Rombongan itu turun dari kuda hampir bersamaan, sepatu mereka yang juga dilapisi lempengan besi mengeruk salju sampai lapisan tanah di bawahnya ikut terangkat. Salah seorang maju, pria berambut hitam pendek dan berkumis tampak mengendus udara. Dia kemudian meludah dekat kaki kudanya seolah baru menghirup bau paling busuk di dunia, lantas memasang senyum lebar-lebar sambil merentangkan tangan.
"Selamat sore semuanya. Aku adalah Zachary Windsor," ujar pria itu memperkenalkan diri. Sisa rombongan yang turun dari kuda berbaris rapi di belakangan pria tersebut, membentuk garis sejajar dengan tangan di belakang tubuh. Zachary masih mempertahankan senyum, memperhatikan tiap-tiap orang yang berdiri di sana dengan raut bersimpati palsu.
"Ada keperluan apa Anda kemari?" Russel Marvin angkat bicara, berusaha terdengar sopan walau logatnya tetap sekasar permukaan kerikil. Pria seumuran Adam itu adalah pemilik kedai minuman keras. Dia berperawakan sedang, tubuhnya agak gemuk, tetapi lengannya cukup berotot. Sengaja dilatih untuk mengusir orang-orang mabuk yang membuat keributan di tempat kerjanya.
Pria yang diajak bicara menoleh cepat, bibir tipisnya terus tersenyum. "Bapa Solomon mengirimkan surat untuk gereja ibukota, tampaknya surat itu mengundang minat Persekutuan Gereja-gereja karena menyebutkan perihal kematian ganjil seorang wanita muda, belum lama ini." Zachary melangkah mendekati Russel, pembawaannya tenang sekaligus waspada di saat bersamaan. Mata hitamnya berkilat-kilat dan kalau bukan karena tubuhnya yang lebih tinggi, pedang di pinggang, juga baju besi lengkap yang dikenakannya maka Russel tidak perlu mundur seperti anak kecil. "Kami diutus istana setelah Persekutuan melangsungkan rapat dan setuju untuk membantu."
Bapa Solomon adalah pendeta di Desa Hustle, ayah angkat Seamus yang sangat dihormati. Pria berambut putih itu mengangguk membenarkan ketika Zachary menatapnya.
Kerumunan warga desa mulai membenarkan, Jocelyn bertanya-tanya apakah ada orang yang mengetahui perihal surat itu atau tidak dan apa yang membuat Bapa Solomon meyakini bahwa orang-orang ini bisa membantu mereka mengatasi masalah Naomi.
"Tapi, sayang sekali." Anak laki-laki Russle menyela barisan warga desa dan berdiri di sebelah ayahnya. "Kurasa Anda juga melihat, kan? Kepala makhluk itu sudah kami pajang di gerbang depan. Jadi kedatangan kalian agak terlambat. Kami sudah menang!" Nada suara Matthew yang penuh keyakinan dan rasa bangga membuat penduduk lainnya mulai bertepuk tangan.
Namun, keriuhan itu dipotong oleh tawa dingin Zachary. "Jangan tersinggung, tapi kurasa kalian tidak tahu apa yang kalian hadapi," ucapnya setelah semua bunyi tepukan tangan hilang dilesap udara. "Tidak mungkin serigala biasa mampu melompati gerbang depan desa kalian tanpa menimbulkan suara sedikit pun. Kalau gadis itu cukup pintar, dia bisa langsung berteriak begitu melihat seekor makhluk buas di depannya. Menurutku, kalian juga menyadarinya. Bahwa itu makhluk yang salah. Namun, tidak mengatakan apa pun untuk menghibur diri sendiri dan tidak membuat keluarga kalian resah. Apa aku benar?"
Tidak ada yang menjawab. Namun, Jocelyn mengangguk samar. Kalau Seamus dan Jaydon ada bersamanya, dia bisa membayangkan jawaban kedua orang itu.
Zachary berputar sambil mengelus dagu. "Kudengar Red Woods ditinggali oleh manusia serigala, bisa saja makhluk itu yang masuk ke desa kalian. Itu lebih masuk akal dan menjelaskan kemampuannya untuk masuk juga melarikan diri dengan mudah."
Jocelyn bisa mendengar belasan orang menarik napas mereka bersamaan. Gadis itu sendiri menelan ludah, tangannya terkepal erat.
“Apa bedanya!” Matthew berseru kencang. Dia berusaha terlihat tidak khawatir, jelas sekali gagal karena sekarang suaranya pun bergetar. “Bagaimana kau bisa tahu, manusia serigala atau bukan? Tidak ada yang pernah melihatnya.”
