17| An Outburst of Anger

40 6 0
                                    

Warning: Harsh words, physical violence, and blood

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Warning: Harsh words, physical violence, and blood.

___

Rumah besar ini masihkah asing untuk Shena?

Mungkin jawabannya iya. Shena belum pernah sekali pun masuk ke dalamnya semenjak Edgar membuat keputusan yang berhasil mengubah hidupnya. Hanya beberapa kali Shena diajak untuk bertemu keluarga besarnya, itu pun tidak di tempat ini.

Ia mulai masuk setelah dipersilakan oleh seorang wanita paruh baya dengan pakaian sederhana yang membukakan pintu untuknya.

Begitu masuk, Shena menggulirkan pandang ke sekeliling ruangan. Sangat luas dan sunyi. Itu hal pertama yang menyambutnya. Dari kejauhan seorang wanita dengan pakaian rapi yang sudah Shena kenali berdiri membelakanginya. Terlihat sibuk dengan sebuah tas yang berada di depannya. Memasukkan beberapa benda yang entah untuk tujuan apa. Shena memilih untuk menghampirinya.

"Selamat pagi, Tante."

Wanita itu menoleh dengan senyum ramahnya. "Pagi. Kamu pasti mau ketemu Edgar, kan?" Shena pun membalasnya dengan anggukan juga seulas senyum.

"Edgar, ini Shena udah dateng!" panggilnya sedikit berteriak agar Edgar bisa menangkap suaranya.

Tidak ada sahutan. Tamara kembali menatap Shena. Menyorotnya dengan tatapan yang tidak bisa santai. Terkesan terburu-buru. "Kayaknya Edgar lagi mandi. Kamu langsung ke atas aja, ya. Kamarnya di ujung barat. Kamar kedua setelah tangga. "

"Boleh, Tan?"

"Iya gak papa, Tante mau pergi dulu, ada urusan soalnya."

"Tolong kamu bilang ke Edgar kalo mau pergi sarapan dulu." Ucap Tamara seraya membelai lembut lengan Shena.

Setelah kepergian Tamara, Shena mulai menyatukan langkah menuju ke lantai atas. Mengikuti arahan yang diberikan kepadanya untuk menemukan kamar yang ditujunya.

Shena memberanikan diri untuk mengetuk pintu yang tertutup rapat di depannya. Setelah beberapa detik hasilnya nihil. Dan akhirnya Shena memilih untuk memutar gagang pintu yang masih diam seolah tidak menunjukkan tanda kehidupan manusia di dalamnya.

Batinnya bertarung antara menuruti instingnya atau tidak. Shena sudah hendak membuka pintu itu, tapi ia justru menarik kembali hingga pintunya tertutup. Ia tertarik paksa saat Edgar membuka pintunya dari dalam secara cepat.

Edgar menariknya masuk. Lalu menutup kembali pintu kamarnya.

Laki-laki yang bertelanjang dada itu bergerak maju sehingga menekan Shena untuk mundur. Menatapnya lurus tanpa jelas maksud dari tatapan itu apa. Shena masih membawa kakinya melangkah mundur dan berhenti saat Edgar beralih berjalan ke kiri. Mengambil sebuah kotak putih dari meja.

Shena mulai bisa menebak apa yang akan terjadi selanjutnya. Jantungnya masih sulit dikendalikan saat berada di dekat Edgar meski sudah berkali-kali merasakan atmosfer yang laki-laki itu tunjukkan.

STALEMATETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang