"Sebenarnya untaian rantai itu digunakan untuk menghukum Kanjeng Pangeran."
"Menghukum? Memang dia melakukan kesalahan apa?"
"Maaf Kanjeng Putri, yang saya tahu Kanjeng Pangeran berusaha melarikan diri beberapa hari sebelum pernikahan. Tetapi patih dan beberapa pengawal berhasil menemukannya. Untuk mengantisipasi hal serupa terjadi kembali, Kanjeng Prabu memerintahkan prajurit membelenggu Kanjeng Pangeran di kamarnya. Karena jika hanya dikurung, kemungkinan Kanjeng Pangeran bisa melarikan diri lagi."
Ini gila! Wulandari seketika menutup mulutnya, sangat terkejut. Ada perlakuan seperti itu di kadhaton sebesar ini pada seseorang yang masih keturunan prabu?
"Saya pikir ketika rombongan Kanjeng Prabu berangkat ke Kembang Arum, rantai tersebut telah dilepas oleh para pengawal yang tinggal di istana. Tapi ternyata masih terpasang hingga Kanjeng sekalian tiba di Tirta Wungu."
Wulandari baru sadar, semalam Prabaswara tampak sangat terkejut saat ia bertanya perihal rantai itu. Jika benar rantai itu untuk membelenggu Prabaswara, pastilah ada bekas memar di pergelangan tangan atau kakinya. Tetapi Wulandari belum melihatnya.
Sepertinya ada yang tidak beres dengan keluarga ini. Wulandari bergumam dalam hati. Dia harus mencari fakta lainnya, untuk kemudian lebih berhati-hati.
***
Pagi ini Prabaswara berinisiatif mengajak Wulandari berkeliling kompleks istana. Wulandari harus mengenal bangunan selain Puri Klawu. Kenangkali dan Gati juga ikut menemani.
Wulandari diam-diam mengamati lengan Prabaswara. Firasatnya mengatakan bekas memar terdapat di tangan, bukan di kaki. Kali ini Prabaswara juga memakai pakaian lengan panjang, jadi sulit melihat apakah ada bekas memar di pergelangan tangannya.
"Taman istana memang sangat banyak. Orang-orang bilang taman istana utama yang paling indah, tapi kuyakin kau akan menyukai taman puriku, Dinda."
Taman di puri Prabaswara meskipun kecil tampak asri. Bebungaannya terawat dengan baik. Ada pula kolam kecil dengan pancuran di tengahnya. Terdapat ayunan pada salah satu dahan pohon. Dan jangan lupakan rumah pohon.
"Wah ada rumah pohon!"
"Kau ingin mencoba menaikinya?" tanya Prabaswara.
"Boleh. Tapi kau dulu yang naik ke atas."
"Wahh... bukankah harusnya kau dulu yang naik? Agar aku bisa menjagamu dari bawah."
"Bagaimana ya, aku lebih suka kau mengulurkan tangan dari atas untuk membantuku naik." Wulandari beralasan. Inilah salah satu usaha memancing Prabaswara memperlihatkan pergelangan tangannya. "Lagipula ada Gati dan Kenangkali yang menjagaku dari bawah. Bukankah begitu?"
"Ahh... ohh, tentu saja, Kanjeng Putri." Kenangkali cukup terkejut karena tiba-tiba namanya disebut.
"Haha... baiklah kalau begitu." Kaki kanan Prabaswara telah memijak anak tangga terbawah. Kedua tangannya berpegangan pada sisi tangga. Lengan bajunya agak turun, memperlihatkan pergelangan tangan.
Inilah yang Wulandari tunggu! Pandangannya tak luput dari pergelangan tangan Prabaswara.
Setelah diamati lekat-lekat, kecurigaan Wulandari terbukti.
***
Situasi di dalam rumah pohon sebenarnya terlihat romantis dengan pembicaraan ringan. Sayangnya Prabaswara menunjukkan gelagat aneh, selalu menutupi pergelangan tangannya.
"Ada apa dengan tanganmu?"
"Tidak ada apa-apa."
"Tapi kau seperti tengah menyembunyikan sesuatu. Kau bisa berbagi cerita denganku. Bukankah dalam pernikahan tidak perlu ada yang dirahasiakan?" Wulandari berusaha memancing Prabaswara agar mau bercerita.
KAMU SEDANG MEMBACA
Prabaswara [Complete√] ~ TERBIT
RomancePrabaswara adalah pangeran Kadhaton Tirta Wungu yang kehadirannya antara ada dan tiada. Prabaswara kerap mendapat perlakuan buruk dari keluarganya. Ia sangat takut tak ada putri yang mencintainya karena status dan kondisinya. Wulandari adalah putri...