“Kau yang tidak pernah melihatnya, kalian.” Zachary menunjuk wajah Matthew, tersenyum miring selagi memandangi wajah-wajah penghuni Desa Hustle. Pria itu berbalik, melangkah mendekati kudanya sambil berkata, “Dahulu sekali, aku juga tinggal di desa seperti ini. Dekat hutan juga, meskipun tidak seberapa jika dibandingkan Red Woods.” Caranya mengucapkan kalimat tersebut terdengar seperti sedang menakut-nakuti anak kecil. Namun, Jocelyn dan yang lainnya tidak memerlukan nada cerita mengerikan untuk merasakan kengerian tiap kali Red Woods disebut.
“Malam itu purnama, aku dan teman-teman Ayah sedang mabuk-mabukkan di kedai ketika keributan terjadi di alun-alun desa. Berbondong-bondong kami pergi ke sana, berusaha menghentikan hewan yang tengah menggigit seorang anak kecil berusia delapan tahun menggunakan benda apa pun yang bisa kami jadikan senjata. Makhluk itu pergi, kaki depannya terpotong, dan kami pun pulang tanpa maksud mengejarnya. Berpikir bahwa hewan malang itu akan lekas mati akibat kehilangan darah. Kubungkus potongan kaki makhluk tersebut, berpikir untuk menjadikannya makanan anjing.” Tangan Zachary mengelus perut hitam kudanya.
“Setiba di rumah, kulihat ibuku sedang duduk depan perapian. Dia kelihatan pucat, wajahnya pun penuh luka. Ketika aku mendekat untuk bertanya apa yang terjadi, kulihat tangan kanan yang berusaha disembunyikannya di balik selimut penuh darah dan genggamanku pada potongan yang tadi kubawa pulang terjatuh. Bungkusnya tersingkap dan tangan kanan ibuku berada di dalamnya. Malam itu, aku dan ayah membunuh ibu yang hampir saja kembali menjadi manusia serigala.”
Bahkan suara napas nyaris tidak terdengar, seusai Zachary menyelesaikan ceritanya. Pria berkulit putih itu berbalik, tersenyum sampai kumis hitamnya pun terangkat.
“Ketika memotong anggota tubuh manusia serigala, bagian itu akan kembali ke wujud manusia selamanya. Begitupun saat mati, tubuh serigalanya akan lenyap. Jadi kalau yang kalian tangkap memang manusia serigala, maka bagian-bagian tubuhnya akan langsung berubah ke bentuk asli.”
Jocelyn sedikit terkejut ketika Jeremiah tiba-tiba muncul dari belakang dan meremas lengannya, raut wanita paruh baya itu kelihatan takut. Jocelyn menduga ibunya sudah menyimak sejak tadi. Perempuan itu melingkarkan lengan dari belakang, memeluk bahu putrinya erat-erat. Khawatir akan kehilangan satu anak perempuan lagi.
“Manusia serigala kalian masih hidup. Aku bisa merasakannya begitu aku tiba di sini.” Zachary terpejam, gigi putihnya sedikit terlihat ketika dia tersenyum layaknya maniak dan menghirup udara dingin banyak-banyak. “Manusia serigala itu ada di sini, tinggal bersama kalian dan menjalani kehidupan normal selayaknya warga desa lain.”
“Bagaimana kalau kau salah?” Jocelyn menyangkal. Dia bisa merasakan puluhan pasangan mata langsung menatapnya dan hal itu membuat tubuh sang gadis terasa berat, tetapi dia bergeming. Tatapan Jocelyn lekat ke arah Zachary, menanti jawaban pria tersebut. “Kami semua di sini sudah tinggal bersama sejak lama, kami saling mengenal satu sama lain. Mustahil manusia serigala itu adalah salah satu dari kami.”
Jocelyn akui, dia memang takut ketika mendengar kisah yang dikatakan Zachary. Namun, dia tidak bisa menerima fakta jika para tetangga yang selama ini hidup berdampingan dengan keluarganya adalah salah satu makhluk berbahaya yang menghilangkan nyawa sang kakak. Lebih tidak percaya lagi karena dugaan itu dilayangkan oleh orang yang bahkan tidak berasal dari Desa Hustle.
Senyum Zachary lenyap sejenak, sebelum kemudian kembali muncul perlahan. Dia maju, mendekati Jocelyn dan berbicara di depan wajahnya. “Akan kujelaskan, kenapa aku meyakini hal itu. Sekarang, tunjukkan di mana balai desa kalian.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Into the Red Woods
FantasiaSeorang gadis ditemukan tewas, bekas cakaran dan gigitan taring serigala ada pada jasadnya yang membeku di atas kubangan darah bercampur salju. Para warga desa menjadi waspada, mereka pun hendak melakukan ekspedisi untuk menghabisi serigala tersebut...