudah itu berhenti, Nal. Gue yakin lo juga punya perasaan yang sama kayak gue," ujar Raga.

"Bodoh!" Kata terakhir Nala sebelum sambungan itu terputus seutuhnya.

Raga mencoba menelepon Nala kembali namun mustahil, nomor Nala tidak bisa lagi dihubungi, sepertinya gadis itu memblokir Raga lagi. Raga mengacak rambutnya kasar, di tepi ranjang dia meremas ponselnya kuat. Dia frustasi, dia ingin Nala kembali.

RAGNALATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang