Amaryllis

451 83 14
                                    

There's no way to see it anymore. Realize myself ....

 Realize myself

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

...

Menunggu dalam kepastian itu buruk.

Sepanjang hari menatap lekat pintu kaca di depan sana hanya untuk menunggu kehadiran seseorang demi sebuah kepastian.

Gema denting lonceng tanda selamat datang bagai petir di siang bolong. Davika tidak bisa tidak menoleh dengan wajah serius jika ada yang yang datang.

Gulf seketika menjadi pribadi yang diam tanpa ekspresi. Sesekali Davika melihat anak itu meneteskan air mata ketika merangkai bunga di sepanjang siang ini.

Ting!

Davika tengah menopang wajahnya dengan sebelah tangannya di atas meja, kemudian mendongak lekas saat suara lonceng di depan menusuk rungu.

Jantungnya mendadak berdetak menggebrak rusuk kala sosok dengan setelan suit rapi dan wajah familiar di sana menyapa kedua netranya.

“Nona, aku datang untuk mengambil pesanan rangkaian bunga atas nama Mild Uengtrakul.”

Davika buru-buru menegakkan tubuh. “G-gulf, bawa rangkaian bunga duka itu kemari!” Rasa-rasanya Davika ingin langsung menyebur pria di hadapannya saat ini dengan segala pertanyaan yang bersarang di dalam otaknya.

Tarik nafas, Davika. Jangan sembrono. Ini menyangkut adikmu.

Phi.” Gulf datang dengan rangkaian bunga serba putih, kemudian berdiri kaku tepat di sebelah Davika.

Pria matang itu tampak mengulas senyum sendu kala Davika meletakkan rangkaian bunga di atas meja kasir. “Nona, semua pembayaran sudah selesai. Apa ini bunganya?”

Davika mengangguk gugup. Berucap cepat saat pria itu hendak mengangkat rangkaian bunga. “Tuan Mild ... bisa saya bertanya sebentar.” Percayalah Davika mengatakan hal itu dengan segenap rasa takut.

Pria bernama Mild itu mengangguk. Mempersilahkan Davika melanjutkan.

Um ... saya hanya ingin tahu apa penulisan nama di kartu karangan bunga sudah benar atau belum.”

Mild melirik sekilas keberadaan kartu yang nona florist itu maksud. Ia tak perlu repot-repot mengamati sampai detail sebab nama itu sudah sangat terlihat jelas adanya. “Sudah nona.”

Hancur sudah.

“Mew Suppasit?” Kali ini Gulf menyahut. “Tuan boleh saya tahu apa hubungan anda dengan si pemilik nama itu?”

Ya?”

“Tuan, apa benar nama Mew Suppasit di dalam kartu itu adalah nama putra tunggal dari pasangan pengusaha negara?” lanjut Gulf. Kali ini anak itu bertanya dengan nada sedikit menggebu.

Alih-alih memperhatikan wajah Gulf, Mild menatap wajah Davika seolah bertanya apa-apaan ini?

“Gulf ...” Davika menarik lengan Gulf lekas dan menggenggamnya erat.

EVANESCENT SPIRIT • MEWGULF [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang