Part 5: Apotek

13 1 0
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

. . . . . . . . . .

Diven buru-buru menghampiri Venus yang sedang berdiri di meja kasir. Perutnya sudah melilit daritadi. Rasa sakitnya tidak bisa ditoleran lagi. Bahkan keringatnya sudah bercucuran sampai ke punggung.

"Ven, lo gantiin gue beli susu sama keju ya. Gue mules banget nih!" sorak Diven. Dia meremas bajunya untuk mengurangi rasa mulesnya. Beberapa hari belakangan orderan cukup banyak. Sehingga stok dapur cepat habis.

Venus tersenyum saat memberikan uang kembalian ke pelanggan lalu mengalihkan perhatiannya ke Diven. Dia tertawa melihat Diven yang sudah pucat. "Apa? beli apa?" tanya Venus pura-pura tidak mendengar apa yang dikatakan Diven.

Diven mendecak kesal. "Beliin susu sama keju! Tai gue udah diujung, nih duitnya!" Diven melempar beberapa lembar uang lima puluh ribu, sambil memegang pantatnya agar benda berbau tidak terjun bebas dari pantatnya. Kemudian dia langsung berlari menuju toilet.

"Beli berapa, Div??" sorak Venus sambil menahan tawanya. Venus memungut uang yang tergeletak di lantai.

"Suka-suka lo! Banyak tanya lo!" teriak Diven dari dalam toilet.

Selanjutnya, terdengar tawa Venus yang sudah memenuhi satu cafe. Menurut Venus, wajah Diven menahan sakit perut tadi sangat jelek. Muka merah dan keringat yang bercucuran yang membuat baju belakang Diven basah. Jangan lupa tangan Diven yang gemetaran karena menahan bom yang akan meledak. Lelaki berkumis tipis itu kembali tergelak.

Venus masuk ke dalam dapur, melepas celemek yang setia memeluknya sejak tadi pagi dan mengambil kunci motor yang ada diatas kulkas. Saat dia keluar dari pintu cafe, dia melihat pelanggan cantik yang dikenalkan Diven minggu kemarin baru turun dari motor scoopynya. Venus menundukkan kepalanya ingin menyapa.

"Halo, Li." Sapanya ramah.

Cewek berpipi chubby yang sedang menggantung helmnya di spion itu mendongak menatap Venus yang ada didepannya. "Halo, Ven." Sapanya balik sambil mengulas senyum tipis.

Venus melirik pakaian Lianka dari atas sampai bawah, mendeteksi darimana Lianka sebelum kesini. "Dari kampus, ya?" tebaknya benar.

Lianka mengangguk kecil. "Iya, Ven."

"Duduk dulu aja, Li. Diven lagi mules. Anak shift siang bentar lagi dateng kok," ucap Venus lalu menaiki motornya yang ada di area parkir.

"Oh iya, Ven. Makasih informasinya," sahut Lianka. Matanya memperhatikan Venus yang akan beranjak meninggalkan cafe.

Venus mengangguk menanggapi Lianka. Selanjutnya dia pergi membawa motornya ke minimarket yang tidak jauh dari cafe.

Lianka mendorong pintu cafe. "Kayaknya mood dia udah baik deh, gak serem kayak kemarin," gumam Lianka pada dirinya sendiri sambil memperhatikan keadaan cafe yang hanya ada beberapa pelanggan yang sedang sibuk dengan kegiatan masing-masing. Dia memilih meja yang dia duduki bersama Mica kemarin yang kebetulan kosong.

SENAVITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang