🤵‍♂️8🧕

235 78 13
                                    

°°°

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

°°°

Masih dalam perjalanan menuju lokasi di mana Sarah dan pihak vendor yang siap menjadi penyedia bahan baku terkait proyek perusahaan desain arsitektuk yang dicanangkan Salman. Diam-diam, Sarah memperhatikan Salman yang fokus menatap ke depan sambil mengendalikan setir mobil dan menyetabilkan kecepatan kendaraan selama perjalanan. Sarah masih teringat kejadian di mana Zidan dan Kayla sangat akrab bahkan tidak mau melepas tetangga sebelah rumahnya pulang begitu saja meninggalkan mereka.

"Man!"

"Iya Sar?" Salman menoleh hanya beberapa detik.

"Yumna tetangga kamu itu kerjanya apa?"

"Dia dokter umum Sar."

"Oooh dokter, kok gak kelihatan kerja atau praktek gitu ya?" Sarah sedikit mencemooh, meragukan Yumna yang lebih sering terlihat ada di rumah daripada menekuni pekerjaan sebagai tenaga medis.

"Yumna bilang dia cuma praktek pagi dari jam 7 sampe jam 10 pagi, makanya kebanyakan dia ada di rumah. Gak enak sama Ummi-Abbi-nya  yang udah sepuh kalo keseringan ditinggalin."

"Belum nikah ya dia?"

"Setahu saya belum Sar, katanya masih fokus ngerawat orang tuanya selagi nunggu calon yang tepat buat dia."

Hanya dari ekspresinya saja, Sarah bisa merasakan aura yang berbeda ketika Salman membicarakan gadis shalehah yang tinggal di sebelah rumahnya. "Saya mau nanya lagi boleh gak, Man?"

"Boleh Sar, tanya aja selama saya masih bisa jawab."

Sarah mengulum bibirnya, hati dan pikirannya perlu disingkronkan untuk menanyakan pertanyaan yang tertahan di bibirnya sekarang. "Eemm... sorry ya kalo kamu kesinggung, saya pengen nanya — kamu sanggup emang setiap hari ngurus dua anak sendirian padahal kamu juga harus kerja cari uang buat kehidupan anak-anak kamu?"

Kepala Salman menoleh, seulas senyumnya singkat. "Dalam Qur'an Surah Al-Imran ayat 185 kan disebutkan kalo tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan kematian." Ucapnya tenang, "Almarhumah istri saya sudah digariskan kapan ia harus pulang, ya mau tak mau saya harus ikhlas untuk adaptasi hidup tanpa dia."

"Ngebagi waktu sama anak-anak dan urusan kerjaan yang tetep harus seimbang, dinikmati aja Sar."

Selalu dan selalu Sarah kagum dengan Salman yang selalu tenang dan ikhlas menghadapi sesuatu yang terjadi dalam hidupnya. "Lagian, tiap-tiap pasangan juga pada akhirnya harus dipisahkan entah karena bercerai di kehidupan atau bercerai karena terpisah oleh kematian."

"Kamu bener Man." Potong Sarah.

"Kita sama-sama pernah mengalami perpisahan, kamu ditinggal istri kamu yang akhirnya harus berpulang begitu pun saya."

"M-maaf?" Dahi Salman berkerut, Sarah tersenyum bijak.

"Saya pernah menikah dengan seorang pria, tinggal satu rumah sama dia, tapi akhirnya setelah satu tahun bersama kita sering cekcok dan yaa... gak ada jalan lain selain pisah dan jalanin kehidupan masing-masing."

Menuju Halal (Ramadhan Series) [SUDAH DITERBITKAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang